Saat kanak-kanak, Dullah merebut ikan hasil pancingan Siti.
Bukannya takut, Siti malah menantang duel. “Ikan ini kudapat dari hasil
keringatku. Ini hakku. Kau tak boleh merampasnya. Selangkah aku tak surut
menghadapimu! Tarung kita?”
Inilah
kisah dari Minangkabau. Tentang perempuan cantik yang memimpin Perang Belasting
seabad silam. Perang ini membuat Belanda kalang kabut; 53 dari 55 serdadu
Belanda yang bermarkas di Benteng Nagari Manggopoh meregang nyawa.
Pendahuluan
A
|
da yang tidak tersiarkan dengan semestinya
-karena kini memperingati Proklamasi Kemerdekaan Indonesia- dari catatan
sejarah Indonesia dalam memperjuangkan kebebasan (kemerdekaan) Indonesia dari
penjajahannya, yaitu seorang tokoh bernama Siti Manggopoh, 1880-1965). Nama
perempuan asal Minang ini memang tidak bergaung seperti R. A. Kartini dari
Jepara, Jawa Tengah. Atau Cut Nyak Din dari Aceh yang berani
mempertaruhkan nyawa dalam cinta tanah air dan agama. Bahkan mungkin orang
lebih mengenal Rochana Koeddoes, pejuang hak-hak perempuan di Padang, Sumatera
Barat.
Namun kalau dilihat dari catatan perjalanan hidup dan sepak terjang Siti
Manggopoh tidak kalah dari ketiga pendekar tersebut. Dalam kelemah lembutannya
sebagai perempuan Minang, ia mampu menunjukkan peran perempuan di tengah
dominasi laki-laki yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Ia siap mengorbankan
nyawa dalam beberapa pertempuran melawan penjajah Belanda.
Teriakan takbir “Allahu Akbar” selalu berkumandang untuk mengobarkan
semangat perjuangan pasukan yang dipimpinnya, yang semuanya laki-laki. Karena “keperkasaan
perjuangannya” itulah, masyarakat Minang Menggelarinya “Singa Betina
Manggopoh”. Dialah satu-satunya “Singa Betina dari Minangkabau”, karena tak ada
perempuan seberani dia dalam merintis kemerdekan di Sumatera Barat.
Padahal
jika ditelusuri lagi, Siti Manggopoh merupakan pahlawan perempuan dari
Minangkabau yang mampu mempertahankan marwah bangsa, adat, budaya dan agamanya.
Bagaimana tidak, Siti Manggopoh tercatat pernah melakukan perlawanan terhadap
kebijakan ekonomi Belanda melalui perpajakan (belasting) yaitu memajaki warga Minang
di negeri Minang sendiri oleh dan demi kepentingan penjajah. Saat itu Siti
Manggopoh perempuan pejuang dari desa kecil terpencil di Kabupaten Agam,
Sumatera Barat muncul sebagai perempuan dengan semangat perlawanan terhadap
penjajah yang terjadi di negeri ini.
Riwayat Siti Manggopoh
P
|
erempuan Minang ini memiliki nama Siti. Ia lahir
bulan Mei tahun 1880. Nama Manggopoh dilekatkan pada dirinya, karena ia
terkenal berani maju dalam perang Manggopoh. Manggopoh itu sendiri merupakan
nama negerinya (kampung tempat tinggalnya).
Siti
merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Kelima kakaknya dengan senang hati
menyambut kelahiran Siti, karena Siti adalah anak perempuan pertama sekaligus
terakhir yang dilahirkan dalam keluarga mereka. Kelima kakak laki-laki Siti pun
selalu mengusung Siti ke mana-mana. Ia membawa Siti ke pasar, ke kedai, ke
sawah, dan bahkan ke gelanggang persilatan.
Siti
pun pernah bermain sangat jauh dari kenagarian Manggopah, bahkan sampai ke daerah
Tiku, Pariaman. Tak hanya itu, ketika kakaknya belajar mengaji ke surau, Siti
juga di ajak dan mengecap pendidikan surau. Sebagai perempuan Minang, Siti
memiliki kebebasan. Ia membangun dirinya secara fisik dan mental serta rohani. Ia
belajar mengaji, bapasambahan dan juga persilatan. Sifat dan pengalaman seperti
itulah kiranya yang menyebabkan Siti berani maju ke medan perang untuk melawan
penjajah Belanda di negerinya.
Siti Menikah
S
|
iti menikah dengan Rasyid. Pernikahan mereka
ternyata tidak membuat Siti terikat dengan tugas perempuan di dalam rumah
tangga saja. Justru bersama suaminya Rasyid, Siti memiliki semangat dan arah
perjuangan yang setujuan. Mereka bahu membahu berusaha keras melepaskan
penderitaan rakyat Minangkabau. Kesadaran ini muncul ketika Siti dan Rasyid
merasakan bahwa telah terjadi penindasan di negerinya oleh pemerintah kolonial Kerajaan
Belanda yang disebutnya Hindia Belanda.
Dari
catatan yang ada, meski sebagai seorang tokoh pun ternyata Siti pernah
mengalami konflik batin ketika akan mengadakan penyerbuan ke benteng Belanda.
Konflik dengan rasa keibuan yang
mesti menyusui anaknya yang masih usia kecil, padahal disatu sisi, ia merasa
sebuah panggilan jiwa untuk melepaskan rakyat dari kezaliman Belanda. Namun,
ia segera keluar dari konflik bathin itu dengan memilih panggilan jiwa untuk
membantu rakyat.
Inilah
catatan untuk Siti Manggopoh. Ia pun kembali memunaikan tanggungjawabnya
sebagai seorang ibu setelah melakukan penyerangan. Catatan lagi menyatakan
bahwa Siti pernah membawa anaknya, Dalima, ketika melarikan diri ke hutan
selama 17 hari, dan selanjutnya dibawa serta ketika ia ditangkap dan dipenjara
14 bulan lamanya di Lubuk Basung, 16 bulan di Pariaman, dan 12 bulan di Padang.
Perempuan Minangkabau pemberani yang bertaruh mengikut sertakan anaknya
ke medan perang, karena kondisi fisik anaknya yang masih kecil - perlu perawatan orang tuanya.
Penerapan Pajak Langsung (Balesting)
P
|
enerapan Pajak - Belasting merupakan tindakan
pemerintah Belanda yang menginjak harga diri bangsa Minangkabau. Rakyat
Minangkabau merasa terhina ketika harus mematuhi peraturan untuk membayar pajak
tanah (dan pajak lainnya) yang dimiliki secara turun temurun. Apalagi peraturan pemungutan pajak
(belasting) langsung ini dianggap bertentangan dengan adat Minangkabau. Di
Minagkabau, tanah adalah kepunyaan komunal menurut adat Minangkabau yang sudah turun
temurun sampai saat ini.
Kesewenang-wenangan
Belanda dalam memungut pajak di tanah kaum sendiri, membuat rakyat Minangkabau
melakukan perlawanan. Perlawanan tersebut juga tidak dilupakan oleh Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda mengirimkan marechaussee
(marsose), karena adanya sebuah gerakan yang dilakukan Siti Manggopoh pada
tanggal 16 Juni tahun 1908. Belanda sangat kewalahan menghadapi Siti Manggopoh
pada saat itu, bahkan ia meminta bantuan kepada serdadu Belanda yang berada
diluar nagari Manggopoh. Bermula perang di mulai di Kamang (16 kilo meter dari
Fort de Kock - Bukittinggi, kemudian berlanjut di Manggopoh, Lintau Buo dan
daerah-daerah lainnya.
Siti
Manggopoh memang membangun diri dan keberanian (tomb boy) serta kecerdasannya sejak dari kecil. Bakat lahiriah inilah
yang muncul ketika menyusun siasat yang diatur sedemikian rupa olehnya. Dia dan
beberapa pasukannya berhasil menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng. Siti
memanfaatkan naluri keperempuanannya secara cerdas untuk mencari informasi
kekuatan Belanda tanpa hanyut dibuai rayuan mereka.
Pembantaian Tentara Belanda
D
|
i markas benteng Belanda di Manggopoh, sewaktu
tentara Belanda sedang mengadakan pesta judi dan mabuk-mabukkan, masuklah
seorang wanita cantik yang sebenarnya adalah Siti – buruan pemberontak yang
paling di cari tentara Belanda. Siti langsung membaur dengan tentara yang
sedang mabuk itu.
Karena
kelelahan dan teller akibat minuman keras itu, akhirnya puluhan tentara Belanda
terkapar tak sadarkan diri, melihat peluang tersebut Siti segera memberi isyarat
kepada para pejuang yang sudah menunggu di luar benteng untuk segera masuk dan
menyerangnya.
Para
pejuang merebut benteng (markas) Belanda yang sebelumnya membantai dulu puluhan
serdadu Belanda. Tercatat dari 55 serdadu Belanda, 53 orang tewas, dan 2 orang
berhasil melarikan diri dalam keadaan terluka parah ke Lubuk Basung.
Dalam
Perang Manggopoh ini, Siti memenangkan pertarungan dengan Belanda. Ia berhasil
menyelamatkan bangsanya dari penjajahan. Oleh sebab itu, sejarawan Minangkabau
mencatat Siti Manggopoh sebagai satu-satunya perempuan Minangkabau yang berani
melancarkan gerakan sosial untuk mempertahankan nagarinya terhadap penjajah
asing. Bahkan tidak jarang gerakan yang dilancarkannya secara fisik.
Perebutan
benteng akhirnya dikuasai pihak pejuang ini. Kemudiannya menyulut menjadi
Perang Manggopoh yang lebih intens lagi oleh Belanda dengan dibantu serdadu Belanda dari luar Manggopo. Tujuh dari pejuang tewas
dan 7-nya lagi tertangkap hidup-hidup oleh Belanda termasuk Siti Manggopoh dan suaminya. Kemudian
Siti bersama sang suami, Rasyid Bagindo Magek, dipenjarakan serdadu Belanda.
Namun, lantaran mempunyai bayi, Siti terbebas dari hukuman sebagaimana biasanya,
yaitu pembuangan ke daerah lainnya. Siti Manggopoh meninggal di usia 85 tahun,
pada tanggal 20 Agustus 1965 di Kampung Gasan Gadang, Kabupten Agam, Sumatera
Barat.
Usulan Menjadi Pahlawan Nasional
S
|
emasa zaman penjajahan Belanda, banyak sudah
pahlawan nasional yang turut serta membela negara ini. Kendati begitu, ada juga
pejuang yang tak dikenal sama sekali. Boleh jadi, lantaran itu pula Pemerintah
Daerah Propinsi Sumatera Barat dan DPRD setempat, baru-baru ini, kembali
mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, supaya Mandeh Siti Manggopoh atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Siti Manggopoh, dinobatkan sebagai pahlawan
nasional. Alasannya, perempuan ini terbukti amat ditakuti Belanda lantaran
pernah menaklukan benteng sang penjajah dari inisiatifnya seorang diri (yang
dibantu oleh lasykar pejuang lainnya seperti yang telah disebutkan) di
Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Penutup
D
|
alam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, nama
Siti Manggopoh memang tidak pernah muncul ke permukaan. Lantaran itu pula,
sejarah pejuang perempuan yang satu ini hanya diketahui sebagian masyarakat
Sumatera Barat. Namun masyarakat setempat masih menghargainya, terbukti lewat
peringatan 93 tahun (pada tahun 2014) Perang Manggopoh, yang sekaligus menjadi
momentum peresmian Monemen Siti Manggopoh yang didirikan tahun 2014.
Dia
dinobatkan oleh Satria Muda Indonesia sebagai pendekar silat Minang. Gelar
tersebut sebagai penghormatan terhadap kiprah Siti yang juga dikenal sebagai
pesilat tangguh sejak remaja. Selain itu, Siti juga membangun gelanggang
persilatan di Tanah Nagari Manggopoh.
Pada bulan Juni tahun 1908 jam 12.00 mereka bersama Dalima anaknya dalam
gendongan Siti, diangkut ke Lubuk Basung dengan pengawalan ketat pasukan serdadu
Belanda. Ternyata orang tua dan anak sulung mereka, Yaman, sudah lebih dulu berada
di sana. Meski sudah menyerah, Siti masih saja menunjukkan keperkasaannya sebagai
pahlawan. Menjawab interogasi petugas kolonial Belanda, dengan lantang ia
menyatakan tidak takut dihukum gantung. Saya menyerang markas dan membunuh
serdadu Belanda, karena Belanda telah melanggar adat dan agama warga Manggopoh,”
katanya. “Saya peringatkan pula agar serdadu-serdadu Belanda tidak lagi merendahkan
martabat perempuan Minang yang sangat ditinggikan di masyarakatnya,” lanjutnya.
Menyaksikan keberanian perempuan itu, interogator kolonial Belanda itu
geleng-geleng kepala. Akhirnya untuk sementara mereka ditahan di Lubuk Basung.
Setelah mendekam di tahanan selama 14 bulan di Lubuk Basung, mereka
dipindahkan ke penjara Pariaman, dan 18 bulan kemudian mereka dipindahkan lagi
ke penjara Padang. Setelah 12 bulan di penjara di Padang, Rasyid dibuang ke
Manado, Siti yang juga minta dibuang bersama suaminya ke Manado, malah
dibebaskan dengan alasan punya anak kecil. Sejak saat itulah tak terdengar lagi
genderang perang di Manggopoh. Siti tinggal di rumah mengasuh anaknya, Dalima,
yang tak lama kemudian meninggal.
Pada tahun 1960, Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal Nasution
menyampaikan penghargaan kepada Siti, bertempat di Balai Nagari. Nasution
mengalungkan penghargaan Negara dan Rakyat atas keperkasaan Singa Betina dari Sumatera
Barat itu.
Sang Jenderal bahkan sempat membopong dan
mencium wajah tua Siti, yang di hari-hari tuanya sering dipanggil “Mande (Ibu)
Siti”. Ketika usianya mencapai 78 tahun, tubuhnya semakin lemah, sementara
matanya mulai rabun. Namun akhirnya pada tahun 1964 harapan masyarakat
Manggopoh terwujud juga. Pemerintah RI menggelari Siti sebagai Pahlawan Perintis
Kemerdekaan RI.
Dan setahun kemudian, tepatnya 22 Agustus 1965, sang pahlawan pun wafat
dalam usia 85 tahun di rumah salah seorang cucunya di kampung Gasan, Kabupaten
Agam. Almarhumah dimakamkan di taman Makam Pahlawan Padang.
Riwayat perjuangan Singa Betina yang gagah berani itu tersimpan di
museum Adityawarman dan Gedung Wanita Rochana Koeddoes, Padang. Siti telah
berjuang, Siti telah tiada, tapi sosok kepahlawanan dan perjuangannya tetap
dikenang sepanjang masa. □ AFM
Bahan Penulisan:
□http://coretananakminang.blogspot.com/2014/03/siti-manggopoh-singa-betina-dari-minang.html □http://www.berdikarionline.com/siti-manggopoh-dan-perang-belasting/
□https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Belasting, □ dan
sumber-sumber lainnya. □□□