Thursday, August 3, 2017

Falsafah Adat Minangkabau 3





SIFAT PRIBADI ORANG MINANG

S
alah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya - berkebudayaan, manusia yang beradab - manusia yang berperadaban. Dari manusia-manusia yang berperadaban itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman, damai melalui peradaban, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Suatu Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafūr. Suatu masyarakat yang aman dan damai dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.

   Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan manusia-manusia dengan sifat-sifat dan watak-watak tertentu. Sifat dan watak yang akan melahirkan pandangan-pandangan dan perasaan-perasaan yang ideal itu menurut adat Minang adalah: (1) Hiduik Baraka, Baukua jo Bajangko; (2) Baso Basi – Malu jo Sopan; (3) Tenggang Raso; (4) Setia (Loyal); (5) Adil; (6) Hemat Cermat; (7) Waspada dan Siaga; (8) Barani Karano Bana; (9) Arif Bijaksano – Tanggap dan Sabar; (10) Rajin; (11) Rendah Hati. Masing-masingnya makna dan landasannya dikupas sebagaimana yang akan diterangkan berikut ini.


(1) Hiduik Baraka, Baukua jo Bajangko

H
iduik Baraka, Baukua jo Bajangko, artinya: hidup berpikir, berukur dan berjangka. Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akal fikirannya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.

   Kelebihan manusia dari binatang adalah tiga alat vital yang mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga alat tersebut adalah otak (‘aql, akal), otot dan hati (qalb, perasaan dan kesadaran).

   Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergi ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya. Dengan mempergunakan akal pikiran dan hati dengan baik, manusia antara lain akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut:

Dalam mulo akhia mambayang - Dalam awal akhir terbayang
Dalam baiak kanalah buruak - Dalam baik ingatlah buruk)
Dalam galak tangieh kok tibo - Dalam tawa tangis menghadang
Hati gadang hutang kok tumbuah - Hati riang hutang tumbuh.

   Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu waspada:

Alun rabah lah ka ujuang - Belum rebah sudah keujung
Alun pai lah babaliak - Belum pergi sudah kembali
Alun di bali lah bajua - Belum dibeli sudah dijual
Alun dimakan lah taraso - Belum dimakan sudah terasa

   Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya. Pendek kata dibuat rencana yang mantap dan terinci.

Dihawai sahabih raso - Diraba sehabis rasa
Dikaruak sahabih gauang - Dikeruk sehabis lobang

   Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah:

Mangaji dari alif - Mengaji dari alif
Babilang dari aso - Berhitung dari satu

   Dalam melakukan sesuatu, haruslah mempunyai alasan yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan asal berbuat tanpa berpikir.

Mancancang balandasan - Mencencang berlandasan (talenan, papan landasan)
Malompek basitumpu - Melompat bersitumpu (ada tempat berpijaknya)


Catatan Penting:

Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Salah satu kelemahan orang Minang adalah kebanyakan mereka menderita penyakit “excessive individualisme“, penyakit susah diatur, merasa lebih super dari orang lain, karenanya dihinggapi penyakit “pantang taimpik – pantang terhempit (merasa mau dihimpit orang saja, padahal belum tentu atau tidak begitu).

Struktur organisasi di abad ke XXI ini, baik organisasi pemerintah, angkatan bersenjata, organisasi sosial, maupun organisasi perusahaan mempunyai struktur piramida, lancip ke atas.

Struktur organisasi yang semacam ini, memaksa orang-orang dalam formasi yang berlanggo-langgi, atau bertingkat-tingkat. Ada yang disebut bawahan dan ada atasan, ada yang memerintah dan ada pula yang harus menjalankan perintah.

Orang Minang awam (tapi merasa tidak awam, orang yang belum berpendidikan yang semestinya) kebanyakan belum dapat menyesuaikan diri dengan pola kemasyarakatan yang baru ini.

Apalagi bila dalam organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo “Iyo kan nan kato beliau (urang), tapi lakukan nan diawak”. Inilah agaknya salah satu sebab kenapa diabad XXI ini kebanyakan orang-orang awam Minang sudah jarang yang menonjol dipentas nasional, tidak seperti dulu.

Kalau ada yang menonjol satu dua, maka yang duduk menjadi bawahannya, mungkin sekali, bukan orang Minang. Mari kita koreksi diri kita masing-masing. Padahal ajaran adat tidak begitu.


Pelajari Kembali Ajaran Adat:

Mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang menyebutkan sebagai berikut:

Bajalan ba nan tuo -Berjalan dengan yang tua (karena pengalamannya)
Balayie ba nakhodo - Berlayar ber-nakhoda (mesti ada yang pemimpin)
Bakata ba nan pandai - Berkata dengan yang pandai (karena sudah berilmu dan berpengalaman)

Padahal pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita lebih memahami pola organisasi modern dibandingkan kita. Renungkanlah.

   Masih bayak diantara kita yang belum punya cita-cita hidup yang jelas. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita, tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Tidak ada jalan pintas yang sebenarnya, melainkan ada urutan-urutannya seperti dari bawah ke atas, dari sedikit baru banyak, dari kecil baru besar, dari jatuh baru bangun, baru tahu setelah belajar.

   Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut:

Nak kayo kuek mancari - Ingin kaya, bekerja keraslah
Nak tuah bertabur urai - Ingin tuah, bertabur hartalah
Nak muliai tapeki janji - Ingin mulia, tepati janji
Nak namo tinggakan jaso - Ingin nama, berjasalah
Nak pandai kuek baraja - Ingin pandai, rajinlah belajar

   Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan oang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain.

   Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut:

Elok dek awak - Yang elok menurut kita
Katuju dek urang - (Namun juga) disukai orang lain

   Segala sesuatu yang munurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapatpun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda.

   Nenek moyang orang Minang, sebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air sejak tahun 1950-an yang lalu, telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya:

Balabieh ancak-ancak - Berlebihan berarti ria
Bakurang sio-sio - Kalau kurang sia-sia
Diagak mangko diagieh - Dihitung dulu baru dibagi

Dibaliek mangko dibalah - Dibalik dulu baru dibelah
Bayang-bayang sepanjang badan - Beban jangan lebih dari kemampuan
Nan babarieh nan dipahek - Yang berbaris yang dipahat (pedoman keteraturan)
Nan baukue nan dikabuang - Yang diukur yang dipotong
Jalan nan luruih nan ditampuah - Jalan lurus yang ditempuh

Labuah pasa nan dituruik - Jalan yang lazim yang dituruti
Di garieh makanan pahat - Digaris makanan pahat (Yang jelas yang dikerjakan)
Di aie lapehkan tubo - Di air lepaskan racun
Tantang sakik lakek ubek - Ditempat yang sakit diberi obat
Luruih manantang barieh adat - Lurus menentang berhias adat


(2) Baso Basi – Malu jo Sopan

A
dat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang. Artinya perilaku baik yang disenangi orang.
Adat Minang menyebutkan sebagai berikut:

Nan kuriak iyolah kundi - Yang burik ialah kundi
Nan merah iyolah sago - Yang merah ialah sega
Nan baiak iyolah budi - Yang baik ialah berbudi
Nan indah iyolah baso - Yang indah ialah basa (basi)
Kuek rumah dek sandi - Kuatnya rumah karena ada penopangnya
Rusak sandi rumah binaso - Rusak penopang rumah binasa
Kuek bangso karano budi - Kuatnya bangsa karena budi
Rusak budi bangso binaso - Rusak budi (aturan) bangsa binasa

   Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.

   Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Nan tuo dihormati - Yang tua dihormati
Nan ketek disayangi - Yang kecil disayangi
Samo gadang bawo bakawan - Sama besar bawa berkawan
Ibu jo bapak diutamakan - Ibu dan ayah diutamakan

   Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan:

Dek ribuik rabahlah padi - Karena ribut rebahlah padi
Di cupak Datuak Tumangguang - Di cupak Datuk Tumenggung
Rarak kaliki dek binalu - Gugur Keliki karena benalu
Tumbuah sarumpun ditapi tabek - Tumbuh serumpun di tepi kolam
Hiduik kok tak babudi - Hidup kalau tak berbudi
Duduak tagak kamari cangguang - Duduk berdiri serba canggung
Kalau habih raso jo malu - Kalau habis rasa dan malu
Bak kayu lungga pangabek - Bagaikan kayu longgar pengikat


   Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah. Seperti pepatah menyebutkan sbb:

Pucuak pauah sadang tajelo - Pucuk pauh sedang terjela
Panjuluak bungo linggundi - Penjuluk bunga linggundi
Nak jauah silang sangketo - Supaya jauh silang sengketa
Pahaluih baso jo basi - Perhalus basa basi (budi pekerti)

Pulau pandan jauah ditangah - Pulau pandan jauh di tengah
Dibaliak pulau angso duo - Dibalik pulau angsa dua
Hancua badan di kanduang tanah - Hancur badan dikandung tanah
Budi baiak takana juo - Budi baik terkenang juga

Nak urang koto ilalang - Anak orang koto Hilalang
Nak lalu ka pakan baso - Mau lewat ke pekan Baso
Malu jo sopan kok lah ilang - Malu dan sopan kalau sudah hilang
Habihlah raso jo pareso - Habislah rasa dan periksa (Tak ada rasa introspeksi)


(3) Tenggang Rasa

P
erasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat. Pepatah memperingatkan sebagai berikut:

Bajalan paliharo kakiBerjalan pelihara kaki
Bakato paliharo lidahBerkata pelihara lidah
Kaki tataruang inai padahannyo
Lidah tataruang ameh padahannyoLidah tertarung emas imbuhannya
Bajalan salangkah madok suruikBerjalan selangkah, lihat kebelakang
Kato sapatah dipikian - Kata sepatah dipikirkan

Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang

Artinya:

Yang baik menurut kita, harus juga disukai orang lain
Yang enak menurut kita, harus juga enak menurut orang
Kalau sakit bagi kita, sakit pula bagi orang


(4) Setia (loyal)

Y
ang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama. Pepatah menyebutkan sbb:

Malompek samo patah - Melompat sama patah
Manyarunduak samo bungkuak - Menyerunduk sama bungkuk
Tatungkuik samo makan tanah - Tertelungkup sama makan tanah
Tatilantang samo minun aia - Tertelantang sama minun air
Tarandam samo basah - Terendam sama basah
Rasok aia pulang ka aia - Resapan air kembali ke air
Rasok minyak pulang ka minyak - Resapan minyak kembali ke minyak


   Bila terjadi suatu konflik dengan orang luar terhadap dunsanak (kerabat, anggota keluarga), maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang fanatik akan keminangannya sebagaimana orang barat menyebutkan “Right or wrong is my country”. Orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi seperti itu ia benar. Ia mesti mempertahankan hak diri atau hidup dunsanak. Memihak seperti ini, karena orang Minang merupakan kesatuan dari dunsana-dunsana. Pepatah adat mengajarkan sbb:

Adat badunsanak, dunsanak patahankan.
Adat bakampuang, kampuang patahankan.
Adat banagari, nagari patahankan.
Adat babangso, bangso patahankan.

Artinya:

Adat bersaudara, saudara dipertahankan
Adat berkampung, kampung dipertahankan
Adat bernegeri, negeri dipertahankan
Adat berbangsa, bangsa dipertahankan


Parang ba suku samo dilipek
Parang samun samo dihadapi

Artinya:

Perang antar suku sama disimpan
Perang terhadap penjahat sama dihadapi

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar “nasionalisme”nya tidak perlu diragukan.


(5) Adil

A
dil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”. Adat Minang mengajarkan sbb:

Maukua samo panjang.
Tibo dimato indak dipiciangkan.
Tibo diparuik indak dikampihkan.
Tibo didado indak dibusuangkan.

Mandapek samo balabo.
Kahilangan samo marugi.

Maukua samo panjang.
Mambilai samo laweh.

Baragiah samo banyak.
Bakati samo barek.

Gadang kayu gadang bahannyo.
Kecil kayu kecil bahannya (andilnya)

Nan ado samo dimakan.
Nan indak samo dicari.

Hati gajah samo dilapah.
Hati tungau samo dicacah.

Gadang agiah baumpuak.
Ketek agiah bacacah.

(Kata-kata “dimata, diperut, didada dalam hal ini artinya bila masalah itu menyangkut dunsanak kita sendiri).


(6) Hemat Cermat

M
aksud dari kata hemat dan cermat adalah berbuat tidak boros sehingga tekor. Dalam bahasa moderennya efisien, karena melakukan sesuatu dengan cermat (tepat). Dengan itu tidak ada atau mengurangi biaya atau pekerjaan yang percuma. Menggunakan waktu yang baik karena “time is money” kata orang barat. Atau “waktu itu adalah pedang”. Waktu hilang, tak terganti. Juga semua berguna, tapi pada tempatnya (karena keadaan atau keahliannya). Pepatah adat menyebutkan sbb:

Manusia

Nan buto pahambuih saluang
Nan pakak palapeh badia
Nan patah pangajuik ayam
Nan lumpuah paunyi rumah

Nan binguang kadisuruah-suruah
Nan buruak palawan karajo
Nan kuek paangkuik baban
Nan tinggi jadi panjuluak
Nan randah panyaruduak

Nan pandai tampek batanyo
Nan cadiak bakeh baiyo
Nan kayo tampek batenggang
Nan rancak palawan dunia


Tanah

Nan lereng tanami padi
Nan tunggang tanami bambu
Nan gurun jadikan parak

Nan bancah jadikan sawah
Nan padek ka parumahan
Nan munggu jadikan pandam

Nan gauang ka tabek ikan
Nan padang tampek gubalo
Nan lacah kubangan kabau
Nan rawan ranangan itiak


Kayu

Nan kuek ka tunggak tuo
Nan luruih ka rasuak paran
Nan lantiak ka bubungan
Nan bungkuak ka tangkai bajak

Nan ketek ka tangkai sapu
Nan satampok ka papan tuai
Rantiangnyo ka pasak suntiang
Abunyo pamupuak padi


Bambu

Nan panjang ka pambuluah
Nan pendek ka parian
Nan rabuang ka panggulai


Sagu

Sagunyo ka baka huma
Ruyuangnyo ka tangkai bajak
Ijuaknyo ka atok rumah
Pucuaknyo ka daun paisok
Lidinyo ka jadi sapu


(7) Waspada dan Siaga

W
aspada artinya berjaga-jaga jangan sampai ada yang dapat mengganggu, merugikan, merusak, mengagalkan, yang ujung-ujungnya tujuan atau rencana tidak tercapai karena ada gangguan-ganguan seperti bencana alam, listrik padam, ada kerusuhan sosial, yang bisa timbul dari luar dan dari dalam. Sifat waspada dan siaga (berjaga-jaga, antisipasi) termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti sbb:

Maminteh sabalun anyuik
Malantai sabalun lapuak
Ingek-ingek sabalun kana.

Sio-sio nagari alah
Sio-sio utang tumbuah

Siang dicaliak-caliak
Malam didanga-danga


(8) Berani Karena Benar

I
slam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amar ma’ruf, nahi munkar yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.

   Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

   Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sbb:

Kok dianjak urang pasupadan
Kok dialiah urang kato pusako
Kok dirubah urang Kato Daulu
Jan cameh nyawo malayang

Jan takuik darah taserak
Asakan lai dalam kabanaran
Basilang tombak dalam parang
Sabalun aja bapantang mati

Baribu sabab mananti
Namun mati hanyo sakali
Aso hilang duo tabilang
Bapantang suruik di jalan

Asa lai angok-angok ikan
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang
Namun nan bana disabuik juo

           Sekali kato rang lalu
           Anggap angin lalu sajo
           Duo kali kato rang lalu
           Anggap garah samo gadang
           Tigo kali kato rang lalu
           Jan takuik darah taserak


(9) Arif Bijaksana, Tanggap dan Sabar

● Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. ● Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. ● Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.

Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut:

Tahu dikilek baliuang nan ka kaki
Kilek camin nan ka muka

Tahu jo gabak diulu tando ka ujan
Cewang di langik tando ka paneh

Ingek di rantiang ka mancucuak
Tahu didahan ka maimpok

Tahu diunak kamanyangkuik
Pandai maminteh sabalun anyuik

Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi.

Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sbb:

Gunuang biaso timbunan kabuik
Lurah biaso timbunan aia

Lakuak biaso timbunan sarok
Lauik biaso timbunan ombak

Nan hitam tahan tapo
Nan putiah tahan sasah

Di sasah bahabih aia
Dikikih bahabih basi


(10) Rajin

S
ifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin. Dia tidak malas, tidak berpangku tangan. Melainkan aktif bukan pasif. Dia berinisiatif dan ambil bagian dalam setiap kegiatan. Kalau pun belum tahu atau tidak pasti masih samar, dia belajar dan bertanya. Seperti kata pepatah berikut ini:

Kok duduak marawuik ranjau
Tagak maninjau jarah

Nak kayo kuek mancari
Nak pandai kuek baraja


(11) Rendah hati

M
ungkin lebih dari separoh orang Minang hidup dirantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas. Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap? Adat Minang memberi pedoman sbb:

Kok manyauak di hilie-hilie
Kok mangecek dibawah-bawah

Tibo dikandang kambiang mangembek
Tibo dikandang kabau manguak

Dimano langik dijunjuang
Disinan bumi dipijak
Disitu rantiang di patah

   Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri. Baris pertama diatas tidak berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang.

   Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.

   Demikianlah yang dapat kami sajikan untuk dunsana, handai tauladan dan kerabat lainnya yang basamandokan orang Minang, kawan sekerja, teman sekantor dan berorganisasi lintas suku bangsa, dan Minang Diaspora lainnya dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM




Bahan penulisan dari:
Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang
melalui blog makmurefendi.wordpress.com/falsafahadatminangkabau