Consciousness is a condition of mentality or attitude of the soul
to realize, understand, know and understand what is in the mind and heart as
well as the reason for doing something.
The level of consciousness of every
human being will affecting to the quality of life and self-esteem as a
social being. Self-awareness is also called the idea themselves and contribute
to the success in putting yourself naturally. Cultivating self-awareness can be
done through a variety of popular activities in Islam known as muhasabah
alannafs.
PENDAHULUAN
K
|
esadaran dalam Islam merupakan hal yang sangat
penting untuk diciptakan. Hal ini disebabkan kesadaran itu diperlukan untuk
mencapai siatuasi kehidupan yang lebih baik. Inti dari hidup sesungguhnya (adanya)
kesadaran diri.
Tingkat kesadaran
setiap manusia akan mempengaruhi kualitas hidup dan harga diri sebagai makhluk
sosial. Kesadaran diri juga disebut “ide itu sendiri” dan berkontribusi pada kesuksesan menempatkan diri
secara alami.
Menumbuhkan kesadaran diri bisa dilakukan melalui berbagai
kegiatan populer, dalam Islam dikenal dengan muhasabah alannafs
(kesadaran atas diri sendiri) diantara lingkungannya (Allah Pencipta, Alam dan
Manusia)
Pengertian Kesadaran
Kalimat “kesadaran” berasal dari kata-kata
“sadar”. Kata ini dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian insaf,
tahu dan mengerti, ingat kembali. Lebih lanjut kata dasar sadar tersebut dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari seperti menyadari, menyadarkan dan penyadaran.
Semua ungkapan tersebut memiliki konotasi yang berbeda sesuai dengan perubahan
kalimat dasar yang digunakan.
Kalimat “menyadari” dapat diartikan sebagai
upaya dan usaha dalam menginsafi, mengetahui atau menyadari kembali.
Menyadarkan berarti menjadikan (menyebabkan) seseorang sadar, menginsafkan, dan
mengingatkan atau ingatan kembali (siuman, sadar kembali).
Penyadaran proses, cara, perbuatan yang
menyadarkan. Kesadaran merupakan keadaan keinsifan, mengerti atau hal yang
dirasakan atau dialami oleh seseorang.
Dari makna sadar, kesadaran, menyadari dan
penyadaran maka sadar adalah suatu tujuan yaitu lahirnya keinsafan, tahu dan
mengerti dan ingatan kembali. Kesadaran merupakan situasi atau hasil dari
kegiatan menyadari sedangkan penyadaran merupakan proses untuk menciptakan
suasana sadar.
Sadar diri dimaknai dengan tahu diri (hak dan
kewajibannya). Tahu diri merupakan kondisi dimana seseorang mengenal hal
ihwal diri serta mampu menempatkan diri sesuai dengan fungsi dan posisi
yang tepat dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu orang yang tahu diri
adalah orang yang mampu dan sanggup membawakan diri ditengah-tengaah kehidupan
dan tidak mengalami kesulitan pada penerimaan orang lain akan berbagai kondisi
dirinya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan penyadaran
adalah semua proses dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam
mengembalikan atau menciptakan keinsafan, mengetahui sesuatu, dan mengembalikan
ingatan "murid" setelah suasana tersebut dipengaruhi atau hilang oleh
faktor “ketertinggalan atau ketidaktahuan” atas “kesadaran diri” sebagai
manusia.
TEORI DAN KONSEP KESADARAN
K
|
egiatan penyadaran untuk menciptakan kesadaran dalam
konseling dan pelatihan dikenal dengan istilah Eksistensial Humanistik. Teori
Esksistensial Humanistik dipelopori oleh Carl Rogers. Teori ini
mengedepankan aspek kesadaran dan tanggung jawab. Menurut konsep ini manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri. Semakin kuat kesadaran
diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada
orang itu. [Gerald Corey, 2007: 54].
Kesanggupan untuk memilih berbagai alternatif
yakni memutuskan sesuatu secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah
sesuatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan
memilih dan bertindak itu disertai dengan tanggung jawab. Konsep ini juga
menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya,
sebagaimana Firman-Nya menyebutkan yang artinya:
Pertama, Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah
diberikan-Nya kepada suatu kaum (masyarakat, bangsa), hingga kaum itu
“mengubah” (kebiasaan-kebiasaan atau cara berbuat yang baik menjadi tidak lagi
baik sehingga) apa yang ada pada diri mereka sendiri (yakni nikmat yang
diperoleh dicabut kembali), QS Al-Anfāl 8:53.
Kedua: Malang karena perbuatan sendiri, lihat Surat Yāsīn ayat
19.
Ketiga: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum, sebelum mereka merubah keadaan diri mereka sendiri”, QS Ar-Ra’d
13:11
Dalam penerapannya konsep pelatihan ini
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran - kesanggupan seseorang dalam mengalami
hidup secara penuh sebagai manusia. Pada intinya keberadaan manusia, membukakan
kesadaran bahwa:
●
Manusia adalah makhluk yang terbatas, dan tidak selamanya mampu mengaktualkan
potensi-potensi dirinya.
●
Manusia memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil suatu tindakan.
●
Manusia memiliki suatu ukuran pilihan tentang tindakan-tindakan yang akan
diambil, karena itu manusia menciptakan sebagian dari nasibnya sendiri.
●
Manusia pada dasarnya sedirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk berhubungan
dengan orang lain; manusia menyadari bahwa terpisah tetapi juga terkait dengan
orang lain.
Makna adalah sesuatu yang tidak
diperoleh begitu saja, tetapi merupakan hasil pencarian (pembelajaran,
pelatihan) manusia dan dari penciptaan tujuan manusia yang unik.
Kecemasan eksistensial adalah
bagian hidup esensial sebab dengan meningkatnya kesadaran atas keharusan
memilih, maka manusia mengalami peningkatan tanggung jawab atas
konsekuensi-konsekuensi tindakan memilih, sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla
menyebutkan yang artinya:
Dia (manusia) mendapat (hasil baik, pahala) dari kebajikan
(kesadaran yang positif) yang dikerjakannya dan dia mendapat (kesengsaraan,
siksa) dari (kesadaran yang negatif, tidak ada kesadaran jadi salah menyikapi
sesuatu) yang diperbuatnya, QS Al-Baqarah 2:286.
MENUMBUHKAN KESADARAN DIRI
DALAM ISLAM
DALAM ISLAM
- Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian (ketidak tahuan, kegalauan) arti masa depan.
- Manusia bisa mengalami kondisi-kondisi kesepian, ketidak-bermaknaan (kegalauan), kekosongan, rasa berdosa, dan isolasi, sebab kesadaran adalah kesanggupan yang mendorong kita untuk mengenal kondidi-kondisi tersebut. (Gerald Corey, 2007: 65).
K
|
esadaran dalam Islam merupakan hal yang sangat
penting untuk diciptakan. Hal ini disebabkan kesadaran itu diperlukan untuk
mencapai siatuasi kehidupan yang lebih baik. Inti dari hidup sesungguhnya (adanya)
kesadaran diri.
Setiap diri semestinya
menyadari akan eksistensinya sebagai manusia di samping sebagai hamba Allah dan
khalifah di muka bumi. Oleh karena itu semestinya setiap diri memiliki
kesadaran yang tinggi dikaitkan dengan tujuan hidup, tugas hidup, tantangan
hidup, teman hidup, lawan hidup, perbekalan hidup dan berakhirnya kehidupan.
Dari segi tujuan hidup, manusia diciptakan untuk
beribadah kepada-Nya sebagaimana Firman Allah swt yang artinya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku”, QS Adz-Dzāriyāt 51:56.
Dan menjadi khalifah-khalifah di muka bumi
sebagimana Firman Allah dlam Kitab Suci Al-Qur’an yang artinya:
“Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi”,
QS Fāthir 35:39.
Yaitu untuk memakmurkan kehidupan di bumi
sebagaimana Firman-Nya yang artinya:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan
kamu pemakmurnya”, QS Hūd 11:61.
Beribadah kepada Allah (abdi) dilakukan dengan penuh
keikhlasan dalam penghambaan, (QS Adz-Dzāriyāt 51:56, Al-Bayyinah 98:5).
Prinsip beribadah dalam menjalankan kehidupan akan mendorong manusia untuk
selalu berbuat optimal dan terhindar dari perasaan terpaksa dan memberatkan.
Begitu pula halnya sebagai khalifah yang
ditugaskan untuk mengatur dan menatakelola kehidupan di bumi dengan cara-cara
yang dirdhoi Allah swt yakni, dengan kasih sayang dan keadilan (QS
Al-Balad 90:17) serta menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Kehidupan ini juga perlu disadari bahwa ia juga
memiliki tantangan - penuh perjuangan, (QS Al-Balad 90:4). Tantangan hidup
adalah bagaimana bisa menundukkan kehidupan dunia yang serba gemerlap untuk
kepentingan akhirat. Kehidupan juga memiliki tantangan yang begitu hebat yaitu
mengusahakan atau menghindarkan perbuatan kemaksiatan dan kejahatan serta pelanggaran
menjadi atau diganti dengan mengerjakan yang bermanfaat seperti berbuat kebaikan,
kesalehan dan ketaatan, (QS Al-Balad 90:10). Begitu pula kemalasan yang ada
dalam diri perlu diubah menjadi pribadi yang rajin, ulet, inisiatif, produktif
dan sebagainya.
Perlu pula disadari bahwa hidup ini membutuhkan
bantuan atau team work, kerja dalam
tim, artinya peran orang lain diperlukan. Hal ini dikarenakan manusia makhluk
sosial atau bermasyarakat.
Sebagai makhluk sosial dapat diartikan bahwa
sosial memiliki makna kemampuan dan kesanggupan diri untuk menempatkan diri
pada diri dan orang lain sesuai dengan kaedah yang berlaku. Kemampuan dalam
menempatkan diri sangat dipenggaruhi oleh sejauhmana kemampuan dan kesanggupan
diri dalam mengenali diri dan orang lain, memahami dan menerima keterbatasan
dan kelebihan diri dan orang lain yang memiliki karakter yang berbeda.
Kesadaran yang perlu dimiliki oleh setiap diri
adalah siapa yang menjadi musuh dan kawan dalam hidup. Musuh dalam konteks
al-Qur’an khususnya bagi orang beriman adalah setan dan orang-orang “kafir”
yang memerangi Muslim (Islam). Karena setan berupaya menggoda dan menyesatkan
manusia dari kebenaran dan orang kafir menghalangi orang-orang beriman untuk
tunduk di jalan Tuhan.
Orang kafir yang mempunyai sifat “agresif
menyerang” selama-lamanya tidak akan pernah senang terhadap orang beriman selagi
belum mengikuti millah (cara, aturan, agama) mereka, (QS Al-Baqarah
2:120). Sementara itu kawan adalah orang muslim yang mu’min, (QS Al-Hujurāt
49:10) yang satu sama lain harus hidup dalam tolong menolong, saling
mengingatkan dengan kebenaran dan kesebaran serta dengan kasih sayang. [QS
Al-‘Ashr 103:3]
Selanjutnya perlu pula disadari bahwa hidup
didunia ini hanyalah “sebentar” (tidak selamanya) dan akan kembali kepada
Tuhan. Oleh karena itu kehidupan sebentar ini juga akan diminta
pertangungjawabannya kelak di akhirat tentang apa yang telah dibuat selama
hidup di dunia dan untuk perbekalan hidup di kampung akhirat.
Semestinya setiap orang harus
mampu memanfaatkan kehidupan yang sebentar itu untuk menciptakan kehidupan
bermakna dan mengupayakan terciptanya kondisi hidup yang penuh kemanfaatan,
yaitu adil, damai, dan sejahtara.
Khususnya kedamaian hidup bisa diraih
ketika kesedihan dan kesengsaraan batin bisa dihindari. Terkait dengan hal ini
‘Aidh Al-Qarni menulis buku La Tahzan Innallāha Ma’ana (Jangan bersedih
atau risau, sesungguhnya kita bersama dengan Allah Maha Pencipta dan Maha Kasih
serta Maha Sayang). Agaknya karya beliau ini bisa menjadi bacaan untuk
mempertahankan nilai-nilai kesadaran diri dengan meminimalisir kesedihan.
Kesedihan menurut ‘Aidh al-Qarni (2004: 161)
bisa dihilangkan dengan keridhaan hati. Keridhaan akan menciptakan ketenangan,
hati yang dingin, ketegaran dalam menghadapi syubhat, ketegaran
dalam menghadapi berbagai permasalahan yang tumpang tindih dan muncul deras
sekali. Hati yang ridha akan yakin sepenuhnya kepada janji Allah dan Rasul-Nya.
(‘Aidh al-Qarni, 2004:374).
Ibnu Qayyim dalam ‘Aidh al-Qarni (2004: 216)
mengemukakan bahwa cara membuat hati menjadi damai dan lapang yaitu melalui
tauhid. Dengan kebersihan dan kesucian tauhid itu bisa membuat hati
menjadi lapang, jauh lebih luas dari dunia dan isinya.
Disamping itu kelapangan hati diperoleh dengan
cara mengulurkan tangan untuk berbagi dengan sesama melalui sedekah. Sedekah
membuat hati menjadi lapang. Sebab apa yang diberikan kepada orang lain akan
mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya belenggu yang mengikat jiwa adalah bagian
dari belenggu yang mengikat tangan. Orang-orang kikir adalah yang paling sesak
dadanya dan sempit akhlaknya. (‘Aidh al-Qarni, 2004:230).
Kesadaraan, seperti
penjelasan di atas berarti sifat atau karater alias tabiat atau kecenderungan
diri untuk tetap tahu, mengerti dan memahami serta menerima keadaan yang
dialami (dan berusaha keluar dari belenggu). Seorang “murid” atau para peserta
orientasi) dikatakan sadar apabila ia mengerti, memahami serta tahu dengan
kondisinya. Tingkat kesadararan seseorang terhadap kondisi yang dihadapinya
akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan kemauan untuk mengambil tindakan. Oleh
karena itu kesadaran merupakan kondisi jiwa dimana seseorang mengerti dengan
jelas apa yang ada dalam fikirannya dan paham dengan apa yang sedang
dilakukannya.
Penerapan nilai-nilai kesadaran dapat dilakukan
melalui berbagai kegiatan layanan seperti pelatihan, orientasi, informasi, refleksi,
introsfeksi, konseling, halaqah yang bermuatan tentang proses menyadari akan
tujuan hidup, peran dan tanggung jawab sebagai hamba dan kahalifah, sadar akan
kelebihan dan kekuarangan diri, sadar bahwa sakit cepat datang dan lambat
pergi, sadar bahwa setiap penyakit yang dialami diturunkan juga obat
penawarnya. Serta sadar bahwa semua akan berakhir.
Perenungan Diri (Muhasabah)
Istilah lain perenungan diri dalam Islam dikenal
dengan muhasabah yaitu proses mengingat, merenungi, menghayati dan
melakukan evaluasi tentang apa yang telah dilakukan untuk perbaikan kedepan. Ke
depan atau besok dapat dipahami sebagai hari yang akan dilalui serta lebih
fokus lagi pada persiapan kehidupan yang lebih abadi yakni perbelakan untuk
kehidupan akhirat. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Firman-Nya yang artinya:
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu main-main
(tanpa ada maksud), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”, QS
Al-Mu’minūn 23:115.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya
mengatakan: “Kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui
orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”, QS
Al-‘Ankabūt 29:2-3.
Indikator Kesadaran
Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan
indikator yang dijadikan identitas atau karakteristik dari kesadaran atau
tanda-tanda khusus dari kesadaran antara lain:
● Tidak galau dan ragu serta setengah-setengah (tidak kaffah)
● Tahu dan mengerti dengan apa yang diucapkan dan yang dilakukan
● Bertanggung jawab
● Sanggup menerima amanah
● Mengenal dan memahami serta menerima diri dengan berbagai
bentuk kelebihan dan kekurangan
● Memiki kesiapan dalam menjalani kehidupan dan mengerti
resiko yang akan dihadapi sebagai konsekuensi logis dari tuntutan kehidupan.
Proses Menumbuhkan Kesadaran
Salah satu cara menumbuhkan kesadaran dalam
persfektif Islam melalui proses Muhasabah. Muhasabah dalam
perspektif sufi upaya memperhitungkan atau mengevaluasi diri. Muhasabah
(kalkulasi diri) digunakan sebagai upaya dalam mencapai tingkat ketenangan
diri. [Ahmad Mubarok, 2005:31].
Muhasabah dilakukan setelah beramal. Muhasabah
juga diartikan sebagai kegiatan mengingat, merenungi, menyadari atau
mengevalusai aktivitas untuk merancang masa depan yang lebih baik.
Hal ini sejalan dengan firman Allah yang
artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Mahateliti (mengetahui)
terhadap apa yang kamu kerjakan”, QS Al-Hasyr 59:18.
Muhasabah menurut Haris al-Muhasibi
(200:97) diartikan dengan upaya mengenali diri (ma’rifatunnafs).
Mengetahui diri dimaksud adalah mengetahui kecenderungan tabiat dan
keinginannya, mengetahui segala bentuk kelemahan dan kekuatan diri. Merenungi
apa yang telah diperbuat, berapa banyak kelalaian yang telah diperbuat dan
sebagainya. Materi muhasabah bisa dikaitkan kepada proses merenungi apa dan siapa
kita? Untuk apa kita ke dunia? Apa yang perlu kita siapkan? Kemana akhir
kehidupan kita?
Pemaparan di atas dapat dipahami bahwa hakikat
penyadaran merupakan suatu proses pemahaman diri (sadar) dengan indikator
mampunya seseorang untuk tahu, kenal, mengerti dengan apa yang sedang
dirasakan, dipikirkan dan dilakukan.
Metode Penyadaran
Metode penyadaran yang dilakukan pelatih (murobbi)
antara lain menggunakan teknik muhasabah atau introspeksi diri di
samping melatih daya ingat “murid” terhadap apa yang sedang dialaminya dan
bagaimana kronologis ketidaktahuannya serta kondisi yang diharapkan. Di samping
itu pelatih juga menggunakan teknik taubat untuk meringankan beban-beban
psikologis.
Prosedur Penyadaran
Aplikasi layanan pelatih dalam melakukan proses
penyadaran melalui prosedur atau tahapan kerja antara lain melakukan
identifikasi masalah murid, melakuakan evaluasi dan pengajaran yang tepat
(khusus).
Hasil Penerapan
Hasil penyadaran yang dilakukan pelatih
(pembimbing) sangat berarti bagi murid. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
perubahan yang signifikan pada diri murid menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan
(bimbingan) dalam bentuk penyadaran dengan menggunakan panduan pelatihan dan
buku bimbingan pelatihan.
KESIMPULAN
D
|
ari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran merupakan buah dari proses penyadaran dimana setiap orang dapat dikatakan
sadar apabila dia mampu mengerti, memahami, mengetahui apa yang ada dalam
fikiran dan perasaannya serta apa yang sedang dikerjakannya.
Untuk memelihara tingkat kesadaran dalam ajaran
Islam dikenal dengan istilah muhasabah yaitu: melakukan perenungan,
perhitungan, kalkulasi dan menginggat apa yang telah, sedang dilakukan untuk
menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
Sebelumnya segala sesuatunya perlu memiliki
ilmunya yang dibimbing pelatih (pembimbing, murobbi, mentor). Dalam hal ini
Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim”.
[Al-Qurthubi, 2003: 23].
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
“Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah
memudahkan badi orang itu kerana ilmu adalah jalan menuju ke
syurga.”
Dalam semua aspek kegiatan manusia
harus disertai dengan ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan
lainnya, sebagai mana sebuah hadits Rasul saw yang artinya:
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan Dunia, maka wajib
baginya memiliki Ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat,
maka wajib memiliki Ilmu. Dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka wajib
baginya memiliki Ilmu”, HR Turmudzi.
Dan berikut ini adalah beberapa manfaat memahami
kesadaran diri sendiri yang bisa anda dapatkan dalam uraian sebelumnya:
● Memahami diri sendiri dan orang
lain: Setelah kita memiliki tingkat kesadaran yang baik terhadap
diri kita, sudah pastinya kita pun mampu memahami diri sendiri dan orang lain,
kita bisa menempatkan diri kita ketika berbicara dengan orang lain, oleh karena
itu kita pun bisa menyesuaikan diri dengan siapa kita berhubungan. Karena
memahami relasi, dengan siapa kita berkomunikasi, cukup penting bagi seorang
yang bekerja, apalagi jika memiliki usaha.
● Memahami keberagaman nilai: Yang
dimaksud dengan keberagaman nilai adalah kita memahami bahwa di dunia ini
banyak terdapat nilai-nilai yang harus dipilih. Ambil yang bermanfaat dan yang
baik-baiknya diambil, sedangkan yang buruk ditinggalkan. Sebagai muslim dalam
memilah-milahnya berpedoman kepada ajaran Islam.
● Meningkatkan produktivitas:
Manfaat dari kesadaran diri adalah untuk meningkatkan produktivitas.
Anda yang bekerja akan lebih bisa bekerja dengan baik, bekerja secara
profesional dan memahami bahwa dalam bekerja masih banyak orang yang belum
mampu memahami satu sama lain sehingga sering terjadi perpecahan.
Kesadaran diri dapat dicapai melaui ilmu. Ilmu dapat dicapai melalui belajar
(menuntut ilmu) seperti tauziyah, pelatihan (bimbingan, halaqah), counseling
(bertanya, konsultasi), membaca buku dst.
Harapan kami, semakin
banyaknya orang yang memiliki kesadaran diri maka akan semakin banyak orang
yang bisa memahami dirinya sendiri dan orang lain serta kebudayan lain yang
masing-masing nilai tersebut harus dihargai. Semoga dengan adanya
informasi ini bisa membuat kita semakin terbuka bahwa banyak hal yang harus
diselesaikan dengan baik, termasuk dalam memahami diri serta mempelajari
karakter masing-masing orang. Semoga bermanfaat. Billahit Taufiq
wal-Hidayah. □ AFM
Bahan Penulisan Diambil Dari:
Nazirman, S. Ag, M.A baiturraqy.wordpress.com
dan sumber-sumber lainnya. □□□