CIRI DAN ADAT ORANG MINANG
Aman dan Damai
B
|
ila dipelajari dengan seksama
pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat
seperti masalah perkawinan, sistem kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan
mamak dan penghulu, kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan
kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.
Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan
itu, kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh
nenek-moyang kita.
Tujuan hidup orang Minangkabau:
●
Bumi Sanang Padi Manjadi
●
Taranak Bakambang biak
Rumusan menurut ada Minang ini, agaknya
sama dengan masyarakat yang aman damai makmur ceria dan berkah, seperti
diidamkan oleh ajaran Islam yaitu; “Baldatun Taiyibatun wa Rabbun Gafūr“,
yang bermakna; Suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam naungan
ampunan Tuhan.
Dengan adanya kerukunan dan kedamaian
dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih
makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila telah tercapai stabilitas
politik, barulah kita mungkin melaksanakan pembangunan ekonomi.
Masyarakat nan “Sakato”
Menurut ketentuan adat Minang, tujuan
itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat.
Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai
makmur dan berkah, maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk
mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan. Yang
dimaksud dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang,
yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas.
Manusia dengan kualitas seperti itulah
yang diyakini adat Minang dapat membentuk suatu masyarakat yang akan
diandalkan sebagai sarana (wadah) yang akan membawa kepada tujuan yang
diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah. Corak
masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan “sakato”.
Unsur-unsur Masyarakat nan Sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi
oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato.
Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat.
Prinsip-prinsip penegakkannya agar
tercapai kebersamaan, persatuan, keutuhan dalam hidup berasyarakat itu
berpegang kepada “bercerai kita lemah, bersatu kita teguh” dan ini dijabarkan
dalam 4 unsur rasa yang dapat merekatnya adalah: (1) Saiyo Sakato; (2) Sahino
Samalu; (3) Anggo Tanggo; (4) Sapikua Sajinjiang yang di uraikan sebagai
berikut ini.
(1) Saiyo
Sakato
Menghadapi suatu masalah atau
pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu
dengan yang lain sesuai dengan yang lain dengan pepatah: “kapalo samo
hitam, pikiran ba lain-lain”.
Perbedaan pendapat semacam ini adalah
sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut, maka akan
berakibat masalah itu takkan terselasaikan.
Pekerjaan itu akan terkatung-katung.
Karena itu harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat
Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk
melanjutkan pertengkaran. Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga
pipih atau picak (melalui voting).
● Kok bulet lah buliah digalondongkan
● Kok picak lah buliah dilayangkan
Adat Minang tidak mengenal istilah “Sepakat
untuk tidak se-Mufakat”. Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah
ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar
kita tetap utuh dan tetap satu.
Setiap individu Minang disarankan untuk
selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya. Adat Minang tidak terlalu memuja
kemandirian (privacy) menurut ajaran
individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan berembuk
dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi. Dengan demikian adat
Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan “kebersamaan” kendatipun
menyangkut urusan pribadi.
Kendatipun seorang individu Minang
menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam kedudukan mamak-rumah
atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak mungkin juga diambil
sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah disukai orang-orang Minang.
Adat Minang sangat menjunjung persatuan
dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan
kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai.
Mereka memahami pula dalam hidup
berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat silang selisih, marah dan
sengketa akan selalu terjadi. Antara sanduak dan periukpun tak pernah sunyi
akan selalu ada kegaduhan. Namun demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi
yang kuat untuk mengatasinya.
Adat Minang akan selalu mencoba
memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala
masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang
menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk.
Dalam mencapai kata sepakat kadangkala
bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala
terpaksa menguras tenaga. Namun demikian musyawarah tetap diupayakan.
(2) Sahino Samalu
Kehidupan kelompok sesuku sangat erat.
Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan
suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara “kau dan aku” menjadi hampir
tidak ada. Istilah “awak” menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit
diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah.
Kedekatan hubungan dalam kelompok suku
ini, menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri
kelompok suku. Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh
anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka
seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.
Cara-cara yang telah diterangkan ini
disebut Sahino Samalu (Sama-sama
merasa hina; Sama-sama merasa malu).
(3) Anggo
Tanggo
Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat
nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin
dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut
untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan
petunjuk yang diberikan penguasa adat.
Dalam pergaulan hidup akan selalu ada
kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan
sesuai aturan agar ketertiban dan ketentraman selalu terjaga.
Cara-cara yang telah diterangkan ini
disebut Anggo Tanggo (Anggap
Tanggap)
(4) Sapikua
Sajinjiang
Dalam masyarakat yang komunal, semua
tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan.
Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang
ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan
tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung.
Dengan masyarakat nan sakato (sekata, seia sekata) ini
diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai
konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.
Bumi
Sanang Padi Manjadi
Padi
Masak Jaguang Maupiah
Anak
Buah Sanang Santoso
Taranak
Bakambang Biak
Bapak
Kayo Mande Batuah
Mamak
Disambah Urang Pulo.
Cara-cara yang telah diterangkan ini
disebut Sapikua Sajinjing (Sama-sama
dipikul, kalau berat; Sama-sama dijinjiang, kalau ringan). □ AFM
Bersambung ke: Falsafah AdatMinangkabau 2