Kata
Pengantar
Menyakitkan
memang, namun prediksi Prof Robison ini layak untuk direnungkan baik-baik. [Prof
Saafroedin Bahar] [1]
Dibalik
pernyataan ini sebenarnya “Indonesia akan menjadi kekuatan baru di Asia maupun
pentas Internasional”. Gejala ini tampak sejak adanya Konperensi Asia Afrika
dan pembentukan Non Blok (salah satu motornya adalah Indonesia) ketika perang
dingin berkecamuk. Potensi ini sudah dibaca Dunia. Setelah itu Indonesia
"dikerjain" dan puncaknya kini "diobok-obok" dengan teknik
lama tapi efektif buat Indonesia yaitu "devide et impera". Puncaknya
sekarang ini dan berhasil (?). Oleh karena itu keluar pernyataan "Prediksi
Pakar Australia" di bawah. Karena prediksi pakar tersebut adalah prediksi
manusia, maka nasib manusia itu tidak ditentukan oleh manusia yang membuat
prediksi tersebut. Others wise bergantung kepada manusia Indonesia sendiri mau
seperti itukah? Berfirman Allah - Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama
Pancasila menyebutkan:
"Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum
itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri" [QS Al-Anfaal 8:53].
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu
kaum sebelum mereka merubah keadaannya (nasibnya) sendiri [QS Ar-Ra’d 13:11]
Jadi
tergantung kepada manusia Indonesia sendiri. Syaratnya Kepemimpinan Nasional
yang ada mesti orang kuat, intelektual, negarawan, bekerja untuk memajukan
bangsa dalam NKRI yang sesuai dengan falsafah para pejuang kemerdekaan RI,
mampu membangun kesejahteraan rakyat dan mempunyai kepiawaian dalam menjaga
secara bijak kesatuan rakyat dalam NKRI. Jadi berpulang kepada kepemimpinan nasional, pakar
hukum yang berintegritas, partai politik, para pemuka agama, warga rakyat Indonesia
sendiri mengingat tujuan perjuangan para pelaku pejuang kemerdekaan Indonesia
dalam menentang dan membebaskan penjajahan tanah tumpah darah Indonesia.
□ AFM
Pakar Australia Prediksi Indonesia tak
Akan Jadi Kekuatan Baru di Asia
I
|
ndonesia tidak akan menjadi
kekuatan baru, baik di Asia maupun di pentas internasional sebagaimana banyak
diperkirakan selama ini. Tidak terlihat adanya intensi dan kapasitas pemimpin
politik dan ekonomi untuk memproyeksikan kekuatan Indonesia keluar. Demikian
kesimpulan yang dapat ditarik dari kuliah umum Professor (emeritus) Richard
Robison di kampus Melbourne University, Selasa (5/7/2016) malam. Kegiatan ini
dilaksanakan mahasiswa asal Indonesia pada Melbourne University dipandu oleh
dosen Melbourne University Prof. Vedy R. Hadiz.
Prof. Richard terkenal dengan
karya-karyanya mengenai ekonomi politik Indonesia, di antraranya “Indonesia: The Rise of Capital” dikenal
sebagai buku referensi yang berpengaruh. Dalam pemaparannya, Prof Richard
mengkritisi anggapan populer saat ini mengenai “kebangkitan Indonesia” sebagai
kekuatan regional dan internasional.
Banyak pakar berpendapat bahwa
kebangkitan tersebut didorong kemampuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan
keberhasilan melewati transisi demokrasi. Selain itu, Indonesia juga dipuji
sebagai model bagaimana demokrasi berjalan di negara mayoritas Muslim.
Namun Prof. Richard
mempertanyakan dasar-dasar pandangan tersebut. Disebutkan bahwa, kekuatan
ekonomi dan sosial di Indonesia dibangun dengan cara yang tidak mensyaratkan
proyeksi eksternal kekuatan negara.
Dikatakan, secara historis,
konstalasi domestik kepentingan-kepentingan sosial cenderung menentukan, apakah
proyeksi kekuatan negara diperlukan dalam kebangkitan negara-negara besar
sebelumnya.
Dalam sesi diskusi, salah satu
peserta menanyakan apakah Indonesia memang tidak memiliki intensi dan kapasitas
untuk memproyeksikan kekuatan negara ke panggung internasional?
“Kita menyadari bahwa jika
sebuah negara memproyeksikan kekuatannya ke panggung internasional, maka negara
itu bisa menjadi negara yang kuat. Dan negara yang kuat itu diukur dari
kemampuannya mempengaruhi the
setting of rules dan seterusnya,” jelas Prof. Richard.
“Dalam realitasnya yang kita
lihat adalah dua atau tiga blok dengan satu blok yang sangat dominan. Coba
lihat Uni Eropa yang masih terus bertarung dengan AS dalam isu perdagangan dan
hak cipta itelektual,” jelasnya. “AS benar-benar memegang hegemoni dalam bidang
ini.”
Jadi kebanyakan negara, menurut
Prof Richard, sangat sulit untuk bisa masuk dan mempengaruhi hal itu. “Yang
paling bisa mereka lakukan adalah memenangkan perdebatan di forum ini atau di
forum itu, dan mencoba menegosiasikan satu hal,” katanya.
Dia mengatakan, “pertarungan
besar” berada di luar jangkauan kebanyakan negara, termasuk Indonesia.
“Inilah salah satu alasan
mengapa kita melihat, argumen mengenai kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan
baru Asia memiliki kelemahan. Indonesia mungkin memiliki intensi untuk
menunjukkan pengaruhnya, tapi dalam bidang apa?” tanya Prof. Richard.
Menurut dia, tidak ada
pengembangan suatu tujuan yang jelas untuk misalnya mengekspor keahlian
tertentu.
“Saya berpendapat bahwa tidak
adanya intensi ini karena tidak ada desakan dari dalam, bisa dikatakan
perekonomian domestik itu, semuanya menyangkut perdebatan mengenai deal-deal
terbaik secara domestik semata-mata,” paparnya.
“Dan tentu saja tidak perlu
dipertanyakan bahwa mereka tak memiliki kapasitas memproyeksikan kekuatan
dirinya ke panggung internasional,” ujar Prof. Richard.
Kuliah umum dan diskusi yang
berlangsung dua jam tersebut juga dihadiri Konsul Jenderal RI untuk Victoria
dan Tasmania Dewi Wahab. Dalam diskusi, Konjen Dewi, menyatakan berbeda
pendapat dengan pandangan Prof. Richard seraya mengajukan sejumlah contoh
keberhasilan diplomasi RI di berbagai fora internasional.
Namun Prof. Richard menegaskan
bahwa poin utama dari kuliahnya adalah pada dasar-dasar argumen tentang
kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan baru, yang menurut Prof. Richard, sangat
lemah.
Dia menyatakan tidak melihat
adanya perencanaan maupun upaya sistematis secara domestik untuk memproyeksi
kekuatan negara RI ke pentas internasional.
Prof. Richard kini merupakan
professor emeritus pada Asia Research Centre di Murdoch University. Dia juga
pernah menjabat Professor dan Direktur Australian Research Council’s Special
Centre for Research on Politics and Society in Contemporary Asia. []
Catatan Kaki:
[1]https://www.facebook.com/saafroedin.bahar1/posts/1374371199255993
Sumber:
METRO TV NEWS | AUSTRALIA PLUS
http://www.repelita.com/pakar-australia-prediksi-indonesia-tak-akan-jadi-kekuatan-baru-di-asia/
[][][]