Tuesday, August 1, 2017

Falsafah Adat Minangkabau 1




CIRI DAN ADAT ORANG MINANG



Aman dan Damai

B
ila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat seperti masalah perkawinan, sistem kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu, kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.



Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu, kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.

Tujuan hidup orang Minangkabau:

● Bumi Sanang Padi Manjadi
● Taranak Bakambang biak

Rumusan menurut ada Minang ini, agaknya sama dengan masyarakat yang aman damai makmur ceria dan berkah, seperti diidamkan oleh ajaran Islam yaitu; “Baldatun Taiyibatun wa Rabbun GafÅ«r“, yang bermakna; Suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam naungan ampunan Tuhan.

Dengan adanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila telah tercapai stabilitas politik, barulah kita mungkin melaksanakan pembangunan ekonomi.


Masyarakat nan “Sakato”

Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat. Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah, maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan. Yang dimaksud dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang, yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas.

Manusia dengan kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang  dapat membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wadah) yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah. Corak masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan sakato”.


Unsur-unsur Masyarakat nan Sakato

Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato. Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat.

Prinsip-prinsip penegakkannya agar tercapai kebersamaan, persatuan, keutuhan dalam hidup berasyarakat itu berpegang kepada “bercerai kita lemah, bersatu kita teguh” dan ini dijabarkan dalam 4 unsur rasa yang dapat merekatnya adalah: (1) Saiyo Sakato; (2) Sahino Samalu; (3) Anggo Tanggo; (4) Sapikua Sajinjiang yang di uraikan sebagai berikut ini.


(1) Saiyo Sakato

Menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain dengan pepatah:  “kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain”.

Perbedaan pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut, maka akan berakibat masalah itu takkan terselasaikan.

Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk melanjutkan pertengkaran. Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga pipih atau picak (melalui voting).

● Kok bulet lah buliah digalondongkan
● Kok picak lah buliah dilayangkan

Adat Minang tidak mengenal istilah “Sepakat untuk tidak se-Mufakat”. Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar kita tetap utuh dan tetap satu.

Setiap individu Minang disarankan untuk selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya. Adat Minang tidak terlalu memuja kemandirian (privacy) menurut ajaran individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan berembuk dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi. Dengan demikian adat Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan “kebersamaan” kendatipun menyangkut urusan pribadi.

Kendatipun seorang individu Minang menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam kedudukan mamak-rumah atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak mungkin juga diambil sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah disukai orang-orang Minang.

Adat Minang sangat menjunjung persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai.

Mereka memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat silang selisih, marah dan sengketa akan selalu terjadi. Antara sanduak dan periukpun tak pernah sunyi akan selalu ada kegaduhan. Namun demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi yang kuat untuk mengatasinya.

Adat Minang akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk.

Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga. Namun demikian musyawarah tetap diupayakan.


(2) Sahino Samalu

Kehidupan kelompok sesuku sangat erat. Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara “kau dan aku” menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak” menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah.

Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku. Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.

Cara-cara yang telah diterangkan ini disebut Sahino Samalu (Sama-sama merasa hina; Sama-sama merasa malu).



(3) Anggo Tanggo

Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat.

Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan agar ketertiban dan ketentraman  selalu terjaga.

Cara-cara yang telah diterangkan ini disebut Anggo Tanggo (Anggap Tanggap)


(4) Sapikua Sajinjiang

Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung.

Dengan masyarakat nan sakato (sekata, seia sekata) ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.

Bumi Sanang Padi Manjadi
Padi Masak Jaguang Maupiah
Anak Buah Sanang Santoso
Taranak Bakambang Biak
Bapak Kayo Mande Batuah
Mamak Disambah Urang Pulo.

Cara-cara yang telah diterangkan ini disebut Sapikua Sajinjing (Sama-sama dipikul, kalau berat; Sama-sama dijinjiang, kalau ringan). AFM