NILAI DASAR ADAT MINANGKABAU
S
|
ebuah nilai adalah sebuah konsepsi,
eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus
suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama
(karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan
sebuah tindakan.
Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan
orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup,
hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan
manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia.
Nilai Dasar Adat Minangkabau yang akan dibahas disini adalah: (1)
Pandangan Terhadap Hidup; (2) Pandangan Terhadap Kerja; (3) Pandangan Terhadap
Waktu; (4) Hakekat Pandangan Terhadap Alam; (5) Pandangan Terhadap Sesama.
Mari kita lihat satu persatu apa yang dimaksudkan dari masing-masing
rincian nilai dasar adat Minangkabau ini.
(1) Pandangan Terhadap Hidup
T
|
ujuan hidup bagi orang Minangkabau
adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa
“hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan
harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa
yang dikemukakan adalah:
Gajah
mati maninggakan gadiang
Harimau
mati maninggakan balang
Manusia
mati maninggakan namo
Dengan pengertian, bahwa orang
Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan
generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena
itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan
sesuatu bagi anak kemenakan dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya
hanya dibidang materi saja, tetapi juga nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu
semasa hidup bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat menunjuk
mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku.
Ungkapan adat juga mengatakan:
“Pulai
batingkek naiek maninggakan rueh jo buku,
manusia
batingkek turun maninggakan namo jo pusako”.
Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak
mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat
seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang
sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan orang Minangkabau.
Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang
Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis dan kreatif.
(2) Pandangan Terhadap Kerja
S
|
ejalan dengan makna hidup bagi orang
Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan
kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat
membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil
kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak
barameh”(hilang warna karena penyakit, hilsng bangsa karena tidak beremas).
Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja
keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak
mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat
itu seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh
dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja
keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:
Kayu
hutan bukan andaleh - Kayu hutan
bukan andalas
Elok
dibuek ka lamari - Elok
dibuat untuk lemari
Tahan
hujan barani bapaneh - Tahan
hujan berani berpanas
Baitu
urang mancari rasaki - Begitu
orang mencari rezeki
Dari etos kerja ini, anak-anak muda
yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau
untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung,
baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau
terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.
Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau
ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam yang disabdakan Nabi saw:
“‘i’mallidunyaka
kānaka tamūsu abada, wa’mal li akhiratika tamūtu ghada”
Artinya:
Jadi masyarakat dituntut bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk
selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati besok.
(3) Pandangan Terhadap Waktu
B
|
agi orang Minangkabau waktu berharga
merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan
masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya serta bekal apa yang dibawa
sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk sesuatu
yang bermakna, sebagaimana dikatakan pepatah:
“Duduak
marauik ranjau, tagak maninjau jarah”.
Duduk meraut ranjau, tegak meninjau
jarah merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa
sekarang.
Maliek
contoh ka nan sudah.
Bila masa lalu tak menggembirakan dia
akan berusaha memperbaikinya.
Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai
pedoman untuk berbuat pada masa sekarang.
Sedangkan mengingat masa depan adat
berfatwa:
“bakulimek
sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”.
Dimensi waktu, masa lalu, masa
sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi
perhatian bagi orang Minangkabau.
(4) Hakekat Pandangan Terhadap Alam
A
|
lam Minangkabau yang indah,
bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna
telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan pepatah, petitih,
ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.
Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau,
ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa: “Alam nan takambang
jadikan guru” - Alam hendaklah dijadikan guru (dan pelajaran).
Yang dimaksud dengan “Adaik nan sabana adaik” adalah “Indak lapuak dek
hujan, indak lakang dek paneh” - Tidak lapuk karena hujan, dan tidak lekang
karena panas”. Hal ini biasanya disebut “cupak usali”, yaitu
ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari
Tuhan Yang Maha Kuasa yang terdapat di alam lingkungan hidup ciptaan-Nya
disebut ayat-ayat Kauniyah. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya
berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam (ayat Kauniyah, disamping
ayat Qauliyah yang terdapat dalam Kitabullah – Al-Qur’an), maka adat
Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada.
(5) Pandangan Terhadap Sesama
D
|
alam hidup bermasyarakat, orang
Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter
atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo
randah, tagak samo tinggi” – Duduk sama rendah, tegak (berdiri) sama tinggi.
Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat komunal dan
kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan
mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi.
Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak,
yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang
dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh
orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal.
Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan
Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai
yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu,
lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau.
Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang
lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang
saling berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan
sehingga terdapat kebersamaan.
Dikatakan dalam mamangan* adat:
“Nan
buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan
kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan
barundiang”.
* Catatan:
Cupak
buatan yang melukiskan hukum sesama manusia disebut "pituah", sedang hukum manusia dengan masyarakatnya
disebut "mamangan". Lengkapnya akan hal ini akan dibahas
tersendiri
Hanya fungsi dan peranan seseorang itu
berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah
dihargai karena semuanya saling isi mengisi. Saling menghargai agar terdapat
keharmonisan dalam pergaulan, adat menggariskan:
“nan
tuo dihormati,
samo
gadang baok bakawan,
nan
ketek disayangi”.
Kedatangan agama Islam di ranah Minang membuat konsep pandangan terhadap
sesama lebih dipertegas lagi.
Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong
mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan
pada struktur sosial matrilinial (garis
keturun ibu) yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai
kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil
menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara
harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk
selalu bersifat dinamis.
Demikianlah uraian nilai-nilai dasar adat Minangkabau yang terdiri dari
ruang lingkup hidup dari falsafah hidup orang Minang yang terdiri dari (1)
Pandangan Terhadap Hidup; (2) Pandangan Terhadap Kerja; (3) Pandangan Terhadap
Waktu; (4) Hakekat Pandangan Terhadap Alam; (5) Pandangan Terhadap Sesama,
seperti yang telah diuraikan itu. □ AFM
Bersambung ke: Falsafah AdatMinangkabau 3