Tuesday, August 1, 2017

Falsafah Adat Minangkabau 2





NILAI DASAR ADAT MINANGKABAU


S
ebuah nilai adalah sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.

   Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia.

   Nilai Dasar Adat Minangkabau yang akan dibahas disini adalah: (1) Pandangan Terhadap Hidup; (2) Pandangan Terhadap Kerja; (3) Pandangan Terhadap Waktu; (4) Hakekat Pandangan Terhadap Alam; (5) Pandangan Terhadap Sesama.

   Mari kita lihat satu persatu apa yang dimaksudkan dari masing-masing rincian nilai dasar adat Minangkabau ini.


(1) Pandangan Terhadap Hidup

T
ujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah:

Gajah mati maninggakan gadiang
Harimau mati maninggakan balang
Manusia mati maninggakan namo

Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang materi saja, tetapi juga nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu semasa hidup bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat menunjuk mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku.

Ungkapan adat juga mengatakan:

“Pulai batingkek naiek maninggakan rueh jo buku,
manusia batingkek turun maninggakan namo jo pusako”.

   Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan orang Minangkabau.

   Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis dan kreatif.


(2) Pandangan Terhadap Kerja

S
ejalan dengan makna hidup bagi orang Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh”(hilang warna karena penyakit, hilsng bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.

   Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:

Kayu hutan bukan andaleh - Kayu hutan bukan andalas
Elok dibuek ka lamari - Elok dibuat untuk lemari
Tahan hujan barani bapaneh - Tahan hujan berani berpanas
Baitu urang mancari rasaki - Begitu orang mencari rezeki

Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.

   Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam yang disabdakan Nabi saw:

“‘i’mallidunyaka kānaka tamūsu abada, wa’mal li akhiratika tamūtu ghada”

Artinya: Jadi masyarakat dituntut bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati besok.


(3) Pandangan Terhadap Waktu

B
agi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya serta bekal apa yang dibawa sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk sesuatu yang bermakna, sebagaimana dikatakan pepatah:

“Duduak marauik ranjau, tagak maninjau jarah”.

Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarah merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang.

Maliek contoh ka nan sudah.

Bila masa lalu tak menggembirakan dia akan berusaha  memperbaikinya.

   Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang.


Sedangkan mengingat masa depan adat berfatwa:

“bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”.

Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau.


(4) Hakekat Pandangan Terhadap Alam

A
lam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.

   Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa: “Alam nan takambang jadikan guru” - Alam hendaklah dijadikan guru (dan pelajaran).

   Yang dimaksud dengan “Adaik nan sabana adaik” adalah “Indak lapuak dek hujan, indak lakang dek paneh” - Tidak lapuk karena hujan, dan tidak lekang karena panas”. Hal ini biasanya disebut “cupak usali”, yaitu ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang terdapat di alam lingkungan hidup ciptaan-Nya disebut ayat-ayat Kauniyah. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam (ayat Kauniyah, disamping ayat Qauliyah yang terdapat dalam Kitabullah – Al-Qur’an), maka adat Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada.


(5) Pandangan Terhadap Sesama

D
alam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo randah, tagak samo tinggi” – Duduk sama rendah, tegak (berdiri) sama tinggi.

   Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat komunal dan kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi.

   Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal.

   Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu, lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau.

   Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan sehingga terdapat kebersamaan.

Dikatakan dalam mamangan* adat:

“Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang”.

* Catatan:

Cupak buatan yang melukiskan hukum sesama manusia disebut "pituah", sedang hukum manusia dengan masyarakatnya disebut "mamangan". Lengkapnya akan hal ini akan dibahas tersendiri


Hanya fungsi dan peranan seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah dihargai karena semuanya saling isi mengisi. Saling menghargai agar terdapat keharmonisan dalam pergaulan, adat menggariskan:

“nan tuo dihormati,
samo gadang baok bakawan,
nan ketek disayangi”.

   Kedatangan agama Islam di ranah Minang membuat konsep pandangan terhadap sesama lebih dipertegas lagi.

   Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial matrilinial (garis keturun ibu) yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis.

   Demikianlah uraian nilai-nilai dasar adat Minangkabau yang terdiri dari ruang lingkup hidup dari falsafah hidup orang Minang yang terdiri dari (1) Pandangan Terhadap Hidup; (2) Pandangan Terhadap Kerja; (3) Pandangan Terhadap Waktu; (4) Hakekat Pandangan Terhadap Alam; (5) Pandangan Terhadap Sesama, seperti yang telah diuraikan itu. AFM