Saturday, February 24, 2018

Pompeii Mengulangi Sejarah Kaum Luth






PENDAHULUAN


S
ebagai seorang Muslim kita sangat dianjurkan untuk mempelajari sejarah umat terdahulu yang diazab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena kedurhakaannya. Meski dianjurkan untuk dijadikan pelajaran, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar umatnya tidak berlama-lama berada di tempat di mana azab Allah pernah turun. Berikut ini di antara tempat yang diazab itu.

   Dua tembok dari situs Pompeii yang paling ramai dikunjungi wisatawan rubuh akhir tahun 2010, akibat curah hujan yang tinggi. Situs warisan dunia itu bercerita banyak tentang kehidupan bangsa Romawi.

Ketika Gunung Vesuvius mengalami letusan hebat pada pagi hari tanggal 24 Agustus tahun 79, penduduk kota Pompeii menjalani hari seperti biasanya. Pliny Muda (pejabat dan penyair Romawi) menceritakan kisah menyeramkan itu lewat surat-surat bersejarahnya.

Letusan berlangsung terus menerus selama 24 jam diiringi hujan debu, awan panas serta lava pijar. Awan panas yang muncul setelah kubah lava di lubang puncak gunung runtuh kemudian turun melaju ke daratan kaki gunung. Genangan lava panas yang cair ini memanggang dahsyat kota Pompeii, dan hujan yang berton-ton dalam bentuk abu vulkanik yang dimuntahkan dari gunung ini mengubur penduduk hidup-hidup. Keterkejutan terlihat jelas dalam ekspresi mayat-mayat yang kemudian membatu ini ditemukan di Pompeii. Usai bencana biasanya kota yang hancur dibangun kembali, tapi tidak demikian halnya dengan Pompeii.

   Sebelum hancur, kota itu adalah salah satu kota plesir bangsa Romawi. Letaknya di Semenanjung Napoli (Naples), Italy. Pompeii, yang merupakan simbol dari “degradasi akhlaq” yang dialami Kekaisaran Romawi, adalah pusat perzinaan dan homoseksual. Pesta seks di pemandian umum menjadi bagian dari gaya hidup mereka. Pemandian umum di Pompeii sudah ada jauh sebelum pemandian serupa yang ada di kota Roma. Dari lukisan dinding yang ditemukan di bangunan-bangunan Pompeii terlihat jelas kegilaan penduduknya akan seks.



KOTA POMPEII PADA ABAD I


K
ota Pompeii di Italia ini adalah kota terkaya di zaman itu. Sumber daya yang berlimpah dan kehidupan yang sangat megah. Setiap kemudahan dan kemewahan mengelilingi penduduk yang berada di kota dan sekitarnya. Kenyamanan ada di mana-mana, dan tidak seperti di kota-kota lainnya. Begitulah hidup bagi mereka yang tinggal di Pompeii, Italia pada akhir tahun 70. Bahkan ada pornografi serta hiburan berupa rumah bordil yang menyediakan setiap jenis selera seksual.

   Mereka bangun dari tidur, dan memulai hari mereka seperti biasa, kemudian duduk untuk makan siang pada tanggal 24 Agustus tahun 79 tidak tahu bahwa Gunung Vesuvius akan memulai suatu tirani letusan gunung berapi yang tidak akan berhenti selama 24 jam. Letusan ini tidak menyisakan seorangpun dari mereka yang tinggal di Pompeii, dan juga tidak menyisakan mereka yang tinggal di kota-kota kecil terdekat sekitarnya seperti Herculaneum dan Oplontis. Aliran lava dan awan pyroklastik (yang ditimbulkan gejolak lava dari meletusnya gunung berapi) yang sangat panas berlari menuruni gunung dengan kecepatan 100 mil perjam (160 kilometer perjam), mengubur semua orang yang berada di jalan-jalan dan rumah mereka yang dialiri lelehan lava panas, bahkan sebelum mereka bisa bereaksi, apalagi melarikan diri.

   Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung. Aktifitas yang dilakukan penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih tertinggal persis sama seperti ketika bencana tersebut terjadi dua ribu tahun yang lalu, seolah-olah waktu tidak bergeser dari tempatnya.


Pompeii Dijuluki Kota ‘Maksiat’

Hampir dua millenium raib, Pompeii secara tak sengaja ditemukan pada tahun 1748. Kala itu, sejumlah arkeolog mencari keberadaan artefak (peninggalan kuno) berharga dan harta karun di wilayah Campania, sebelah tenggara kota Napoli, Italia.

   Ketika itulah misteri hilangnya kota Pompeii selama ribuan tahun akhirnya terbongkar. Bahkan lebih mengejutkan adalah artefak yang ditemukan tidak hanya berupa tembikar dan barang kuno, tetapi juga puluhan jasad dalam kondisi dan posisi yang mengejutkan.

Ajaibnya, jasad-jasad ditemukan dalam kondisi utuh nyaris tanpa kerusakan. Kita bahkan bisa menyaksikan mimik wajah warga Pompeii yang ketakutan saat menghadapi maut. Mayat-mayat dengan segala pose itu mengeras dan terawetkan yang membatu oleh abu dari lava gunung meletus.

   Dari penemuan ini terungkap karakteristik penduduk kota yang kaya raya pada waktu itu. Kota itu ternyata mengumbar perzinaan. Bahkan bisa diyakini telah menjadi surga seks lelaki dan wanita, juga bagi kaum homoseksual. Pompeii dipenuhi dengan lokasi perzinahan atau prostitusi yang menyebar di segala penjuru kota. Bahkan saking banyaknya hingga susah membedakan tempat pelacuran umum dan kawasan rumah biasa.

   Diyakini, penduduk sering menggelar perzinaan di rumah-rumah, di jalan-jalan, bahkan hampir setiap rumah menjadi tempat pelacuran. Banyak ditemukan mayat–mayat bergelimpangan yang sedang melakukan maksiat, ada juga yang melakukannya dengan sejenis.

Penduduk Pompeii pada saat itu dikatakan mengamalkan kepercayaan ‘Mithra’ yang menyakini bahwa alat kelamin serta persetubuhan tidak seharusnya dilakukan secara sembunyi, tetapi dilakukan di tempat terbuka. Tak heran jika Pompeii dijuluki ‘kota maksiat’.

   Menurut ilmuwan dilansir Live Science, sebelum kota ini hancur terkubur, penduduk di waktu itu tidak menggubris tanda-tanda akan terjadinya letusan dahsyat Gunung Vesuvius. Mereka tidak ambil pusing dengan gempa kecil dan besar yang mengeringkan sumur dan sumber mata air sebelumnya. Sementara anjing-anjing menggonggong sedih atas diamnya burung-burung.

Wajah wajah ketakutan ketika datangnya gempa dahsyat yang datang tiba-tiba tampaknya dalam keadaan putus asa, dan apa pun yang mereka lakukan pada saat itu tampak persis posisi apa adanya. Sempurna terawetkan dalam abu dan lava yang mengeras. Hal ini menguntungkan para arkeolog karena mereka dapat melihat hampir secara sempurna pula sejarah budaya kuno ini – artifak inilah sebagai jendela untuk melihat bagaimana kehidupan orang-orang yang hidup pada waktu itu.

   Perhatikan bagaimana tubuh-tubuh mereka yang dilamuri abu yang membuatnya membatu - menggambarkan usaha mereka yang berupaya mati-matian untuk menutup mulut mereka, melindungi anak-anak mereka yang belum lahir, atau mencoba untuk menjaga diri dari serangan puing-puing dan batuan vulkanik.

Para Dokter - diketahui dari alat bedah yang mereka genggam, “dominas”, atau wanita kaya, terlihat pada perhiasan mahal dan pusaka yang mereka pakai, sedangkan budak ditemukan dengan cincin besi di sekitar pergelangan kaki mereka. Ihwal artifak seperti ini memberi wawasan berharga bagi arkeolog untuk menentukan milik siapakah tubuh-tubuh yang pernah hidup tersebut, dan sebagai siapakah mereka ketika masih hidup. Mari lihat visualisasi keadaan mereka sebagai saksi sejarah dibawah ini.



Keadaan Kota Pompeii Sebelumnya

Kota Pompei adalah kawasan elit bagi orang orang Romawi yang kaya dan cukup beruntung sehingga mampu membeli kehidupan pantai yang mewah. Namun, dalam beberapa jam, kota yang indah ini terkubur di bawah massa abu vulkanik massa membatu dari benda-benda dan penduduk yang berada di Pompeii.

   Pompeii memiliki kanal-kanal air yang tak pernah terdengar dalam periode sejarah masa itu, yang menyalurkan air ke 25 air mancur kota. Kota ini juga memiliki amfiteater (Stadium) Herculaneum, dan setidaknya empat pemandian umum, banyak perumahan perumahan pribadi yang mewah, dan berbagai bisnis yang melayani selera-selera aneh dari orang orang kaya yang tinggal di sana.

Banyak jalan-jalan di kota Pompeii mirip dengan jalan jalan di banyak kota besar yang ada saat ini. Ada jalan kecil, jalan raya dan lalu lintas ramai dari orang orang yang datang dan pergi sepanjang waktu. Sedangkan Kehidupan malam di kota pompei tidak ada tandingannya.

   Orang-orang Pompeii tampaknya telah menyembah Dewa Falus. Banyak benda di Pompeii memiliki beberapa simbolisme erotis atau karya seni yang ditujukan padanya. Berikut tanda di luar sebuah toko roti Pompeii. Tanda toko roti di atas berbunyi “Felicitas habitat HIC”, yang berarti “Di sini tempat kehidupan kebahagiaan” atau “Ini tempat kehidupan keberuntungan”. Nasib baik diyakini berada di mana saja Dewa Phallic disembah dan digambarkan.

   Di Pompei, pekerja seks di rumah-rumah pelacuran ada tiga kali lebih banyak dari jumlah rata-rata pekerja di kota itu. Sehingga jual beli seksual sangat murah bagi siapa saja di kota ini – berbeda dengan semua kota-kota Eropa lainnya saat itu. Prasasti di atas rumah-rumah bordil, yang cukup besar dan lapang, terlalu mencolok sehingga Anak-anak tidak terlindungi dari pornografi dan patung patung porno sang Dewa Phalluses.

   Setidaknya 20.000 orang menghuni Pompeii. Titik tertinggi pertumbuhan ekonomi, aktivitas dan populasi diwujudkan pada saat bencana itu terjadi. Dekat tepi kota, banyak orang tinggal di vila-vila atau kelompok kecil dari rumah perahu (seperti komunitas “palatial gated”) mirip dengan yang ada di Venesia.

Mereka yang tinggal di Pompeii diperkirakan tidak mengetahui tanda tanda akan terjadinya letusan gunung dan aktivitas vulkanis lainnya. Rumah-rumah penduduk tampaknya merasa tidak mempedulikan dengan adanya gejala-gejala dari gangguan-gangguan alam sebagai tanda gunung akan meletus. Inilah sebabnya mayoritas penduduknya tidak melarikan diri atau mencari perlindungan. Mereka pikir, hari itu akan menjadi hari seperti hari-hari lainnya.

Diketahui sebelumnya bahwa pada tahun 62, sebuah gempa bumi yang cukup besar hampir meratakan seluruh kota ini dengan tanah. Namun, sebagian kota ini dibangun kembali. Bayangkan betapa besarnya kota ini sebelum terjadinya gempa bumi tersebut. Salah satu kepedulian utama mereka yang tinggal di kota itu adalah melestarikan kesayangan mereka yang terkenal itu, yaitu Seni.

   Para ilmuwan, mampu memulihkan banyak potongan-potongan karya seni patung yang telah dikembalikan setelah gempa yang berasal dari waktu sebelum letusan mematikan ini datang. Rekonstruksi kota ini setelah gempa besar terhambat oleh gempa bumi - gempa bumi kecil yang datang lebih banyak dan lebih sering. Saat ini, kita akan memahami ini sebagai pertanda untuk letusan gunung berapi yang mengerikan akan datang. Namun mereka tidak menyadari hal ini pada waktu itu.

   Ironisnya, letusan terjadi setelah perayaan festival Dewa Api "Vulcanalia". Para ilmuwan percaya bahwa penyebab utama kematian bagi mereka di Pompeii dan daerah sekitarnya adalah panas dan sesak napas akibat abu. Diperkirakan suhu di sepanjang 10 kilometer di sekitar Gunung Vesuvius dalam skala suhu 2500/ 3400 Celcius. Bahkan meskipun orang berada di rumah mereka atau di sebuah bangunan, tidak akan pernah ada cara bagi mereka bisa selamat dari panas yang luar biasa tinggi ini. Lebih buruk lagi, orang-orang banyak  terkubur di bawah dua belas lapisan tanah sampai 82 kaki  (25 meter) tebalnya, dan setelah itu diguyur hujan-hujan deras untuk setidaknya enam jam lamanya.

   Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut - dari peta bumi, dalam waktu relatif singkat. Yang paling menarik dari peristiwa ini adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan gunung Vesuvius ini. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana amat dahsyat yang sangat singkat tersebut. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan terawetkan pada detik tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang paling mengagetkan adalah terdapat sejumlah pasangan yang berkelamin sama, dengan kata lain mereka melakukan hubungan seks sesama jenis. Ada pula pasangan-pasangan pria dan wanita yang masih belia. Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan, menggambarkan bahwa bencana yang terjadi datang secara tiba-tiba, dalam sekejab.

   Penggalian Pompeii berikutnya sekitar pergantian abad ke-20 menemukan banyak gambar erotis dan gambar penis dengan ukuran oversize dimana mana, bahkan pada barang-barang keperluan rumah tangga. Penemuan ini sangat mengganggu bagi mereka yang menemukan barang-barang ini dan temuan ini ada yang dihancurkan, dikubur kembali atau terkunci di Museum Nasional Naples, Italia selama lebih dari 100 tahun. “Seni” barang barang ini dipertontonkan kepada publik setelah tahun 2000, dan tidak ada anak di bawah umur diizinkan untuk melihat artifak akibat dari gunung meletus ini.

Jelaslah bahwa Pompeii adalah Sodom dan Gomora (bahasa Arab Sadūm ‘Amurah) jilid dua, dan Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang demikian dahsyat ini tentunya bukan tanpa maksud. Kalau kota Sodom benar benar dihancurkan oleh Tuhan, namun kota Pompei “diawetkan” oleh Tuhan agar kita bisa melihat – bukti sejarah, bagaimana kesudahan orang orang yang meyimpang dalam perilakunya.


Mirip Azab Kaum Nabi Luth

Penghancuran Pompeii mirip dengan azab yang dialami kaum Nabi Luth as yaitu penduduk Sodom atau Sadūm yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Dituturkan dalam Al-Qur’an, penduduk Sodom melakukan berbagai kejahatan yang tidak biasa dilakukan oleh penjahat manapun.

Selain merampok dan berkhianat kepada sesama teman serta berwasiat dalam kemungkaran, penduduk Sodom melakukan maksiat yang belum pernah ada di muka bumi sebelumnya. Mereka melakukan perbuatan homoseksual di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya.

   Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga sudah merupakan suatu budaya (kebudayaan, kebiasaan) bagi penduduk Sodom.

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan hisyah (keji) padahal kamu melihatnya (kekejian perbuatan maksiat itu)? (54) Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) syahwat(mu), bukan (mendatangi) perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu).” (55) [QS An-Naml 27: 54-55]


Atas kemaksiatan yang melampaui batas itu, Allah 'Azza wa Jalla menurunkan azab dengan gempa bumi, hujan batu panas dan petir yang memekakkan telinga. Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah di kota Sodom.

Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkir balikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar (82), yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim.” (83) [QS Hūd 11:82-83]

   Meski telah lenyap berabad-abad yang lalu, jejak Kota Sodom ternyata masih dapat ditelusuri. Penelitian arkeologis mendapati, Kota Sodom terletak di tepi Laut Mati (dahulunya merupakan Danau Luth). Kota ini memanjang di antara perbatasan Israel-Yordania.

Temuan arkeolog ini diperkuat penelitian seorang geolog asal Inggris bernama Graham Harris. Graham dan timnya menemukan Sodom dibangun di pesisir Laut Mati dan penduduknya berdagang aspal yang tersedia di wilayah tersebut. Daerah pemukiman warga Sodom berupa dataran yang mudah diguncang gempa.

   Di samping mendapati fakta Kota Sodom adalah zona gempa bumi, selama penggalian tim geolog menemukan banyak lapisan lahar dan batu basal bukti pernah terjadinya letusan gunung berapi dan gempa bumi maha dahsyat di pesisir Laut Mati.

Hancurnya Pompeii dan Sodom menjadi bukti kebesaran Allah yang kelak menurunkan azab ke umatnya yang tidak beriman. Seperti yang disebutkan dalam surat Al-A’rāf yang artinya:

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan.” [QS Al-A’rāf 7:96]

Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan Gommora, yakni kaum Nabi Luth as, sangatlah mirip dengan bencana yang menghancurkan kota Pompeii di Italy.

   Di sebelah kiri gunung Vesuvius terletak kota Naples, sedangkan kota Pompeii berada di sebelah timur gunung tersebut. Lava dan debu dari letusan maha dasyat gunung tersebut yang terjadi dua milenia yang lalu membumibatukan penduduk kota. Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung. Aktifitas yang dilakukan penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih tertinggal persis sama seperti ketika bencana tersebut terjadi dua ribu tahun yang lalu.

   Dalam konteks ini, terdapat aspek dari bencana tersebut yang sangat sulit untuk dimengerti. Bagaimana bisa terjadi ribuan manusia tertimpa maut tanpa melihat dan mendengar sesuatu apapun apa yang akan terjadi?

Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an secara khusus mengisyaratkan “pemusnahan secara tiba-tiba” ketika mengisahkan peristiwa yang demikian ini. Misalnya, “penduduk suatu negeri” sebagaimana disebut dalam surat Yāsīn musnah bersama-sama secara keseluruhan dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut:

“Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka mati.” (QS Yāsīn 36:29)

Dalam surat Al-Qamar, pemusnahan dalam waktu yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan:

“Sungguh! Kami kirimkan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput kering (batang-batang) yang lapuk.” [QS Al-Qamar 54:31]


   Kendatipun semua peringatan ini, tidak banyak yang berubah di wilayah di mana Pompeii dulunya pernah ada. Distrik-distrik Naples tempat segala kemaksiatan tersebar luas tidaklah jauh berbeda dengan distrik-distrik bejat di Pompeii. Pulau Capri adalah tempat di mana para kaum homoseksual dan nudis (orang-orang yang hidup telanjang tanpa busana) tinggal. Pulau Capri diiklankan sebagai “surga kaum homoseks” di industri wisata. Tidak hanya di pulau Capri dan di Italia, bahkan hampir di seantero dunia, kerusakan moral tengah terjadi dan sayangnya mereka tetap saja tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman pahit yang dialami kaum-kaum terdahulu.



PENUTUP




“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sungguh-sungguh bahwa jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tetapi ketika pemberi peringatan datang kepada mereka, tidak menambah (apa-apa) kepada mereka, bahkan semakin jauh mereka dari (kebenaran), (42)

karena kesombongan (mereka) di bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri. Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan (sunnah) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapat perubahan bagi (sunnah) Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu”. (43) [QS Fāthir 35:42-43]


Begitulah, “Maka kamu tidak akan mendapat perubahan bagi (sunnah) Allah …”
(QS 35:43) Siapapun yang menentang hukum Allah dan berusaha melawan-Nya akan terkena sunatullah yang sama. Pompeii, yang merupakan simbol dari degradasi akhlaq yang dialami semasa Kekaisaran Romawi dan Sodom yang dikisahkan dalam Al-Qur’an dan Kitab Suci lainnya, adalah pusat perzinaan dan homoseks. Nasib Pompeii mirip dengan kaum Nabi Luth. Kehancuran Pompeii terjadi melalui letusan gunung berapi Vesuvius.

   Gunung Vesuvius adalah simbol negara Italia, khususnya kota Naples. Gunung yang telah membisu sejak dua ribu tahun yang lalu itu juga dinamai “The Mountain of Warning” (Gunung Peringatan). Tentunya pemberian nama ini bukanlah tanpa sebab. Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan Gommora, yakni kaum Nabi Luth as, sangatlah mirip dengan bencana yang menghancurkan kota Pompeii.

Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang demikian dasyat ini tentunya bukan tanpa maksud. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kota tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan kemungkaran. Saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak diketahui. Tradisi ini, berakar pada kepercayaan Mithraic, organ-organ seksual dan hubungan seksual sepatutnya tidaklah tabu dan dilakukan di tempat tersembunyi melainkan dipertontonkan secara terbuka.

   Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling menarik dari peristiwa ini adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap tersebut, wajah mereka terlihat berseri-seri. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan terawetkan pada detik tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan.

   Semua yang terjadi itu diketahui setelah Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan - ketidak percayaan bahwa adzab itu akan datang, tapi datang juga, ini menandakan bencana yang terjadi datang secara tiba-tiba dan dalam sekejab.

Dalam konteks ini, terdapat aspek dari bencana tersebut yang sangat sulit untuk dimengerti. Bagaimana bisa terjadi ribuan manusia tertimpa maut tanpa melihat dan mendengar sesuatu apapun?

Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Al-Qur'an, sebab Al-Qur'an secara khusus mengisyaratkan “pemusnahan secara tiba-tiba” ketika mengisahkan peristiwa yang demikian ini. Misalnya, “penduduk suatu negeri” sebagaimana disebut dalam surat Yāsīn musnah bersama-sama secara keseluruhan dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut:

“Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.” [QS. Yāsīn 36:29]

Dalam surat Al-Qamar disebutkan bahwa, pemusnahan dalam waktu yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan:

“Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang.” [QS Al-Qamar :31]

Kematian masal penduduk kota Pompeii terjadi dalam waktu yang sangat singkat persis sebagaimana adzab yang dikisahkan dalam kedua ayat di atas.

   Nabi Luth yang menghadapi kaumnya yang penuh maksiat di kota Sodom sampai akhirnya Allah memusnahkan kota tersebut dengan bencana? Di Kota Sodom itu masyarakatnya bebas melakukan maksiat tanpa batasan sampai melakukan penyimpangan seksual dimana hampir seluruh kaum laki-lakinya hanya tertarik kepada sesamanya dan begitu juga kaum wanitanya. Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga hal tersebut merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sodom.

Kelakuan para masyarakat Sodom ini diabadikan di dalam Al-Qur’an:

Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (berbuat homoseks), (165) dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu memang orang-orang yang melampaui batas”. (166) [QS. Asy-Syu’arā’ 26:165-166]”

Berkali-kali Nabi Luth as menyerukan kepada mereka untuk meninggalkan budaya menyimpang mereka, namun karena sudah terlanjur hancur moral masyarakat disana merekapun tidak mau mendengar perkataan Nabi Luth as. Hanya sebagian kecil saja yang mau mengikuti ajaran Nabi Luth.

Al-Qur’an menceritakan kehancuran kaum Nabi Luth yang diazab karena perilaku homoseksualnya.

Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit, (73) maka Kami jungkir balikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah (belerang) yang keras. (74) Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang meperhatikan tanda-tanda, (75) dan sungguh, (negeri) itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia).” [QS Al-Hijr 15: 73-76]


Apa yang dialami kaum Luth di Kota Sodom dan Gomorah dan juga Kota Pompeii harusnya sudah cukup jadi peringatan bagi kita, manusia fana di akhir jaman ini. Na’udzubiLLahi min dzalik. □ AFM


Mari saksikan Video ---klik---> MeletusnyaGunung Vesuvius



Sumber:
https://callmefadh.wordpress.com/2016/01/26/inilah-kota-pompeii-kota-maksiat-di-italia-yang-diazab-tuhan-beberapa-foto-agak-disturbing-dan-mengandung-konten-dewasa/
d.harunyahya.com/id/Artikel/4545/pompeii-mengulang-sejarah-kaum-luth
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Vesuvius
https://id.wikipedia.org/wiki/Sodom_dan_Gomora
https://www.youtube.com/embed/CxHQVGsqfFk  

Monday, February 19, 2018

Religius, Humanis dan HAM





PENDAHULUAN

P
“Percuma menjadi religius kalau tidak manusiawi”, “Daripada beragama tapi jahat, lebih baik berperikemanusiaan meski tidak beragama”. Itulah logika geram para pembenci agama dari pengusung humanisme. Logikanya begitu humanis, tapi justru seperti ateis. Dan ternyata “jimat” atau aji-aji pamungkas orang sekuler-liberal dan bahkan ateis untuk menyerang agama adalah dalih humanisme.

   Sejarahnya, memang di Barat telah terjadi perubahan orientasi masyarakat dari teosentris (Tuhan sebagai pusat) menjadi antroposentris (manusia sebagai pusat). Perubahan itu dianggap revolusioner yang selalu mengiringi perjalanan kebudayaan Barat modern hingga post modern.

   Argumentasi mereka begitu mudah diterima. Dengan doktrin empirisisme, Tuhan dianggap tidak riel. Sedangkan manusia begitu riel dan kasat mata. Membela Tuhan, mementingkan Tuhan, menghormati Tuhan atau menyucikan Tuhan dianggap sia-sia dan tidak ada gunanya. Dalilnya, “Tuhan tidak perlu dibela karena sudah Maha Kuasa”. Tampak seperti membela Tuhan, tapi sejatinya membuka jalan bagi blasphemy. [1]

   Bukti orientasi antroposentrisme sudah terwakili oleh doktrin kematian Tuhan ala Nietzsche. [2] Dari situ penistaan agama, Tuhan dan kebenaran menjadi absah. [3] Tapi benih yang ditabur Nietzsche tahun 1948 telah menjadi buah masak yang berbentuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DU-HAM). Ini adalah standarisasi kemanusiaan yang formal dan disepakati banyak negara pendukung humanisme. Maka dari itu Hak Asasi Manusia (HAM) benar-benar dominan dan agama-agama tidak lagi diberi ruang.


KETIMPANGAN DU-HAM

K
arena penyusun Deklarasi ini tidak melibatkan agama-agama maka banyak hal yang menjadikannya tidak universal. Terbukti banyak agama yang tidak puas. Pada bulan Juli 1993 di New York diadakan peluncuran acara Project on Religion and Human Right. Acara ini merupakan reaksi agama-agama terhadap DU-HAM dan merupakan prakarsa untuk merevisinya.

   Bukan hanya itu, pada ulang tahun ke-50 DU-HAM dan ulang tahun ke-50 Fakultas Religious Studies Universitas McGill, Montreal, Canada, upaya merevisi DU-HAM itupun terulang lagi. Revisi itu menghasilkan dokumen yang disebut Universal Declaration of Human Right by the World Religions.

   Setelah itu berturut-turut acara saling merevisi berlanjut diberbagai tempat seperti di California, New York, Durban, Barcelona, Paris dan terakhir di Genting Highland, Malaysia pada bulan November 2002. Anehnya, acara ini disaksikan oleh pihak UNESCO. Resmilah sudah bukti perseteruan humanis dan kaum religius.

   Terpisah dari respon agama-agama, di kalangan umat Islam negara-negara Islam seperti Sudan, Iran, Saudi Arabia, Mesir dan sebagainya, juga turut menyadari dominasi humanisme dalam DU-HAM.

   Mereka menganggap DU-HAM gagal memasukkan pertimbangan konteks cultural dan religius dari negara-negara non-Barat. Utusan Negara Iran di PBB tahun1981, Said Rajaie-Khorassani malah menyatakan bahwa: “DU-HAM adalah hasil pemahaman sekuler dari tradisi Yahudi Kristen yang tidak dapat diterapkan ke dalam Islam”.


KONSEP HAK ASASI CD-HRI

T
iga tahun lebih awal dari acara di New York (seperti yang telah disebut), umat Islam mengeluarkan Deklarasi tandingan yang disebut Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CD-HRI). Deklarasi yang diadakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 5 Agustus 1990 ini diikuti 45 menlu Negara OKI. Intinya memberi gambaran hak-hak asasi manusia menurut Islam yang bersumber satu-satunya adalah syariat Islam.

   Jika logika sekuler, liberal, dan ateis diatas benar, maka isi Deklarasi Cairo itu mestinya hanya menyucikan Tuhan belaka dan menginjak-injak kemanusiaan. Tapi ternyata tidak dan logika sekuler liberal ateis itu salah.

   Bahkan Deklarasi Cairo itu tidak eksklusif untuk umat Islam. Dalam salah satu pasalnya mencatat “Diskriminasi berdasarkan ras, warna, bahasa, kepercayaan, seks, agama, afiliasi politik, status sosial atau pertimbangan lainnya adalah dilarang”.

   Bahkan perlindungan jiwa manusia adalah kewajiban syariat. Maka dalam situasi perang, mereka yang tidak terlibat perang seperti orang tua, wanita dan anak-anak, yang terluka, sakit dan juga tawanan perang, berhak untuk diberi makan, tempat tinggal dan keamanan serta pelayanan kesehatan.

   CD-HRI juga memberikan hak kepada laki-laki dan wanita untuk menikah tanpa mempertimbangkan ras, warna kulit atau kebangsaan, tapi tetap mempertimbangkan agama. Selain itu wanita juga diberi penghargaan dan penghormatan yang sama sebagai manusia, hak untuk menjalankan pekerjaannya, hak-hak sipil, kemandirian finansial, dan hak untuk mempertahankan nama dan kekeluargaannya, mesti tidak sama dalam segala hal.

   Dalam pasal ke-10 disebutkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Melakukan segala bentuk pemaksaan terhadap manusia atau mengeksploitasi kemiskinan atau kebodohan untuk mengkonversikan seseorang dari satu agama ke agama yang lain atau ateisme adalah dilarang. Masih banyak lagi pasal-pasal yang membela manusia, tapi tidak serta merta menistakan agama apalagi Tuhan.

   Baca misalnya pasal 22 yang berbunyi: a) Setiap orang memiliki hak untuk mengekspresikan pendapatnya secara bebas dengan cara yang tidak akan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. b) Setiap orang berhak untuk membela yang benar, dan mendakwahkan yang baik, serta memperingatkan hal-hal yang salah dan munkar sesuai dengan norma-norma syariat Islam. c) Informasi adalah kebutuhan yang vital bagi masyarakat. Ia tidak boleh dieksploitasi atau disalahgunakan sehingga menodai kesucian dan penghormatan terhadap Nabi, merendahkan nilai-nilai moral dan etika, atau memecah, merusak atau membahayakan masyarakat atau melemahkan keimanan. d) Memicu kebencian yang bersumber dari kebangsaan atau doktrin keagamaan atau melakukan sesuatu yang mungkin memprovokasi segala bentuk diskriminasi ras adalah dilarang.


PENUTUP

D
ari pasal 22 diatas terbukti bahwa memberi tempat pada agama tidak berarti menista manusia. Sebab syariat adalah sumber segala perlakuan terhadap manusia.

Dalam syariat terdapat maslahat [4] yang telah disesain oleh Tuhan melalui wahyu. Tapi tidak semua yang dianggap maslahat manusia dapat dibenarkan syariat. Pelacuran, homoseks, lesbianisme, atau nikah beda agama bagi pembenci agama adalah maslahat, tapi tidak dibenarkan syariat.

   Jadi, logika yang benar adalah semakin religius seseorang justru ia semakin manusiawi, tapi semakin humanis seseorang justru semakin ateis. Innal insāna layath-ghā a(n)r-ra’ āhustaghnā. [5]

   Demikianlah uraian dari tajuk diatas, semoga dapat melihat “benang merah” – (terlena dengan kata-kata indah seolah logik, tapi tidak mengenal) mana yang "universal" dan mana yang "limited" atau mana yang baik (benar) dan mana yang buruk (salah). Memang kalau tidak diuraikan seperti tersebut diatas, maka  seolah-olah mereka merasa benar sendiri. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM


Catatan Kaki:
[1] Blasphemy. Pelecehan, penghinaan atau penghujatan.
[2] Nama lengkap Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844 – 1900) adalah seorang filsuf Jerman yang menuliskan: "Tuhan sudah mati" (bahasa Jerman: "Gott ist tot") adalah sebuah ungkapan yang banyak dikutip dari Friedrich Nietzsche. Ungkapan ini pertama kali muncul dalam Die fröhliche Wissenschaft, seksi 108 (New Struggles), dalam seksi 125 (The Madman), dan untuk ketiga kalinya dalam seksi 343 (The Meaning of our Cheerfulness). Juga muncul dalam buku klasik Nietzsche Also sprach Zarathustra, yang paling bertanggung jawab dalam mempopulerkan ungkapan ini.
[https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_sudah_mati]
[3] Absah: Sah, berlaku.
[4] Maslahat sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan dan sebagainya); faedah; guna.
[5] Sungguh manusia itu (ada yang) benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup (merasa hebat dan segala-galanya). [QS Al’Alaq 96:6-7]□


Sumber:
Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat – Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam; Penerbit: INSISTS-MIUMI, Jakarta, 2012; sub tema “Religious-Humanis”, halaman 59-63
https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_sudah_mati