Tuesday, January 24, 2017

Umat Perlu Tabayyun vs Fitnah Kubro






D
iabad informasi ini dimana facebook, whatsup, twitter, video, dan media sosial lainnya seperti tv, koran dll marak digunakan orang, ini baik dalam artian kita dapat informasinya. Namun tidak disadari, ada dari informasi yang kita dapati itu berita pemutaran balik fakta, fitnah, bohong (hoax) dalam bentuk berita dan gambar yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Bagaimana mengantisipasinya atau menyikapinya dengan bijak? Tulisan dibawah ini akan mengupasnya.

   Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya.

   Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan. Hadits-hadits Rasulullah saw dapat diteliti keshahihannnya antara lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini. Begitu pula dalam kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesamanya karena ia melakukan tabayyun dengan baik. Oleh karena itu, pantaslah Allah swt memerintahkan kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam menghadapi berita yang disampaikan kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”.
[QS Al-Hujurāt 49:6]


Bahaya meninggalkan tabayyun

1. Menuduh orang baik dan bersih dengan dusta.

   Seperti kasus yang menimpa istri Rasulullah saw yaitu Aisyah ra. Ia telah dituduh dengan tuduhan palsu oleh Abdullah bin Ubai bin Salul, gembong munafiqin Madinah. Isi tuduhan itu adalah bahwa Aisyah ra telah berbuat selingkuh dengan seorang lelaki bernama Shofwan bin Muathal. Padahal bagaimana mungkin Aisyah ra akan melakukan perbuatan itu setelah Allah swt memuliakannya dengan Islam dan menjadikannya sebagai istri Rasulullah saw. Namun karena gencarnya Abdullaah bin Ubai bin Salul menyebarkan kebohongan itu sehingga ada beberapa orang penduduk Madinah yang tanpa tabayyun, koreksi dan teliti, ikut menyebarkannya hingga hampir semua penduduk Madinah terpengaruh dan hampir mempercayai berita tersebut. Tuduhan ini membuat Aisyah ra goncang dan stress, bahkan dirasakan pula oleh Rasulullaah saw dan mertuanya, Abu Bakar ra. Akhirnya Allah swt menurunkan ayat yang isinya mensucikan dan membebaskan Aisyah ra dari tuduhan keji ini.

(11) Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira (bahwa) berita itu buruk bagi kamu bahkan itu (dianggap berita) baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barang siapa diantara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).

(12) Mengapa orang-orang Mu’min dan Mu’minat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata”. [QS An-Nūr  24:11,12]

Asbabun Nuzul dari ayat diatas menyebutkan: Dari Aisyah bahwa ayat ini tentang peristiwa Aisyah yang kalungnya hilang dan dituduh melakukan perbuatan keji dengan seorang sahabat. Ayat ini turun yang menyatakan kesucian Aisyah. [HR Bukhari Muslim]

2. Timbul kecemasan dan penyesalan.

   Diantara shahabat yang terpengaruh oleh berita dusta yang disebarkan oleh Abdullah bin Ubai bin Salul itu adalah antara lain Misthah bin Atsasah dan Hasan bin Tsabit. Mereka itu mengalami kecemasan dan penyesalan yang dalam setelah wahyu turun dari langit yang menerangkan duduk masalahnya. Mereka merasakan seakan-akan baru memasuki Islam sebelum hari itu, bahkan kecemasan dan penyesalan tersebut tetap mereka rasakan selamanya hingga mereka menemui Rabbnya.

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohannya (kecerobohannya), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” [QS Al-Hujurāt 49:6]

3. Terjadinya kesalahfahaman bahkan pertumpahan darah.

   Usamah bin Zaid ra bertutur: Rasulullaah saw telah mengutus kami untuk suatu pertempuran, maka kami tiba di tempat yang dituju pada pagi hari. Kami pun meyerbu musuh. Pada saat itu saya dan seorang dari kaum Anshar mengejar salah seorang musuh. Setelah kami mengepungnya, musuh pun tak bisa melarikan diri. Di saat itulah dia mengucapkan: “Lā Ilāha Illallāh”. Temanku dari Anshar mampu menahan diri, sedangkan saya langsung menghujamkan tombak hingga dia tewas. Setelah saya tiba di Madinah, kabar itu sampai kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: “Hai Usamah, mengapa engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Lā Ilāha Illallāah? Saya jawab:  “Dia mengucapkan itu hanya untuk melindungi diri”. Namun Rasulullah saw terus mengulang-ulang pertanyaan itu, hingga saya merasa belum pernah masuk Islam sebelumnya [HR Bukhari].

   Dalam riwayat Muslim, Nabi saw bertanya kepada Usamah dengan “Apakah kamu telah membedah hatinya?” Hadits ini memberi pemahaman bahwa Nabi saw marah kepada Usamah bin Zaid ra karena ia telah membunuh musuhnya yang telah mengucapkan Lā Ilāha Illallāh, hingga Nabi saw bertanya “Apakah engkau telah teliti dengan jelas (tabayyun) sampai ke lubuk hatinya bahwa ia mengucapkan Lā Ilāha Illallāh itu karena ia takut senjata dan ingin melindungi diri….dst?”


Penyebab tiada tabayyun

1. Pada masa kanak-kanak.

   Seseorang yang hidup di bawah asuhan orang tua yang tidak memiliki sikap tabayyun, maka sikap tersebut kelak akan meresap ke dalam jiwa anaknya hingga akhirnya anak itupun menjadi potret dari kedua orang tuanya yaitu tidak memiliki sikap tabayyun.

2. Tertipu oleh kefasihan kata.

   Adakalanya telinga seseorang itu jika mendengarkan kata-kata manis dan menarik lantas menjadi tertipu, padahal itu hanyalah rayuan dan bunga-bunga perkataan, sehingga ia lalai dan tidak tabayyun. Karena itulah Nabi saw bersabda tatkala merasakan gejala ini.

“Sesungguhnya kalian mengajukan perkara kepadaku, dan barangkali sebagian dari kamu lebih pintar berbicara dengan alasan-alasannya daripada yang lain, maka barangsiapa yang aku putuskan dengan hak saudaranya karena kepintarannya bermain kata-kata, maka berarti aku telah mengambilkan untuknya sepotong bara api neraka, maka janganlah ia mengambilnya”. [HR. Bukhari].

3. Lalai terhadap dampak buruknya.

   Seseorang tidak menyadari bahaya buruk meninggalkan tabayyun. Padahal akibatnya akan mencemarkan nama baik orang dan penyesalan diri dan kalau tidak ditangani secara bijak akan berdampak lebih parah lagi.


Terapi terhadap sikap tiada tabayyun

1. Senatiasa meningkatkan ketaqwaan, karena salahsatu di antara keutamaan taqwa adalah Allah akan memberikan ‘Furqan’ kepadanya, yaitu kemampuan membedakan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang bohong.

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia  akan memberikan furqān (kemampuan membedakan antara yang haq dan yang bathil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Allah memiliki karunia yang besar. [QS Al-Anfāl 8:29]

2. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki sikap tabayyun. Hal ini akan banyak memberi manfaat baginya kepada sikap kritis, penuh pemikiran dan pertimbangan hingga ia selamat dari ketergelinciran dan salah langkah dalam mengambil langkah dan tindakan.

3. Membaca, memahami, merenungi dan mengamalkan ayat-ayat yang membahas tabayyun.

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohannya (kecerobohannya), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” [QS Al-Hujurāt 49:6]

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (fatabayyanū, carilah keterangan), dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salam’ kepadamu, “Kamu bukan orang yang beriman”, (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal disisi Allah ada harta yang banyak. Begitu pula kamu dahulu (orang itu belum nyata keislamannya oleh orang ramai, kamu pun demikianpula dahulu), lalu Allah memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah (fatabayyanū). Sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” [QS An-Nisā’ 4:94].

   Adapun asbabun nuzul dari ayat itu dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki dari Bani Sulaim melewati pada sahabat. Dia mengembala kambing, dia mengucapkan salam kepada mereka, para sahabat berkata, “Dia mengucapkan salam kepada kita selain agar dilindungi dari kita”. Lalu mereka membunuhnya dan mendatangi Rasulullah saw dengan kambingnya (yang disitanya), maka turunlah ayat ini. [HR Bukhari].

4. Membiasakan diri untuk selalu berprasangka baik terhadap muslim yang mu’min dan mu’minat.

   Mengapa orang-orang Mu’min dan Mu’minat (arti dari mu’min dan mu’minat adalah tingkat dari orang yang benar-benar beriman baik laki-laki maupun perempuan) tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata”. [QS An-Nūr 24:12]

   Demikianlah kupasan manfaat dari sikap tabayyun ini. Dengan itu semoga kita terlepas dari ‘fitnah kubro’ yang telah menggerayani kaidah (ajaran) Islam sebagai rahmatan lil ‘ālamīn yang artinya aman dan damai ini. “Ya Allah, lapangkanlah dada kami, tenangkanlah jiwa dan fikiran kami, karuniakanlah sifat tabayyun pada diri kami, sehingga kami dapat menyikapi dan memfilter semua berita yang sampai kepada kami dengan benar sesuai kehendak-Mu”. □



Sumber: http://bit.ly/vQv3cW via http://www.iqbalnurhadi.com/2011/12/apa-sih-arti-atau-makna-tabayyun/□□□