Saturday, July 9, 2016

Indonesia tak Akan Jadi Kekuatan Baru di Asia?





Kata Pengantar


Menyakitkan memang, namun prediksi Prof Robison ini layak untuk direnungkan baik-baik. [Prof Saafroedin Bahar] [1]


Dibalik pernyataan ini sebenarnya “Indonesia akan menjadi kekuatan baru di Asia maupun pentas Internasional”. Gejala ini tampak sejak adanya Konperensi Asia Afrika dan pembentukan Non Blok (salah satu motornya adalah Indonesia) ketika perang dingin berkecamuk. Potensi ini sudah dibaca Dunia. Setelah itu Indonesia "dikerjain" dan puncaknya kini "diobok-obok" dengan teknik lama tapi efektif buat Indonesia yaitu "devide et impera". Puncaknya sekarang ini dan berhasil (?). Oleh karena itu keluar pernyataan "Prediksi Pakar Australia" di bawah. Karena prediksi pakar tersebut adalah prediksi manusia, maka nasib manusia itu tidak ditentukan oleh manusia yang membuat prediksi tersebut. Others wise bergantung kepada manusia Indonesia sendiri mau seperti itukah? Berfirman Allah - Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama Pancasila menyebutkan:


"Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri" [QS Al-Anfaal 8:53].

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu kaum sebelum mereka merubah keadaannya (nasibnya) sendiri [QS Ar-Ra’d 13:11]


Jadi tergantung kepada manusia Indonesia sendiri. Syaratnya Kepemimpinan Nasional yang ada mesti orang kuat, intelektual, negarawan, bekerja untuk memajukan bangsa dalam NKRI yang sesuai dengan falsafah para pejuang kemerdekaan RI, mampu membangun kesejahteraan rakyat dan mempunyai kepiawaian dalam menjaga secara bijak kesatuan rakyat dalam NKRI.  Jadi berpulang kepada kepemimpinan nasional, pakar hukum yang berintegritas, partai politik, para pemuka agama, warga rakyat Indonesia sendiri mengingat tujuan perjuangan para pelaku pejuang kemerdekaan Indonesia dalam menentang dan membebaskan penjajahan tanah tumpah darah Indonesia. □ AFM



Pakar Australia Prediksi Indonesia tak
Akan Jadi Kekuatan Baru di Asia


I
ndonesia tidak akan menjadi kekuatan baru, baik di Asia maupun di pentas internasional sebagaimana banyak diperkirakan selama ini. Tidak terlihat adanya intensi dan kapasitas pemimpin politik dan ekonomi untuk memproyeksikan kekuatan Indonesia keluar. Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari kuliah umum Professor (emeritus) Richard Robison di kampus Melbourne University, Selasa (5/7/2016) malam. Kegiatan ini dilaksanakan mahasiswa asal Indonesia pada Melbourne University dipandu oleh dosen Melbourne University Prof. Vedy R. Hadiz.

Prof. Richard terkenal dengan karya-karyanya mengenai ekonomi politik Indonesia, di antraranya “Indonesia: The Rise of Capital” dikenal sebagai buku referensi yang berpengaruh. Dalam pemaparannya, Prof Richard mengkritisi anggapan populer saat ini mengenai “kebangkitan Indonesia” sebagai kekuatan regional dan internasional.

Banyak pakar berpendapat bahwa kebangkitan tersebut didorong kemampuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan keberhasilan melewati transisi demokrasi. Selain itu, Indonesia juga dipuji sebagai model bagaimana demokrasi berjalan di negara mayoritas Muslim.

Namun Prof. Richard mempertanyakan dasar-dasar pandangan tersebut. Disebutkan bahwa, kekuatan ekonomi dan sosial di Indonesia dibangun dengan cara yang tidak mensyaratkan proyeksi eksternal kekuatan negara.

Dikatakan, secara historis, konstalasi domestik kepentingan-kepentingan sosial cenderung menentukan, apakah proyeksi kekuatan negara diperlukan dalam kebangkitan negara-negara besar sebelumnya.

Dalam sesi diskusi, salah satu peserta menanyakan apakah Indonesia memang tidak memiliki intensi dan kapasitas untuk memproyeksikan kekuatan negara ke panggung internasional?

“Kita menyadari bahwa jika sebuah negara memproyeksikan kekuatannya ke panggung internasional, maka negara itu bisa menjadi negara yang kuat. Dan negara yang kuat itu diukur dari kemampuannya mempengaruhi the setting of rules dan seterusnya,” jelas Prof. Richard.

“Dalam realitasnya yang kita lihat adalah dua atau tiga blok dengan satu blok yang sangat dominan. Coba lihat Uni Eropa yang masih terus bertarung dengan AS dalam isu perdagangan dan hak cipta itelektual,” jelasnya. “AS benar-benar memegang hegemoni dalam bidang ini.”

Jadi kebanyakan negara, menurut Prof Richard, sangat sulit untuk bisa masuk dan mempengaruhi hal itu. “Yang paling bisa mereka lakukan adalah memenangkan perdebatan di forum ini atau di forum itu, dan mencoba menegosiasikan satu hal,” katanya.

Dia mengatakan, “pertarungan besar” berada di luar jangkauan kebanyakan negara, termasuk Indonesia.

“Inilah salah satu alasan mengapa kita melihat, argumen mengenai kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan baru Asia memiliki kelemahan. Indonesia mungkin memiliki intensi untuk menunjukkan pengaruhnya, tapi dalam bidang apa?” tanya Prof. Richard.

Menurut dia, tidak ada pengembangan suatu tujuan yang jelas untuk misalnya mengekspor keahlian tertentu.

“Saya berpendapat bahwa tidak adanya intensi ini karena tidak ada desakan dari dalam, bisa dikatakan perekonomian domestik itu, semuanya menyangkut perdebatan mengenai deal-deal terbaik secara domestik semata-mata,” paparnya.

“Dan tentu saja tidak perlu dipertanyakan bahwa mereka tak memiliki kapasitas memproyeksikan kekuatan dirinya ke panggung internasional,” ujar Prof. Richard.


Kuliah umum dan diskusi yang berlangsung dua jam tersebut juga dihadiri Konsul Jenderal RI untuk Victoria dan Tasmania Dewi Wahab. Dalam diskusi, Konjen Dewi, menyatakan berbeda pendapat dengan pandangan Prof. Richard seraya mengajukan sejumlah contoh keberhasilan diplomasi RI di berbagai fora internasional.

Namun Prof. Richard menegaskan bahwa poin utama dari kuliahnya adalah pada dasar-dasar argumen tentang kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan baru, yang menurut Prof. Richard, sangat lemah.

Dia menyatakan tidak melihat adanya perencanaan maupun upaya sistematis secara domestik untuk memproyeksi kekuatan negara RI ke pentas internasional.

Prof. Richard kini merupakan professor emeritus pada Asia Research Centre di Murdoch University. Dia juga pernah menjabat Professor dan Direktur Australian Research Council’s Special Centre for Research on Politics and Society in Contemporary Asia. []


Catatan Kaki:
[1]https://www.facebook.com/saafroedin.bahar1/posts/1374371199255993

Sumber:
METRO TV NEWS | AUSTRALIA PLUS
http://www.repelita.com/pakar-australia-prediksi-indonesia-tak-akan-jadi-kekuatan-baru-di-asia/ [][][]

Sunday, July 3, 2016

Ramadan di Negeri Bavaria Jerman






M
enunaikan puasa Ramadhan di Eropa gampang-gampang sulit, tutur sebagian orang. Sebenarnya bagaimana realita dan nuansa Ramadhan di benua berpenduduk minoritas Muslim itu? Apa ada yang menarik ditelusuri saat Ramadhan menyapa mereka? Serangkaian pertanyaan yang kerap sekali terlontar. Yang jelas keheningan kerap mewarnai sejumlah negara Eropa selama bulan puasa. Kumandang azan shalat tak pernah terdengar menggema dari lorong-lorong kota, apalagi tradisi tadarus seperti di Tanah Air. Pasalnya mayoritas non-Muslim merasa tak terbiasa dengan suara-suara itu, demi menjaga keharmonisan. Setiap Muslim di Eropa selalu membekali diri mereka dengan jadwal pribadi.

Jerman salah satu dari sekian banyak negara di Eropa Tengah yang menerapkan aturan itu, kejelian dan kecermatan setiap Muslim mengamati waktu shalat dan berbuka memang dituntut. Mereka yang berdomisili di negara empat musim ini, kerap berjibaku dengan pergantian waktu. Kelengahan akan menjadi faktor utama amburadulnya aktifitas harian di sana.

Belum ada satu pun lembaga yang menghitung secara pasti berapa jumlah kaum Muslimin di Jerman. Ada yang mentaksir sekitar 4 juta Muslim di sana, dari 88 juta total jumlah penduduk asli Jerman. Mayoritas bertempat tinggal di kota Berlin dan Hamburg. Pemandangan di dua kota itu sarat akan nuansa keIslaman. Para Muslimah yang berdomsili di kota itu saat beraktivitas di luar rumah selalu mengenakan jilbab dan perangkat Islam lainnya. Tentu nuansa itu akan sangat mengental seiring datangnya bulan Ramadhan.

Menjalankan puasa di tanah air Michael Ballack, tentu sangat berbeda dengan negara yang mayoritas Islam. Antusias dan jamaah yang memadati Islamic Center, aula, dan masjid-masjid yang tersebar di seantero negeri. Ada bimbingan membaca Al-Qur’an, pendalaman materi keIslaman. Maklum, Ramadhan adalah momentum yang sangat dinanti-nanti.

Terlebih lagi jika Ramadhan jatuh pada musim Panas. Dengan sendirinya durasi puasa lebih panjang daripada biasanya. Ketika puasa jatuh pada musim Panas, kesabaran dan tidak banyak mengeluh menjadi solusi tersendiri. Durasi puasa sekitar 18 jam sangat menguji keimanan mereka. Waktu sahur terkadang dimulai pukul 2.30 dini hari berakhir pada jam 20.30. Mahasiswa Indonesia yang tengah mendulang ilmu disana punya tip tersendiri menyiasati lamanya durasi puasa. Untuk menjaga stamina supaya tetap fit selama puasa, mereka biasanya mengkonsumsi buah-buahan lebih banyak. Sehingga cairan dalam tubuh seimbang.

Umat Islam Jerman yang serempak melaksanakan puasa, mendorong pengurus masjid mempersiapkan kegiatan Ramadhan lebih awal. Seperti penentuan kepanitian selama Ramadhan, penceramah, dan perlombaan untuk menyemarakkan kedatangan bulan rahmat itu. Masjid-masjid di Jerman lebih identik dengan ras bangsa. Corak masjid terbagi kepada dua bagian; masjid Turki dan Arab.

Untuk berbuka puasa kebanyakan masjid-masjid yang di Jerman menyediakan bermacam menu ifthar untuk para shaimin (pelaku puasa). Kendatipun ada beberapa masjid yang hanya menyediakan makanan ifthar pada akhir minggu saja. Anda yang ingin melakukan safari Ramadhan ke negeri yang beribukota Berlin ini tidak perlu cemas, toko-toko Asia banyak tersebar di sepanjang kota. Jika tidak sempat menikmati menu buka puasa di masjid, Anda akan dengan mudah mendapat makanan dan masakan siap saji yang dijamin halal. Dengan harga yang bervariasi tergantung isi kocek Anda.

Ketika anda berbuka puasa di masjid jangan terkejut jika porsi yang diberikan kepada anda terlalu besar. Maklum porsi makan saudara-saudara kita yang Turki dan Arab tentu lebih banyak daripada orang Asia. Agar tidak mubazir, sebagian orang Asia kerap meminta menu makanan untuk porsi anak-anak.

Jika pandai menyiasati berbuka puasa di Jerman memiliki khas tersendiri, bisa menghilangkan rasa jenuh dan bosan. Dengan mencicipi berbagai menu khas dari berbagai negara. Anda bisa secara bergantian mendatangi masjid-masjid yang tersebar di berbagai kota di Jerman. Di kota Berlin saja terdapat masjid milik orang Turki, Palestina, Bosnia, Pakistan dan lain-lain. Selain dapat menyantap hidangan khas mereka, sambil berbuka Anda juga dapat menjalin silaturahim dengan saudara-saudara Muslim dari mancanegara.

Di kota Berlin terdapat satu masjid milik masyarakat Indonesia, masjid itu diberi nama Al-Falah. Setiap Ramadan datang, masjid Al-Falah ini dihiasi aksesoris lampu yang khas. Pengurus masjid menyiapkan berbagai acara untuk semua kalangan. Tujuannya merangsang anak-anak agar betah di masjid, agenda juga diprioritaskan bagi kalangan dewasa. Yang lebih mengasyikkan lagi, selama Ramadhan penceramah yang memberikan siraman rohani didatangkan langsung dari Tanah Air atau mahasiswa yang tengah belajar di Timur Tengah. Momen ini tentu sangat urgen, untuk berdialog, sharing ide, tukar informasi seputar materi keislaman.

Jumlah masjid di Jerman yang masih terbatas membuat sebagian umat Islam melaksanakan tarawih di rumah bersama keluarga. Kendatipun demikian, bagi mereka yang rindu kebersamaan dan lantunan ayat suci Al-Qur’an dari imam yang banyak didatangkan dari Timur-Tengah. Jadi, mereka bisa dengan melaksanakan berjamaah di masjid atau aula yang dijadikan tempat shalat. Walaupun penuh sesak, tidak menjadi masalah yang terpenting hati mereka merasa sejuk dan lapang dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an.

Kalau ingin sahur, Anda tidak atau jangan terlalu berharap akan dibangunkan layaknya himbauan sahur masjid-masjid di kampung, Indonesia, sebab Anda tidak akan mendengar seruan menyantap hidangan sahur atau isyarat lain. Biasanya kaum Muslimin di Jerman mengatur jadwal sahur sendiri-sendiri. Beda kalau hidup di mayoritas non-muslim untuk bisa beribadah dengan tepat waktu dan konsisten, untuk itu setiap orang masing-masing dituntut untuk tanggap, cermat dan selalu mengamati.[]

Kiriman dari: Owen Putra, Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo

Sumber:

http://www.eramuslim.com/ramadhan/ramadhan-mancanegara/nuansa-ramadan-di-negeri-bavaria-jerman.htm#.V3memRK_qUk[][][]

Berbuka Puasa Gratis di Kota Tua Yerusalem.





B
erbuka Puasa Gratis di Palestina, karena Penduduk Muslim Palestina  tengah menghadapi kesulitan ekonomi, khususnya di Kota Tua Yerusalem. Di Masjid Ibrahim, Hebron, sekitar pintu masuk ke “Takeyat Ibrahim”, banyak dipenuhi dengan orang-orang datang untuk mendapatkan hidangan untuk  berbuka puasa Ramadhan.

“Saya di sini untuk alasan yang sama seperti orang-orang lain. Jika saya tidak membutuhkan makanan maka saya tidak akan berada di sini. Karena situasi yang buruk di sini, dan kita tidak selalu bisa mendapatkan makanan dalam situasi yang sulit di rumah”, kata Um Mohammed, salah satu pengunjung.

Di dapur, para relawan menyiapkan makanan dalam panci besar, mengisi wadah dengan ayam dan kacang polong. Mereka bekerja cepat untuk mengatasi meningkatnya permintaan untuk berbuka puasa.

“Jumlah makanan dari awal bulan Ramadhan tidak konsisten, tapi setidaknya kita siapkan antara 2500 dan 3000 keluarga setiap hari,” kata Ammar Al-Khatib, Pengawas Masjid Abrahimi Charity.

Banyak aktifitas amal di wilayah ini menawarkan makanan berbuka gratis selama bulan suci Ramadhan.

Organisasi “Takeyat Hasseki Sultan”, aktifitas amalnya telah berlangsung selama ratusan tahun, aktifitas amal mereka yang didorong adanya kesulitan ekonomi di kota tua Yerusalem. Aktifitas amal ini memainkan peran kunci dalam mengurangi penderitaan kaum muslimin di sana, dalam situasi ekonomi dan kehidupan yang buruk  bagi komunitas Muslim di Tanah Suci, dan khususnya mereka yang tinggal di Kota Tua Yerusalem,” kata Sheikh Azzam Khatib Al, Direktur Yerusalem Wakaf Islam.

Badan amal ini berakar pada era kekuasaan Turki Ottoman, dan menurut mereka, organisasi  ini didirikan pada 1552.

Dan pada Ramadhan tahun ini organisasi "Takeyat Hasseki Sultan", dalam amal buka puasa gratis ini mendapatkan sumbangan pendanaan khusus dari putri Emir Abu Dhabi, Shamsa bin Zayed Al Nahyan. (Arby/KH)[]

Sumber:

http://www.eramuslim.com/ramadhan/ramadhan-mancanegara/berbuka-puasa-gratis-di-palestina-di-tengah-kesulitan-ekonomi-di-kota-tua-yerusalem.htm#.V3mTaBK_qUk