M
|
enunaikan
puasa Ramadhan di Eropa gampang-gampang sulit, tutur sebagian orang. Sebenarnya
bagaimana realita dan nuansa Ramadhan di benua berpenduduk minoritas Muslim
itu? Apa ada yang menarik ditelusuri saat Ramadhan menyapa mereka? Serangkaian
pertanyaan yang kerap sekali terlontar. Yang jelas keheningan kerap mewarnai
sejumlah negara Eropa selama bulan puasa. Kumandang azan shalat tak pernah
terdengar menggema dari lorong-lorong kota, apalagi tradisi tadarus seperti di
Tanah Air. Pasalnya mayoritas non-Muslim merasa tak terbiasa dengan suara-suara itu, demi menjaga keharmonisan. Setiap Muslim di Eropa selalu membekali diri mereka
dengan jadwal pribadi.
Jerman
salah satu dari sekian banyak negara di Eropa Tengah yang menerapkan aturan
itu, kejelian dan kecermatan setiap Muslim mengamati waktu shalat dan berbuka
memang dituntut. Mereka yang berdomisili di negara empat musim ini, kerap
berjibaku dengan pergantian waktu. Kelengahan akan menjadi faktor utama
amburadulnya aktifitas harian di sana.
Belum
ada satu pun lembaga yang menghitung secara pasti berapa jumlah kaum Muslimin
di Jerman. Ada yang mentaksir sekitar 4 juta Muslim di sana, dari 88 juta total
jumlah penduduk asli Jerman. Mayoritas bertempat tinggal di kota Berlin dan
Hamburg. Pemandangan di dua kota itu sarat akan nuansa keIslaman. Para Muslimah
yang berdomsili di kota itu saat beraktivitas di luar rumah selalu mengenakan
jilbab dan perangkat Islam lainnya. Tentu nuansa itu akan sangat mengental
seiring datangnya bulan Ramadhan.
Menjalankan
puasa di tanah air Michael Ballack, tentu sangat berbeda dengan negara yang
mayoritas Islam. Antusias dan jamaah yang memadati Islamic Center, aula, dan
masjid-masjid yang tersebar di seantero negeri. Ada bimbingan membaca Al-Qur’an,
pendalaman materi keIslaman. Maklum, Ramadhan adalah momentum yang sangat
dinanti-nanti.
Terlebih
lagi jika Ramadhan jatuh pada musim Panas. Dengan sendirinya durasi puasa lebih
panjang daripada biasanya. Ketika puasa jatuh pada musim Panas, kesabaran dan
tidak banyak mengeluh menjadi solusi tersendiri. Durasi puasa sekitar 18 jam
sangat menguji keimanan mereka. Waktu sahur terkadang dimulai pukul 2.30 dini
hari berakhir pada jam 20.30. Mahasiswa Indonesia yang tengah mendulang ilmu
disana punya tip tersendiri menyiasati lamanya durasi puasa. Untuk menjaga
stamina supaya tetap fit selama puasa, mereka biasanya mengkonsumsi buah-buahan
lebih banyak. Sehingga cairan dalam tubuh seimbang.
Umat
Islam Jerman yang serempak melaksanakan puasa, mendorong pengurus masjid
mempersiapkan kegiatan Ramadhan lebih awal. Seperti penentuan kepanitian selama
Ramadhan, penceramah, dan perlombaan untuk menyemarakkan kedatangan bulan
rahmat itu. Masjid-masjid di Jerman lebih identik dengan ras bangsa. Corak
masjid terbagi kepada dua bagian; masjid Turki dan Arab.
Untuk
berbuka puasa kebanyakan masjid-masjid yang di Jerman menyediakan bermacam menu
ifthar untuk para shaimin (pelaku puasa). Kendatipun ada beberapa masjid yang
hanya menyediakan makanan ifthar pada akhir minggu saja. Anda yang ingin
melakukan safari Ramadhan ke negeri yang beribukota Berlin ini tidak perlu
cemas, toko-toko Asia banyak tersebar di sepanjang kota. Jika tidak sempat
menikmati menu buka puasa di masjid, Anda akan dengan mudah mendapat makanan
dan masakan siap saji yang dijamin halal. Dengan harga yang bervariasi
tergantung isi kocek Anda.
Ketika
anda berbuka puasa di masjid jangan terkejut jika porsi yang diberikan kepada
anda terlalu besar. Maklum porsi makan saudara-saudara kita yang Turki dan Arab
tentu lebih banyak daripada orang Asia. Agar tidak mubazir, sebagian orang Asia
kerap meminta menu makanan untuk porsi anak-anak.
Jika
pandai menyiasati berbuka puasa di Jerman memiliki khas tersendiri, bisa
menghilangkan rasa jenuh dan bosan. Dengan mencicipi berbagai menu khas dari
berbagai negara. Anda bisa secara bergantian mendatangi masjid-masjid yang
tersebar di berbagai kota di Jerman. Di kota Berlin saja terdapat masjid milik
orang Turki, Palestina, Bosnia, Pakistan dan lain-lain. Selain dapat menyantap
hidangan khas mereka, sambil berbuka Anda juga dapat menjalin silaturahim
dengan saudara-saudara Muslim dari mancanegara.
Di kota
Berlin terdapat satu masjid milik masyarakat Indonesia, masjid itu diberi nama
Al-Falah. Setiap Ramadan datang, masjid Al-Falah ini dihiasi aksesoris lampu
yang khas. Pengurus masjid menyiapkan berbagai acara untuk semua kalangan.
Tujuannya merangsang anak-anak agar betah di masjid, agenda juga diprioritaskan
bagi kalangan dewasa. Yang lebih mengasyikkan lagi, selama Ramadhan penceramah
yang memberikan siraman rohani didatangkan langsung dari Tanah Air atau
mahasiswa yang tengah belajar di Timur Tengah. Momen ini tentu sangat urgen,
untuk berdialog, sharing ide, tukar informasi seputar materi keislaman.
Jumlah
masjid di Jerman yang masih terbatas membuat sebagian umat Islam melaksanakan
tarawih di rumah bersama keluarga. Kendatipun demikian, bagi mereka yang rindu
kebersamaan dan lantunan ayat suci Al-Qur’an dari imam yang banyak didatangkan
dari Timur-Tengah. Jadi, mereka bisa dengan melaksanakan berjamaah di masjid
atau aula yang dijadikan tempat shalat. Walaupun penuh sesak, tidak menjadi
masalah yang terpenting hati mereka merasa sejuk dan lapang dengan lantunan
ayat-ayat Al-Qur’an.
Kalau
ingin sahur, Anda tidak atau jangan terlalu berharap akan dibangunkan layaknya
himbauan sahur masjid-masjid di kampung, Indonesia, sebab Anda tidak akan
mendengar seruan menyantap hidangan sahur atau isyarat lain. Biasanya kaum
Muslimin di Jerman mengatur jadwal sahur sendiri-sendiri. Beda kalau hidup di
mayoritas non-muslim untuk bisa beribadah dengan tepat waktu dan konsisten, untuk
itu setiap orang masing-masing dituntut untuk tanggap, cermat dan selalu
mengamati.[]
Kiriman
dari: Owen Putra,
Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo
Sumber:
http://www.eramuslim.com/ramadhan/ramadhan-mancanegara/nuansa-ramadan-di-negeri-bavaria-jerman.htm#.V3memRK_qUk[][][]