PENDAHULUAN
Memperkenalkan kepada
kalangan pembaca blog ini akan esensi dan kearifan, keindahan dan keagungan
daripada Kitab Suci al-Qur’an surat ke-30, ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 7.
R
|
oma (bahasa Indonesia, bahasa Italia) atau
Rome (bahasa Inggris) atau Rūm (bahasa Arab ) sekarang adalah nama kota di Italia yang terletak
di benua Eropa, bagian selatan. Dibatasi laut Mediterranean terdapatlah benua
Afrika. Negara yang terdekat dari Italy dengan Afrika Utara adalah Lybia.
Sempat Lybia ini diduduki Italia tahun 1911 sampai 1943. Bisa dikatakan bahwa Eropa
bukanlah sebuah benua, melainkan - bagian atau melekat dengan benua Asia. Boleh
juga disebut Eurasia yang artinya Eropa (Europe) dan Asia. Wilayah benua (yang
disebut) Eropa ini besar 9,938,000 km persegi. Dibandingkan dengan luas
permukaan bumi besarnya 2%. Sedangkan dibandingkan dengan luas permukaan tanah
bumi besarnya 6,8 %. Penduduknya benua Eropah kini berjumlah lk 0.35 milyar (350 juta)
diatas penduduk Amerika Serikat lk 0.32 milyar (316 juta) tidak termasuk Eastern Europe (Eropa Timur). Eropa termasuk
Eropa Timur dan Rusia, lk 0.74 milyar (740 juta) termasuk Rusia dan Turki. Benua Eropa (Barat, Timur dan Rusia) nomor 4 setelah
benua Asia 4.30 milyar. Benua Afrika 1.11 milyar. Benua Amerika 0.97 milyar. Sedangkan penduduk dunia 7.16 milyar. Semua berdasarkan sensus
2013. [1]
Roma menjadi
sesuatu yang penting, masyhur dan
menggoda orang untuk pergi kesana, terutama bagi yang suka dengan kesejarahan.
Dewasa ini namanya tetap diabadikan menjadi sebuah nama kota di negara Italia. Jarang
orang yang tidak singgah ke sana jika pergi ke Eropa. Kenapa? Karena di daerah
sekitarnya terdapat reruntuhan dan puing-puing peninggalan sejarah kemasyhuran
Kerajaan Romawi (The Roman Empire dalam bahasa Inggris; Imperium Romanum dalam bahasa Latin; Ar-Rūm dalam
bahasa ‘Arab dalam al-Qur’an) yang menegakkan bulu roma, tanda kekaguman
manusia kini atas kejayaannya dulu. Gedung Thomas Jefferson Memorial di Washington D. C. bergaya
bangunan asli yang bersesuaian dengan neoclassical arsitektural Pantheon yang
terdapat di Roma sewaktu Kerajaan Romawi berjaya 2.000 tahun yang lalu. Didirikan
gedung memorial itu sebagai penghargaan kepada Jefferson selaku Presiden
Amerika ke-3 yang berkualifiaksi: Negarawan; Penulis Rancangan dari Deklarasi Kemerdekaan;
Penasehat konstitusi; serta Visioner.
Kerajaan
Romawi atau Ar-Rūm ini ada setelah Yunani runtuh. Namun peninggalan khasanah intelektual (filsafat) Yunani
seperti Aristoteles, Plato dan mitologi-mitologi Yunani seperti Apollo, Venus
dan sebagainya tetap dipelihara dan kemudiannya diterjemahkan dari bahasa Greek
ke Latin dari Latin ke Arab. Kemudian oleh bangsa Arab ini diambil manfaatnya
dari hal-hal yang yang tidak bertentangan dengan aqidah Islam oleh kaum
Muslimin (Arab) ketika berjaya di Spanyol (711-1492), Eropah. Ketika itu sama sekali khasanah
ilmu Yunani ini diabaikan oleh bangsa Barat, kecuali kemudiannya bangsa Barat
belajar ke universitas-universitas Islam di Spanyol pada abad tengah.
Kemasyhuran
Kerajaan Romawi itu tidak begitu saja dilewatkan oleh al-Qur’an al-Karīm (baca
al-Qur’anul-Karīm), suatu kitab suci bukan saja untuk umat Islam melainkan
untuk seluruh umat manusia. Thomas Clearly dalam bukunya The Essential Koran,
The Heart of Islam dalam kata pengantarnya [2] menyebutkan: “…to introduce the
non-Muslim reader to the essential wisdom, beauty, and majesty of the sacred
book.” - …memperkenalkan kalangan pembaca yang bukan Muslim akan esensi
kearifan, keindahan dan keagungan dari pada kitab suci (al-Qur’an).
Bagi kita
kaum muslimin al-Qur’an tentunya lebih dari itu. Al-Qur’an merupakan petunjuk
jalan kehidupan agar selamat dan sejahtera di dunia serta selamat dan sejahtera
di akhirat. Untuk itu patut kita ketahui, terutama menangkap isi pesan dari
ayat-ayat al-Qur’an yang terdapat di dalamnya. Khususnya mengenai surat ar-Rūm
seperti yang dikaji disini yang kelak setelah anda ikuti paparan penulis ini
akan menangkap maksud yang sesungguhnya dari surat itu, kemudiannya.
S
|
ekarang
bukalah Kitab Suci al-Qur’an itu. Disana ada surat ke-30 dari 114 surat yang
ada, namanya Ar-Rūm. Kata ar-Rūm terambil dari bahasa Arab (al-Qur’an) artinya
adalah bangsa Roma atau bangsa Romawi dengan pemerintahannya bernama ‘The Roman Empire’, bahasa Inggris atau Imperium Romanum, bahasa Latin yang
selanjutnya kita sebut saja sebagai Kerajaan Romawi. Kerajaan ini sangat
dikenal dalam sejarah. Berdiri tahun 27 SM/BCE (sebelum nabi Isa as lahir, Before Common Era). Berakhir pada tahun 1453 ketika ‘Ottoman Empire’ (Kesultanan Turki)
berhasil menaklukkannya. Jadi The Roman Empire berkuasa selama hampir 15 abad
lamanya atau 1 ½ milennium. Termasuk yang terlama dan terluas menguasai dunia
diluar wilayahnya yang asli Roma, Italia.
Sebab apa
surat ini bernama Ar-Rūm? Tidak lain adalah pada ayat 2 setelah ayat 1 Alif Lam Mim, diceritakan kisah Kerajaan
Romawi seperti yang difirmankan (disebutkan) Allah dalam Kitab Suci Al-Qur’an pada
ayat 2, 3, dan 4 dalam surat ke -30, Ar-Rūm. Bertalian dengan ayat itu adalah
5, 6 dan 7 yang merupakan ayat-ayat kunci dari hikmah ayat-ayat sebelumnya yang
berisi pengajaran Allah ‘Azza wa Jalla
kepada kita.
Allah
memberikan ilmu hikmah-Nya bagi kita, berupa pemberian harapan kepada kaum
Muslimin ketika itu sebagai masyarakat Islam yang sangat minoritas dan baru berumur
lk 6 tahun, ditengah kaum musyrikin yang sangat solid. Mereka tidak suka dan
menentang ajaran Islam yang sama sekali berbeda dengan ajaran dan praktek ‘way of life’ nenek moyang mereka. Untuk
itu tidak segan-segan melakukan kekerasan bukan saja dengan kata-kata atau
berita (terror mental) tapi juga melakukan penganiayaan pisik. Selanjutnya kaum
Muslimin Makkah ketika itu mengharapkan (hope
atau dream) akan dapat ditegakkannya
cita-cita Islam mengganti ajaran jahiliyah. Yaitu harapan yang menjadi
kenyataan atau mimpi yang terwujud senyata-nyatanya dalam realitas (dream come true), sebagaimana janji-Nya.
Memang kalau Allah ‘Azza wa Jalla
berjanji itu pasti akan berlaku. Baik pada masa lalu, kini dan mendatang, dan seterusnya.
Bagaimana asalnya bisa terjadi? Asalnya terjadi bila ayat-ayat ajaran-Nya
(perintah-Nya dilakukan, larangan-Nya ditinggalkan, serta memahami ‘sunatullah’
dan akhlak kehidupan). Maka dari itu galilah, kajilah isi maksudnya, pahamilah
dan selanjutnya tentunya diamalkan (dikerjakan)
dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kita sekarang sudah sangat jauh ketinggalan kereta dalam ber-‘fastabiqul khairat’ dengan umat-umat
lain dalam kehidupan di dunia, [3]
dalam hal ini maksudnya berlomba-lomba dalam membuat kebaikan dan kebutuhan
sarana hidup dunia (sebagai manusia bashar - manusia bertubuh biologis yang perlu
makan, minum, perumahan, pendidikan ilmu-ilmu sosial dan sains dan agama, serta
manajemen dan teknologi) yang akan mempengaruhi kehidupan akhirat (sebagai manusia yang mempunyai ruh atau roh). [4] Sementara Ukhuwah Islamiyah sesama umat masih
dalam pencarian sendiri-sendiri (belum terbentuk dalam kesatuan koordinasi yang
solid dalam merumuskan arti) bagi kebaikan semua manusia yang hidup di bumi,
disamping sebagai sesama umat Muslim. Dunia atau Bumi planet biru yang
mempesona ini sebenarnya pada hakekatnya sebagai ladang ibadah yang menentukan
kehidupan kita di akhirat kelak dan di bumi sebagai jembatan ke akhirat - as a bridging from
world of earth to go to the world of hereafter. [5]
MENGAMBIL PELAJARAN
DARI ROMAWI
oleh A. Faisal
Marzuki
P
|
ada abad
ke-7 ada dua adikuasa dunia, yaitu Kerajaan Romawi dan Kerajaan Persia. Ketika
itu penduduk Kerajaan Persia menganut agama yang menuhankan serta menyembah
‘api’. Dalam ini kaum muslimin di Makkah (tempat kelahiran agama Islam)
mengkatagorikan agama itu sebagai agama musyrik, yaitu agama yang menyekutukan
Tuhan (Pencipta) yang sebenarnya dengan makhluk (api ciptaan-Nya) yang
dituhankan. Bagi sebahagian besar penduduk kota Makkah mempercayai
berhala-berhala dari berbagai patung yang disembahnya, disamping Tuhan (yang
dipercainya ada, tapi tidak disembahnya). Jadi mayoritas penduduknya masih
musyrik. Musyrikin Makah ini menyukai Kerajaan Persia, karena sepaham dalam hal
konsep keagamaannya. Yaitu sama-sama Musyrikin. Yang satu terletak di utara
(Kerajaan Persia) yang satu di sebelah selatan tanah Hejaz (Musyrikin Makkah).
Sedangkan dipihak yang lain Kerajaan Romawi sudah memeluk agama Nashrani yang
bagi pemeluk agama Islam di Makkah ketika itu disebut sebagai Ahlul-Kitab. Artinya dekat dengan agama Islam
ketimbang kaum Musyrikin yang menyekutukan Tuhan seperti halnya penduduk
Kerajaan Persia ini. Kita sudah memaklumi bahwa dalam ajaran Islam suatu
kekeliruan (dosa) yang paling besar adalah menyekutukan Tuhan. Hal itu dipegang
teguh oleh masyarakat Islam pada waktu itu, bahkan sepanjang zaman termasuk
kita yang hidup di abad ke-21 ini. Karena apa? Karena ketauhidan (keesaan)
kepada Tuhan adalah haq (mutlak benar).
Pada
zaman Nabi Muhammad saw Kerajaan
Romawi telah terbagi dua. Bagian barat dengan ibukotanya, Roma. Dari sini
pulalah diambil nama kerajaan itu, Kerajaan Romawi. Sedangkan di Bagian timur
yang dibentuk belakangan (setelah ada di bagian barat) ibu kotanya Byzantium.
Kemudiannya namanya dirubah oleh Kaisarnya (nama Kaisarnya Constantine) menjadi
nama baru ibu kotanya Constantinopel yang terambil dari namanya (Constantinopel
ini sekarang disebut Istanbul, Turki).
Kerajaan
Romawi Timur ini kemudiannya lebih maju dibanding dengan Kerajaan Romawi Barat,
karena kerajaan di sebelah barat ini terjadi firkah-firkah yaitu
pecahan-pecahan seperti kerajaan kecil yang dimulai tahun 476. Mulai tahun 476
Kerajaan Romawi Barat tidak memegang peranan lagi, kecuali Kerajaan Romawi
Timur (Eastern Roman Empire) yang
berdiri tahun 474 sampai tahun 1453. Oleh karena ibukotanya Byzantium, maka
sering Kerajaan Romawi Timur ini disebut dengan nama Kerajaan Byzantium (Byzantine Empire). Daerah kerajaan
Byzantium ini meliputi negeri-negeri Mesir, Palestina, Turki dan Syria (juga
Lebanon, Jordan dan Irak sekarang), nanti meliputi juga Persia (Iran).
Daerah-daerah mana kemudiannya dan sampai kini menjadi kawasan yang mayoritas
penduduknya adalah Muslim.
Kaum Muslimin
di Makkah pesimis [6]
Ketika
agama Islam baru lahir dimana pemeluknya masih sedikit, maka ketika itu pulalah
disebelah utara tanah Hejaz (tempat kota Makkah berdiri) terjadi pertempuran
dahsyat antara kedua adikuasa dalam rangka memperluas pengaruh dan tanah
jajahannya. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Kerajaan Persia.
Kekalahan
Romawi ini membuat kaum Musyrikin Makkah bersukaria. Keyakinan akan
‘kemusyrikan yang benar’ menjadi lebih kokoh lagi dari yang sebelumnya. Semula
mereka (kaum Musyrikin Makkah) menyangka di kemudian hari mereka akan tergeser
oleh kaum Muslimin yang berkeyakinan Tauhid (lawan kata dari keyakinan Musyrik
atau mensyerikatkan Tuhan adalah Tauhid - mengesakan Tuhan).
Dengan
itu kaum Musyrikin Makkah ini berkeyakinan sangat bahwa Islam akan pasti tidak
akan berkembang lagi. Karena akan ditinggalkan penganut yang sudah ada, apalagi
masih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan Musyrikin Makkah yang mayoritas lagi
solid, dan kemudiannya akan mati seperti Kerajaan Romawi yang kalah perang itu.
Sebaliknya
kejadian kalahnya Romawi ini yang membuat naik daunnya moral kaum Musyrikin
semakin menguat dan bertambah kokoh. Dengan itu tambah membuat dukacita kaum
Muslimin. Bahkan membuat jatuh moral umat Islam saat itu. Kok Ahlul Kitab
(Romawi) bisa dikalahkan oleh kaum Musyrikin (Persia)? Bagaimana dengan iman
Islam kita? Dimanakah kebenaran Tuhan ini? Apakah benar bahwa ada Islam yang
datang dari Allah yang mengatasi dari agama yang percaya dengan api sebagai
Tuhannya (Musyrik), kok kenyataannya bisa berjaya?
Nubuat [7] Al-Qur’an yang memberi
harapan Kaum Muslimin Makkah
Disaat
keadaan iman Islam kaum Muslimin yang masih relatif baru lagi sedikit jumlahnya
itu mengalami kegoncangan dahsyat yang tidak terperikan (seolah-olah tali kuat
silaturahimnya dengan Allah selama ini yang telah mulai bersemi), tiba-tiba rapuh
tak berarti sama sekali. Maka, pada saat-saat genting seperti itulah ayat-ayat
surat ar-Rūm ini diturunkan Allah ‘Azza
wa Jalla untuk mengokohkan kembali moral kepercayaan (yang telah merosot
tajam dan mulai cenderung roboh itu) agar tegak dan mengakar kembali di hati
kaum Muslimin.
Bukan
fakta sejarah saja yang mencatat bangsa Romawi Nashrani dalam peperangan yang
hebat itu dapat dikalahkan oleh bangsa Persia yang Musyrik ketika itu, tapi
lebih-lebih lagi dinukilkan oleh ayat al-Qur’an. Kemudiannya kita tahu bahwa
kejadian itu sangat strategis bagi masa depan agama Islam yang perlu mendapat
keteguhan langsung dari firman-Nya itu. Mari kita simak ayat 2 dari surat
ar-Rūm ini sebagai berikut:
Gholibatir Rūm, - Telah dikalahkan bangsa
Romawi,
Di daerah
atau tempat manakah bangsa Romawi ditaklukkan oleh bangsa Persia? Hal ini
diterangkan lagi pada ayat 3 berikutnya dalam surat yang sama, pangkal ayatnya menyebutkan:
Fī adnal ardhi, - Di negeri yang terdekat,
Yang
dekat dari Makkah itu adalah sebelah baratnya adalah Palestina sebelah timurnya
adalah Syria. [8] Kedua daerah itu selama ini menjadi jajahan Byzantium (Romawi
Timur). Kekalahan bangsa Romawi sangat meremukkan hati perasaan bangsa Romawi.
Sebab Kayu Palang Pusaka tempat menyalib Nabi Isa as menurut kepercayaan mereka, telah pula menjadi rampasan perang
yang kini menjadi milik bangsa Persia. Tetapi ujung ayat ini memberi obat
penghilang duka cita yang dialami serta memberikan kepercayaan teguh akan
kemenangan bangsa Romawi kepada kaum muslimin Makkah.
Wa hum mim ba’di ghalabihim sayagh-libūn - Dan
mereka (bangsa Romawi) sesudah dikalahkan, akan menang.
Bila
mereka akan menang? Pertanyaan ini mendasar sekali, karena rasa cemas kamum
Muslimin yang belum berdaya itu ingin kepastian waktu dari Tuhan Rabbul ‘Ālamīn.
Sebentar lagi, besok atau seratus tahun lagi, yang terlalu lama. Isi hati kaum
Muslimin yang masih berada di bawah sadar itu sudah diketahui Allah ‘Azza wa Jalla. [9] Kepastian waktu itu kemudian diberitahukan
Allah seperti pangkal ayat 4 surat ar-Rūm ini:
Fī bidh’i sinīna - Dalam beberapa tahun (lagi). [10]
Kaum Muslimin Makkah berada
diantara harap dan putus asa
Apakah
memang benar demikian? Kebenaran perkiraan waktu itu disangsikan (memang pantas
disangsikan), karena belum kejadian. Terutama kaum Musyrikin Makkah tidak
mempercayai sama sekali. Kecuali dalam hal ini Abu Bakar ra sangat percaya bahwa pasti bangsa Romawi (yang telah kalah itu)
dalam perang berikutnya akan menang atas bangsa Persia dalam antara 3 dan 9
tahun itu. Ia yakin benar dengan kata-kata Rasul Allah saw itu, karena itu dari wahyu Allah ‘Azza wa Jalla.
Sikap dan
kepercayaan Abu Bakar ra ini
dicemoohkan oleh kaum Musyrikin, sampai-sampai kaum Musyrikin Makkah mengajak
bertaruh Abu Bakar ra sebanyak 100
ekor onta. Hal itu dilakukannya karena mereka yakin betul bahwa bangsa Persia
yang Musyrik itu akan berjaya selamanya dan Romawi yang Nashrani tidak bangkit
lagi.
U
|
ntuk
memperlihatkan kesungguhan kebenarannya itu ada ditangun kaum Musyrikin,
ditantanglah Abu Bakar ra dengan
bertaruh dengan 100 ekor unta. Penawaran taruhan kaum pembesar Musyrikin Makkah diterima Abu Bakar ra, karena Abu Bakar ra sungguh yakin benar akan kebenaran
firman Allah ‘Azza wa Jalla yang
disebutkan dalam ayat 4 surat ar-Rūm itu. Jika pada masa ‘bidh’i sinīna’ [11] belum juga Romawi menang, maka Abu Bakar ra wajib membayar 100 ekor onta.
Sebaliknya jika pada masa ‘bidh’i sinīna’
Persia dikalahkan oleh Romawi pada perang berikutnya, maka Abu Bakar ra menang taruhan dengan mendapatkan 100
ekor unta suatu bilangan yang banyak sekali ketika itu. Waktu itu bertaruh
belum dilarang dalam ajaran Islam. [12]
Kaum
Musyrikin Makkah sangat yakin sekali akan kemenangannya dalam bertaruh dengan
Abu Bakar ra, karena daerah-daerah
Byzantium telah benar-benar diduduki oleh Persia saat itu. Mereka mengetahui
dengan pasti, karena umumnya penduduk Makkah suku Qurasy sebagai saudagar
kafilah (caravan) yang datang ke Syam (Syria) - di utara. Bahkan ke Yaman - di
selatan. Jadi berita dan situasi setempat mereka mengetahui. [13] Dalam catatan sejarah bangsa Persia menang
atas bangsa Romawi pada tahun antara 613 dan 614, yaitu 7 tahun sebelum kaum
Muslim Makkah hijrah ke Madinah. Dengan begitu umur agama Islam yang dibawa
Rasul Allah saw baru 6 tahun sejak
perintah kerasulan mesti berdakwah kepada manusia seperti yang terdapat dalam
surat al-Muddatstsir [14] yang diturunkan kepada Rasul saw sebagai ‘surat perintah’-Nya kepada
Rasul Allah (baca Rasulullāh).
Tahun
demi tahun belum juga tampak tanda-tanda Romawi bangkit melawan Persia. Kaum
Musyrikin Makkah mulai lebih berbangga diri lagi dari yang sudah-sudah, karena
belum juga ada perlawanan kembali dari Romawi. Berarti bahwa janji Allah yang
akan memberikan kembali kemenangan kepada Romawi seperti yang dikatakan
Muhammad saw dusta belaka, tanpa ada
dasar kebenarannya. Buktinya dalam waktu ‘bidh’i
sinīna’ belum menunjukkan adanya gerakan atau perang yang dilakukan bangsa
Romawi untuk melawan kembali dan mengambil tanah yang diduduki musuhnya.
Betapa
kritis dan rapuhnya keadaan umat Islam Makkah ketika itu. Hanya beberapa orang
saja yang teguh imannya dan percaya akan datangnya janji Allah itu, seperti Abu
Bakar ra tetap berdiri dibelakang
Rasul Allah saw. Karena mereka yakin
seyakin-yakinnya kepada janji Allah. Janji Allah bukanlah seperti janji
manusia. Kalau Allah berjanji, sebenar-benar berjanji dan terjadi! [15]
Nubuat yang ditunggu-tunggu
Kaum Muslimin datang
Kemudian
datanglah hal yang tidak disangka-sangka kaum Musyrikin Makkah, mulai tahun 621
yaitu tahun ke-7 dari kekalahan Romawi
atas Persia, Kaisar ketika itu bernama Heraclius membangkitkan kembali semangat
bangsa Romawi dan menyusun kekuatan serdadunya untuk menebus kekalahannya. Maka
diserbulah dengan segenap kekuatannya melawan habis-habisan serdadu Kerajaan
Persia yang dipimpin Rajanya bernama Kisra. Akhirnya usaha bangsa Romawi dengan
perantaraan serdadu-serdadunya yang dipimpin Kaisar Heraclius ini tidak
sia-sia, tanah Syam (Syria) dan Palestina dapat direbut kembali ketangan Byzantium
(Romawi Timur). Bahkan sampai pusat Kerajaan Persia sendiri, Madain didudukinya
serta Kayu Palang Pusaka tempat menyalib Isa as yang dipercayainya itu berhasil diboyong kembali.
Kabar
kekalahan bangsa Persia yang musyrik itu akhirnya sampai ke kota Makkah, dan
Abu Bakar ra memenangkan taruhan 100
ekor unta. Namun dalam riwayatnya tidak dinikmati beliau, kecuali dibagikan
kepada orang-orang yang membutuhkannya.
Maka
terbuktilah sekarang akan kebenaran firman Allah ‘Azza wa Jalla yang disampaikan Rasul-Nya Muhammad saw, pada ujung
ayat 4 surat ar-Rūm tersebut berfirman Allah ‘Azza wa Jalla:
Yaw ma-idziy yafrohul mu’minūn - Pada
hari itu orang-orang beriman merasa gembira
Rupanya
bersimpatinya kaum Muslimin Makkah kepada Ahlul-Kitab selama ini tidaklah salah.
Kebenaran Allah adalah kebenaran yang haq, tidak
diragukan lagi. Karena apa? Karena kenyataan sejarah (dalam peristiwa yang
telah dipaparkan seperti tersebut diatas) tak terbantahkan dan sudah
membuktikan, adanya.
Mereka
kini kaum Muslimin Makkah yang tadinya berduka sedih, cemas, ragu-ragu akan
kebenaran Allah yang Rahman lagi Rahim kini bersuka ria. Harapan akan keyakinan
Islam timbul lagi, moral imannya menjadi bertambah kokoh kini.
Hukum
besi dari Allah artinya adalah hukum yang kuat dan tak terbantahkan. Begitu
pula peraturan Allah yang telah mengabadi menjadi ‘sunatullāh’ tersebut bukan
saja berlaku pada saat Rasul Allah saw
hidup saja. Namun masa lalu sejak Nabi Adam as
sampai Nabi Isa as. Dan masa
mendatang juga, artinya setelah Rasul Allah saw
wafat sampai akhir zaman. Rasul Allah (baca Rasulullāh) saw adalah Nabi terakhir, setelahnya tidak ada lagi Nabi atau
Rasul. Pusaka para Nabi dan Rasul semua tersusun dalam Kitab Allah (baca
Kitabullāh) yang ada di Al-Qur’an Al-Karīm (baca Al-Qur’anul Karīm) yang
keasliannya terpelihara dengan sangat baik. Dengan Kitab Allah inilah kita
berpegang dalam menjalani hidup di dunia ini. Seperti berhasilnya kembali
Romawi merebut tanahnya kembali plus bonus berupa tanah Persia seterunya
sebagaimana pertengahan ayat 4 surat ar-Rūm menyebutkannya:
Lillahil amru min qoblu wa min ba’du - Keputusan
(ketetapan) Allah itu berlaku pada masa lalu dan masa mendatang.
Demikianlah
akhirnya bidh’i
sinīna yang ditunggu-tunggu dengan rasa cemas dan ragu-ragu sungguh benar-benar
terjadi seperti yang dijanjikan oleh Allah ‘Azza
wa Jalla dalam firman-Nya seperti yang paparkan diatas.
KESIMPULAN
D
|
engan pertolongan Allah. Ditolong-Nya siapa yang
dikehendaki-Nya. (Karena) Dia Maha Kuasa lagi Maha Mengayomi. (Itulah) janji
Allah! Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya. Tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya. Mereka mengetahui yang lahir (saja) dalam kehidupan dunia.
(Namun) terhadap akibat kemudiannya tidak diperhatikan (dunia tidak dimengerti
untuk apa, akhiratnya lalai). [QS Ar-Rūm 30:5,6,7]
Jika
Allah ‘Azza wa Jalla telah berucap
(berfirman) ‘akan menolong’, maka pasti akan ditolongnya. Jangan sak atau ragu
lagi walau sedikitpun. Itulah maknanya kisah yang ada dan terjadi dalam rekaman
atau bukti sejarah yang telah dipaparkan dalam ‘Mengambil Pelajaran dari Romawi’ dalam surat
ar-Rūm ini. Kehendak Allah yang
ber-maha-gelar Al-Qōdir (diantara 99 gelar asmāul husnā lainnya) adalah
mutlak (absolute) - pasti berlaku,
karena Dia sangat berkuasa [Al-Qōdir] dan sangat mempunyai kemampuan untuk
melakukannya. Kesemuanya itu dilakukan-Nya berkat dari pancaran sinar dari rasa
pengayoman atau Kasih-Nya seperti yang difirmankan-Nya pada ayat 5 surat ar-Rūm
berikut ini:
Binashrillāh - Dengan pertolongan Allah
Yanshuru mayyasyā-u
- Ditolong-Nya siapa yang dikehendaki-Nya
wa Huwal ‘Azizur Rõhīm - (Karena)
Dia Maha Kuasa lagi Maha Mengayomi
Khususnya
pada masa kini abad ke-21 yang berada dalam millennium ke-3, diharapkan hajad
masing-masing pribadi atau rencana organisasi masing-masing jamaah kaum
muslimin akan memperoleh sebagaimana telah kesampainnya pengharapan kaum
Muslimin Makkah (ketika itu). Yaitu mengharapkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk dapat memenangkan
bangsa Romawi Ahlul Kitab yang seolah merupakan bagian dari dirinya (yang tidak
tega dikalahkan kaum Musyrikin Persia). Maka, janji Allah yang akan berpihak
kepada anda (kita semua) itu pasti berlaku juga. Asalkan
mengerti apa yang diperjuangkan itu demi Allah - tentu dengan cara-cara Allah.
Nah, karena janji Allah itu benar adanya seperti yang telah dibuktikan kepada
kaum Romawi. Jangan sak lagi akan janji Allah
itu! Ayat 6 surat ar-Rūm Allah berfirman seperti berikut ini,
mempertegasnya:
Wa’dalLāh - (Itulah) janji Allah!
Lā yukh lifulLāhu wa’dah
- Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya.
Wa lā kinna ak-tsoron nās, - Tetapi kebanyakan manusia
Lā ya’ lamūn - tidak
mengetahuinya.
Kenapa
ada disebutkan pada ujung ayat 6 surat ar-Rūm ini disebutkan ‘wa lā kinna
ak-tsoron nās, la ya’ lamūn’, artinya: Tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maksudnya, tidak banyak manusia yang mengambil pelajaran dari
kejadian dalam catatan sejarah itu. Karena apa? Karena, tidak begitu menjadikan
al-Qur’an menjadi buku panduan hidup yang seutuhnya? Kalaupun ada hanya dalam
usaha nafsi-nafsi jamaah yang ‘terfirkah-firkah’? Belum dalam jamaah yang
terintegrasi baik secara bulat dan total? Sedangkan yang dimaksudkan oleh Tuhan
Pencipta Semesta Alam adalah adanya paradigma dalam suatu kesatuan paham
tentang kehidupan. Yaitu maksudnya adalah satu prinsip dalam satu kesatuan
gerakan yang menjadi kekuatan yang utuh dalam menegakkan keadilan (justice), kesejahteraan (well being), kedamaian (peace and love) diantara manusia dan
ekosistimnya.
Menurut
hemat kami karena kita hampir tidak pernah mau memikirkan lebih dalam lagi apa
yang ada dibalik (beyond) dari apa
yang ada tampak dalam lahirnya. Kita jarang atau belum pernah melihat secara
‘visi’ kejadian yang lahir dan menganalisa kecenderungannya (trend) kemana dan apa berikutnya yang
akan terjadi. Dengan cara itu ridha Allah datang, maka kelestarian hidup dapat
diraih bersama dalam keharmonisan dan kecukupan hidup di dunia serta juga
sebagai jembatan untuk hidup di akhirat kelak.
Disinilah
orang beriman dituntut ke piawaiannya dal ber-Ulil Albab. [16] Yakni orang beriman atau pemimpin atau
pendakwah mesti tidak cukup hanya menggunakan akal pikiran (IQ) tapi juga emotional
intelligent (EI) dan spiritual quotion (SQ) untuk merenungkan,
menganalisa, meng-observasi alam raya dan alam jiwa
manusia. Dan ber-Ulil Abshor. [17] Yakni orang beriman atau pemimpin
atau pendakwah mesti mempunyai pandangan yang tajam melihat kedepan yang baik
buat umat dalam masa-masa dimana dia hidup. Dia membaca kondisi hidup di
zamannya agar lebih baik dari umat sebelum dan sekelilingnya. Para Ulil Abshor
ini umumnya menggunakan rasa emosi positif yang membangun, peran metoda Ulil Abshor
inilah yang menentukan keberhasilannya hidup manusia (atas ketaqwaan
kepada-Nya). Keberhasilan Ulil Abshor menggunakan
akal nurani disebut juga qalbu, yaitu visi; al-bayan atau daya kepahaman akan
sesuatu.
Menurut
penelitian ahli psychology dan ahli lainnya yang berkenaan dengan jiwa manusia
mengatakan keberhasilan manusia ditentukan oleh tingkat pemikiran akal fikiran [18]
atau IQ (Intelligent
Quotion) hanya 20% selebihnya ditentukan oleh kecerdasan emosional -
EQ (Emotional
Quation) yaitu kemampuan
memahami ‘Perasaan’ (Daniel Goleman). [19] Dan kecerdasan ‘Spiritual’ - SQ (Spiritual
Quotion) yaitu kemampuan dari adanya ‘God Spot’ dalam otak manusia
(Danah Zohar dan Ian Marshal) yang berkemampuan memahami Nilai dan Makna. [20]
Yaitu orang yang memotivasi hidupnya dilandasi nilai-nilai kesucian seperti
yang diajarkan oleh nilai-nilai ruhaniah dalam nilai-nilai ketuhanan. Dengan
nilai-nilai ketuhanan itulah manusia akan mampu memahami nilai dan makna
kehidupan. Mereka itu dapat dapat mengembangkan pesan-pesan Allah ‘Azza wa Jalla yang terdapat di Alam Raya
dan terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’an. Kemudian diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari di zamannya dimana umatnya berada (ajaran hablum minan nas atau muamalah
Islam). Sementara ajaran hablum minalLah atau
ajaran hubungan dengan Allah Maha Pencipta rengkuh kuat-kuat, jangan tinggalkan
tapi terapkan bergandengan dengan ajaran muamalah Islam yang bijak ini. Sinergi
ini akan membawa kehidupan dalam rel ‘shirōthol mustaqīm’ [21] - jalan
keberhasilan.
Pada
akhir surat mengenai masalah ‘Pelajaran dari Roma’ – ar-Rūm ini disinggung
dalam firman Allah 'Azza wa Jalla pada ayat 7 surat ar-Rūm:
Ya’lamūna dzõhirom minal hayawātid dunyā
Mereka mengetahui yang
lahir (saja) dalam kehidupan dunia
Wa hum’anil ākhiratihum ghõfilūn
(Namun) terhadap akibat
kemudiannya tidak diperhatikan
(dunia tidak dimengerti untuk apa, akhiratnya
lalai)
Maka daya
kritis dalam cara berfikir ‘emotional - EI’ dan ‘spiritual’- SQ atas sesuatu
masalah dimintakan kepada kita untuk memahaminya. Selanjutnya sebagai ‘agent of development’ - ‘amar ma’ruf’’ dan ‘agent of change’ - nahi mungkar mengupayakannya
kepada hal yang lebih baik lagi. [22] Inilah yang dimaksudkan dengan cara kerja
manusia khalifah-khalifah di muka bumi [23] yang kelengkapannya telah diberikan
dalam bentuk ‘akal fikiran’-IQ dan ‘akal qalbu’- EQ dan SQ. Yaitu seberapa jauh
kemampuan manusia berinteraksi dengan Alam Raya (IQ); Seberapa jauh manusia
berinteraksi sesama manusia dalam harmonis dan berkecukupan (EQ); Seberapa jauh
manusia berinteraksi dengan Tuhannya - hablum min allāh dalam beribadah (SQ) yang
dengan itu menerapkan nilai-nilai ketuhanan di dunia dalam merealisasikan
ajaran habblum
minan nās-nya selama hidup di dunia ini agar harmonis dan sejahtera
dengan umat yang lain menjadi muallaf atau setidak-tidaknya mengerti bahwa
Islam ini adalah mengajarkan dan melaksanakan kedamaian hidup bersama dengan
umat lainnya [24] dalam semangat ta’aruf,
[25] yaitu 3T1I - Ta’aruf;
Tafahum; Ta’awun dan Itsar.
Maknanya adalah (T) Ta’aruf yakni saling mengenal; (T) Tafahum yakni saling
memaklumi latar belakang hidup, keyakinan dan pandangan hidup; namun dapat
melakukan (T) Ta’awun yakni kerja sama dalam masalah hubungan sesama manusia;
(I) Itsar yakni tidak saling bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak saling
memerangi.
Itulah
inti pesan hidup kedua dari surah ar-Rūm dari ayat 5 sampai dengan ayat 7 - hikmah
dibalik kejadian atau ‘Pengajaran dari Roma’ itu. Sedang pesan pertamanya dari
surat ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 4 adalah menerangkan kebenaran firman
Allah dan iman Islam dalam janji Allah benar terlaksana.
PENUTUP
D
|
emikianlah isi pesan dari Surah ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 7
yang patut kita hikmati dengan sunguh-sungguh dan terapkan dalam kehidupan
keseharian kita.
Mudah-mudahan
tahun-tahun kedepan dalam menghadapi tahap pertama dari 4 etape kehidupan abad
ke-21 dapat kita lalui dengan harmonis, aman, damai dan sejahtera, dan kalaupun
mungkin tidak 100%, masih tetap terkendali dalam garis rata-rata normal. God already gave all
humankind the opportunity for a good life on earth. Now, it is your turn to
believe and choose!
Akhirul
Kalam, semoga uraiannya bermanfaat bagi kita semua, āmīn. Billāhi Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD. 6 Jumādī-Awal 1441 H /
1 Januari 2020 M. □ AFM
CATATAN KAKI
[1] Sensus
penduduk dunia tahun 2013 berjumlah 7.16 milyard.
[2] The
Essential KORAN, The Heart of Islam, Thomas Clearly, Published by Castle Books,
New Jersey, USA 1993.
[3] Kehidupan
ekonomi rumah tangga; Pendidikan dan keseimbangan ajaran hidup agama dan dunia
sebagai (sarana) ladang ibadah; Rasa persaudaraan dan semangat ukhuwah
islamiyah; Keahlian organisasi-manajemen; Kesadaran berimamah (berkepemimpinan);
Imamah yang berorientasi dalam memprioritaskan kepentingan hidup anggota
dibawah sebagai ‘batu bata’ kokoh dari bangunan jamaah islamiyah; Serta nilai
moral kepemimpinan yang berakhlak tinggi; Juga menguasai Ilmu dan Teknologi
yang terbaik.
[4] Dan
bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia hadapkan kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat untuk dimintai
pertanggungan jawab amalan siapa-siapa saja yang benar-benar baik semasih di
dunia). [QS al-Baqarah 2:148]
Yang
menjadikan mati (tidak bisa beramal lagi) dan hidup (ada kesempatan untuk
berbuat amal kebajikan sebaik dan sebanyak mungkin), supaya Dia (Allah) menguji
(melihat kesempatan perbuatan amal yang ada), (untuk melihat dan mengetahui)
siapa diantara kamu (manusia) yang lebih baik amalannya. Dia Maha ‘Azīz (Maha
Perkasa, All-Mighty) lagi Al-Ghofūr
(Maha Pengampun, Oft-Forgiving). [QS Al-Mulk
67:2]
[5] Dan
carilah negeri akhirat [dengan melakukan amalan ibadah semasih di dunia] dengan
apa yang telah dianugerahkan [iman, kemauan, waktu, tangan, akal, harta rezeki,
ilmu, keahlian, jamaah (organisasi dan manajemen), akal dan kesadaran] Allah
kepadamu. Tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat dan sejahtera)
di dunia. [QS Al-Qashash 28:77]
…kecuali
orang-orang yang BERIMAN dan MENGERJAKAN AMAL SHALEH (BAIK), maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya. [QS at-Tīn 95:6]
[6] Pesimis
di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online adalah orang yang bersikap atau
berpandangan tidak mempunyai harapan.
[7] Nubuat (bahasa Inggris: prophecy), artinya menyatakan lebih dahulu peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi telah diberitahukan.
[8] Kalau
disebut Palestina dan Syria dulu kala maksudnya adalah daerah-daerah yang
kini bernama Israel, Palestina,
Jordania, Lebanon, Syria dan Irak. Sedang Persia adalah Iran.
[9] Dia
Allah, tiada Tuhan selain Dia. Maha Mengetahui perkara yang ghaib (tersembunyi)
dan yang syahādat (terang, nyata). [QS al-Hasyr 59:22]
[10] Diantara
3 sampai 9 tahun.
[11] ‘Bidh’i Sinīna’
dalam bahasa Arab biasanya bermakna kira-kira yaitu waktu antara 3 sampai
dengan 9 tahun.
[12]
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Pada umumnya
turunnya sesuai dengan ‘case’ yang
dihadapi. Jadi ada ‘case’ ada ‘solution’, disebut sebagai Asbabun Nuzul
- turunnya ayat-ayat itu ada sebab-sebabnya. Jadi taruhan ketika itu belum ada
ketentuannya.
[13]
Bangsa Arab Makkah pekerjaannya berdagang (saudagar perantara) baik ke Syam di
utara maupun ke Yaman di selatan sebagaimana diuraikan juga dalam Surah Quraisy
(surat ke 106) ayat 1 dan 2 sebagai berikut: “Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy. Yaitu kebiasaan mereka bepergian (berdagang atau saudagar dengan
menggunakan kafilah atau caravan dengan onta) pada musim dingin (pergi ke
Yaman) dan musim panas (pergi ke Syam). Dengan itu selaku pedagang dia
mengetahui berita dan keadaan setempat dimana mereka berada.
[14] Hai
orang yang berselimut (Muhammad saw)!
Bangunlah, dan berikanlah peringatan (berdakwah)! [QS Al-Muddatstsir 74:1,2]
[15]
Janji Allah! Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya. Tetapi kebanyakan
manusia, tidak mengetahuinya. [QS Ar-Rūm 30:6]
[16] Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (ayat-ayat kauniyah, keterangan tentang tabiat atau hukum alam, dan
kebesaran Allah) bagi orang yang berakal - Ulil
Albab. [QS Āli ‘Imrān 3:190]
[17] Maka
ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang
mempunyai pandangan - Ulil Abshor, Visioner! [QS al-Hasyr 59:2]
[18]
Keith Devlin, Goodbye Descartes, The end of logic and the search for a
new cosmology of the mind, John Wiley & Sons, Inc. Keith Devlin Ph.D.
adalah Senior Researcher pada Stanford University’s Center dalam bidang studi
Bahasa dan Komunikasi.
[19] Daniel
Goleman Ph.D., Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ. He has
taught at Harvard (where he received his Ph.D.) and was formerly senior editor
at Psychology Today.
[20] Danah
Zohar and Ian Marshall, The Ultimate Intelligence, Bloomsbury Publishing PLC
[21] Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
yang makruf - membangun kebajikan (amar ma’ruf, agent of development) dan
mencegah dari yang mungkar – mecegah merusak, mengganti dengan yang lebih baik
(nahi munkar,
agent of
change), dan beriman kepada Allah. [QS Āli ‘Imrān 3:110]
[22] Jalan
yang telah membuktikan keberhasilan hidup di setiap zaman yang dibimbing oleh
para Nabi atau Rasul dan kemudian dilaksanakan oleh generasi setelah para Nabi
dan Rasul tidak ada, berdasarkan nilai-nilai dari contoh bagaimana
melaksanakannya ajaran berdasarkan Kitab Suci (dan ajaran-ajaran-Nya yang
terkumpul dalam bentuk lainnya) yang ada pada setiap zaman.
[23] Dan
Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi…” [QS Al-An’ām
6:165]
[24] Lakum dīnukum walia dīn - Bagimu (untukmu) agamamu dan bagiku (untukku) agamaku.
[QS Al-Kāfirūn 109:6] dalam semangat Ta'aruf.
[25] Ta’aruf - Wahai
manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu TA’ARUF (saling kenal mengenal, artinya kemauan
orang yang siap hidup bersama dengan orang atau bangsa lain dalam ‘perbedaan’).
[QS Al-Hujurāt 49:13].
Prinsip TA’ARUF ini meliputi 3T1I.
Yaitu: Ta’aruf; Tafahum; Ta’awun dan Itsar. Maknanya adalah (T) Ta’aruf yakni
saling mengenal; (T) Tafahum yakni saling memaklumi latar belakang hidup,
keyakinan dan pandangan hidup; namun dapat melakukan (T) Ta’awun yakni kerja
sama dalam masalah hubungan sesama manusia; (I) Itsar yakni tidak saling bertengkar,
tidak saling memusuhi, tidak saling memerangi. □□
SUMBER
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-i.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-ii.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-iii.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-iv.html □□□