Sunday, April 19, 2020

Bersegerahlah Berbuat Kebajikan





BERSEGERAHLAH
BERBUAT KEBAJIKAN
Oleh: A. Faisal Marzuki


Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap istiqomah (tetap taat kepada-Nya, karena sadar bahwa dunia ini bukan tujuan akhir hidupnya - pen.), tidak ada khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al-Ahqāf 46:13-14).


K
ita tak pernah tahu kapan kita harus kembali untuk menghadap-Nya, dalam arti mesti mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan selama hidup. Karena kapan saja ajal akan tiba Malaikat Maut akan datang menjemput kita. Bisa jadi jejak langkah kita di dunia ini tidak lama lagi. Entah hari ini, esok, atau lusa. Kita harus meninggalkan dunia yang fana ini. Kita harus ridho meninggalkannya.

Kesadaran diri terhadap kehadiran Malaikat Maut seharusnya menjadi cambuk untuk tetap waspada dalam menjalani hidup ini. Simaklah peristiwa di sekitar kita. Banyak saudara atau tetangga yang masih muda belia, mereka duluan menghadap Allah. Sementara di sisi lain, kita juga menyaksikan banyak ibu-bapak yang sudah lansia malah tidak apa-apa. Begitu sebaliknya. Demikianlah halnya tadinya sehat bugar, kemudian terjadi Pandemic Coronavirus COVID-19 wabah epidemik penyakit yang terjadi pada skala global (dunia) telah membuat terkapar manusia dalam bilangan juta dan meninggal dalam bilangan ratusan ribu.

Dalam hal tersebut teringat Hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:

“Jagalah lima perkara sebelum (datang) lima perkara (lainnya). Mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).

Kesudahannya apa yang kita perbuat itu akan dimintai pertanggungan jawabnya sebagaimana Hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, serta apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.” (HR At-Tirmidzi).
 
Selanjutnya, Allah Subhāna Wa Ta’ālā mensinyalir, kehidupan dunia semata yang dituju tanpa akhirat hanya sia-sia belaka. Dan hanya kesenangan yang menipu, sebagaimana Firman-Nya menyebutkan yang artinya:

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS At-Takātsur 102:1-2)

Maksud dari firman tersebut diatas adalah, mengingatkan kita bahwa sesungguhnya kebahagiaan di akhirat lebih utama dari kehidupan di dunia yang sementara, jika dunia dijadikan tujuan akhir (ultimate goal). Sesungguhnya tujuan hidup di dunia ini adalah tujuan antara (intermediate goal) sebagai ladang ibadah, sebagaimana Allah Subhāna Wa Ta’ālā berfirman yang artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap istiqomah (tetap taat kepada-Nya, karena sadar bahwa dunia ini bukan tujuan akhir hidupnya - pen.), tidak ada khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al-Ahqāf 46:13-14).

Begitulah sebuah perbandingan nyata antara dunia yang dijadikan sebagai ‘ladang ibadah’ dengan dunia yang dijadikan sebagai tempat bermegah-megah (seolah dunia tujuan akhir atau ultimate goal hidupnya) yang dengan itu lalai akan tujuan hidup sebenarnya.

Agar hidup dan kehidupan kita tidak sia-sia, hingga menyesal sepanjang masa. Maka, Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam, jauh-jauh hari sudah mengingatkan agar berhati-hati menggunakan waktu. Nasehat beliau, Pergunakanlah waktumu sebaik mungkin, karena salah satu pertanyaan di akhirat kelak adalah untuk apa waktu yang kamu gunakan selama di dunia?” Sebagaimana Hadits-Hadits diatas menyebutkannya.

Kesungguhan memerankan perannya di dunia. Sebagaimana kita pahami, Allah tidak pernah menilai seseorang berdasar kebesaran baju sosial yang disandangnya seperti kekuasaan dengan pangkat, jabatan, harta dan kemegahan hidupnya, melainkan usaha atau kerja di dunia bernilai taqwa, karena taqwa (kepatuhan) kepada-Nya itulah yang dipandang Allah. Yaitu melakukan yang terbaik karena Allah - dunia dijadikan ladang ibadahnya. Dengan demikian indikator kesuksesan kita di mata Allah, semata-mata karena kesungguhan memerankan peran dari baju sosial yang disandangnya bernilai taqwa. [1]

Sebagai umpama jika pada saat ini kita tengah memerankan peran sebagai pimpinan di sebuah komuniti, maka dia melakukan pekerjaan yang terbaik sebagai pimpinan komuniti bersama jajarannya untuk kamashlahatan anggotanya. Bekerjanya ikhlas dan baik, bukan karena kebanggaan diri menjadi ‘orang pertama’. Bukan pula karena kacamata masyarakat komunitas lainnya memandangnya hebat. Tetapi bekerja dengan baik karena tahu bahwa Allah Subhāna Wa Ta’ālā yang menyuruh agar selalu berbuat baik dan sungguh-sungguh serta ikhlas.

Firman Allah Subhāna Wa Ta’ālā dalam Surah Al-Insyirah yang artinya sebagai berikut:

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).” (QS Al-Insyirah 94:7)

Ayat diatas itu memberikan inspirasi kita bahwa bersegeralah dalam melakukan kebaikan yang telah selesai ke kekebaikan lain, karena dalam kenyataan hidup pekerjaan tidak berhenti disitu saja, tapi ada kelanjutannya. Dan lagi dalam menjalani proses hidup setiap orang akan mengalami kondisi ‘jatuh bangun’ atau ‘naik-turun’. Kondisi itu bukan saja dalam siklus ekonomi, demikian pun dalam perjalanan menuju ma’rifatullāh, tetaplah istiqomah. Karenanya dengan istiqomah menjadikan proses ‘jatuh bangun’ sebagai upaya berlindung kepada-Nya, merupakan tabiat kemuliaan seorang mukmin.

Nabi Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam dalam mengemban risalahnya tidak terlepas dari jatuh-bangun. Meskipun demikian, mereka tetap tabah menghadapi segala rintangan. Sebab meyakininya bahwa jatuh-bangun adalah bagian dari proses ujian (cobaan) hidup dan pensucian diri bagi umat beriman yang sesungguhnya. [2] Untuk itu selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dan sering menyebut nama-Nya, [3] serta selalu ingat kepada-Nya, [3] begitu pula ummatnya selalu dalam keadaan sebagaimana do’a “wa ‘alā ‘ibādillahish shōlihīn” - (semoga kesejahteraan dicurahkan pula keatas) hamba-hamba yang sholeh. [4]

Kesimpulan, selalulah berusaha melakukan yang terbaik. Kebaikan yang kita lahirkan, tidak akan tersiakan. Karena hal itu dijamin oleh Allah sebagaimana tersurat dalam Firman-Nya yang artinya:

“Pada hari itu (kiamat) manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Maka adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang).” (QS Al-Qāri’ah 101:4-7)

Bagaimana yang dimaksudkan dengan kesudahannya yang ‘memuaskan’ itu dapat disimak dari Firman-Nya dalam Surah Al-Ahqāf yang artinya:

Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al-Ahqāf 46:13-14).

Demikianlah akhir kesudahan yang hendaknya kita usahakan sungguh-sungguh, yaitu taat kepada-Nya dengan beriman dan berbuat kebajikan serta menjadikan dunia sebagai ladang ibadah.

Sebaliknya ‘amit-amit’ jangan sampai kita terperangkap dalam jaring penyesalan yang tiada berakhir dan tidak berguna lagi sebagaimana digambarkan dalam Firman-Nya dalam Surah Al-Mulk yang artinya:

(6). Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya, akan mendapat azab (neraka - pen.) Jahanam. Dan itulah seburuk-buruknya tempat kembali.

(7). Apabila mereka dilempar ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu membara,

(8) hampir meledak karena marah. Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir - tidak percaya kepada Kitab-Nya - pen.) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?”

(9) Mereka menjawab, “Benar”, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, “Allah tidak menerunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya di dalam kesesatan yang benar yang besar.”

(10) Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau ‘memikirkan’ (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.”

(11) Maka mereka mengakui dosanya. Tetapi jauhlah (dari rahmat Allah, terlambat - pen) bagi (mereka pantas menjadi - pen.) penghuni neraka yang menyala-nyala itu. (QS Al-Mulk 67:6-11).

Na’ūdzubillāhi min Dzālik - kami berlindung kepada Allah dari perkara itu. Maka sudah selayaknya kita ‘Bersegeralah Berbuat Kebajikan’ selaku orang yang beriman - yang teguh dan tidak lalai serta melakukan kebajikan. [5] Manfaatkanlah waktu yang ada itu disetiap kesempatan yang kita miliki berdasarkan petunjuk-Nya, menghindari dari larangan-Nya, mengerjakan segala perintah-Nya, karena hal itu akan berpulang kemashlahatannya bagi kita semua.

Last but not least, Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash 28:77) Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD, 26 Sha’bān 1441 H / 19 April 2020 M. □ AFM



Catatan kaki:
[1] Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. (QS Āli ‘Imrān 3:101)
[2] Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu. (QS Muhammad 47:31)
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. (QS Al-Anbiya’ 21:35)
[3] Wahai orang-iorang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. (QS Al-Ahzab 33:41)
[4] Do’a yang dibaca dalam Tasyahud Pertama ketika sholat.
[5] kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan (āmanū wa ‘amilush shōlihāti), maka mereka alan mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya. (At-Tīn 95:6). □□


Referensi:
Terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an diambil dari ‘Tafsir perkata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir’. □□□

Tuesday, April 14, 2020

Memahami Kedahsyatan Ayat Kursiy




PENGANTAR


Ayat Kursiy (Ayat Al-Kursiy, ayat Kekuasaan-Nya) adalah salah satu dari ayat yang ada pada Surah Al-Baqarah yang terdapat pada ayat 255. Ayat ini merupakan ayat yang paling agung dalam Al-Qur’an, dan banyak manfaat dan keutamaan jika membacanya, kenapa demikian?

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka'ab, ayat ini sebagai ayat yang paling agung dalam Al-Qur'an, berisi tentang tentang keesaan Tuhan dan kekuasaan Tuhan yang mutlak atas segala sesuatu dan menegaskan bahwa Dia tidak kesulitan sedikitpun dalam memeliharanya.

Di tegaskan oleh Syeikh Abdurrahman Al-Sa'id: "Ayat Kursiy ini termasuk ayat yang paling agung dan paling mulia, sebab mengandung perkara yang besar dan sifat-sifat Allah Subhāna wa Ta’ālā yang mulia.

Karena keagungannya, bagi yang membaca Ayat Kursiy akan mendapat manfaat, khasiat dan keutamaan yang diberikan oleh Allah Subhāna wa Ta’ālā. Banyak sekali Hadits yang menjelaskan tentang kelebihan ayat kursi ini, diantaranya Hadits berikut dibawah ini yang artinya:

Dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Hai Abu Mundzir, tahukah kamu, ayat manakah di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang ada padamu yang paling utama?” Abu Mundzir berkata: Saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bertanya lagi: “Hai Abu Mundzir, tahukah kamu, ayat manakah di antara ayat-ayat al-Qur’an yang ada padamu yang paling utama?” Abu Mundzir berkata: “Saya menjawab, ‘Allāhu Lā Ilāha Illā Huwal Hayyul Qayyūm’. Abu Mundzir berkata: “Lalu beliau menepuk dadaku seraya bersabda: ‘Demi Allah, semoga dadamu dipenuhi dengan ilmu, wahai Abu Mundzir’”. (HR Muslim).

Berikut ini akan dipaparkan bagaimana memahami kedahsyatan Ayat Kursiy ini yang akan diuraikan oleh mufassirin (para ahli tafir) sebagai berikut dibawah ini.



MEMAHAMI
KEDAHSYATAN AYAT KURSIY
Oleh: A. Faisal Marzuki


F
irman Allah Subhāna Wa Ta’ālā dalam Kitab Suci Al-Qur’an yang sering pula disebut sebagai Ayat Kursiy (kekuasaan-Nya), terdapat pada Surah ke-2, Al-Baqarah ayat 255 tertulis sebagai berikut:

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ

Bacaan Arabnya dalam huruf Latin: allāhu lā ilāha illā huw, al-ayyul-qayyūm, lā ta’khużuhū sinatuw wa lā na`ūm, lahū mā fis-samāwāti wa mā fil-ar, man żallażī yasyfa'u 'indahū illā bi`iżnih, ya'lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuīṭūna bisyai`im min 'ilmihī illā bimā syā`, wasi'a kursiyyuhus-samāwāti wal-ar, wa lā ya’ūduhū ifuhumā, wa huwal-'aliyyul-'aīm

Terjemah Arti: Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apapun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar. (QS Al-Baqarah 2:255)


Menurut Tafsir Al-Muyassar

Allah adalah Dzat yang tidak ada yang berhak dihadapkan padanya uluhiyah [1] dan ubudiyah [2] kecuali Dia, Yang Maha hidup yang mempunyai seluruh hakikat kehidupan yang sempurna, sesuai dengan keagungan-Nya, lagi Maha mengatur segala sesuatu, tidak mengantuk dan tidak tidur. Semua yang ada di langit dan seluruh yang ada di bumi adalah milik-Nya. Tidak ada seorang pun yang berani maju memberikan syafaat di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya.

Pengetahuan-Nya meliputi segala makhluk-makhluk yang ada, yang ada di masa lalu, sekarang dan di masa yang akan datang. Dia mengetahui perkara-perkara yang akan terjadi di hadapan makhluk-makhluk berupa hal-hal yang terjadi di masa yang akan datang, dan apa yang telah terjadi di belakang mereka berupa perkara-perkara masa lalu. Dan tidak seorang pun dari makhluk yang mengetahui sedikit saja dari ilmu-Nya, selain apa yang Allah ajarkan dan tampakkan kepadanya.

Dan kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan kursi ini adalah tempat dua kaki Allah Jalla Jalaluh. Dan tidak ada yang mengetahui bentuknya selain Allah. Memelihara keduanya (apa yang ada di langtt dan apa yang ada di bumi) tidaklah memberatkan Allah. Dan Dia Maha tinggi dengan Dzat dan sifat-sifatNya di atas semua makhluk-Nya, yang menghimpun seluruh sifat keagungan dan kebesaran-Nya. Ayat ini merupakan ayat paling agung di dalam Al-Qur’an dan dinamakan dengan sebutan Ayat Kursi. (Tafsir Al-Muyassar)


Menurut Tafsir al-Mukhtashar

Allah lah Dzat yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dia semata dan tidak ada duanya. Yang Mahahidup dengan kehidupan yang sempurna, tidak ada kematian dan tidak ada kekurangan. Yang Maha Mengurus, Yang Mengurus segala sesuatu sendirian, tidak membutuhkan bantuan dari satupun makhluk-Nya. Karena Dia lah semua makhluk ini bisa berdiri, sehingga mereka semua senantiasa membutuhkan-Nya dalam kondisi apapun juga. Dia tidak pernah dilanda rasa kantuk dan tidak pernah tidur, karena kesempurnaan sifat kehidupan dan kepengurusan-Nya.

Dia lah satu-satunya pemilik apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada seorangpun yang dapat memberikan syafaat kepada orang lain di sisi-Nya kecuali setelah mendapatkan izin dan restu-Nya. Dia mengetahui semua urusan makhluk-Nya yang telah terjadi di masa lalu dan yang belum terjadi di masa depan. Mereka tidak mengetahui apa yang diketahui oleh Allah, kecuali sebagian kecil yang Dia kehendaki untuk Dia tunjukkan kepada mereka.

Kursi-Nya -yaitu tempat kedua kaki Rabb- meliputi seluruh langit dan bumi yang luas dan besar ini. Dia tidak pernah merasa keberatan atau kesulitan untuk menjaga keduanya. Dan Dia Mahatinggi di dalam Dzat dan sifat-sifat-Nya, lagi Mahaagung di dalam kerajaan dan kekuasaan-Nya. (Tafsir al-Mukhtashar)


Menurut Tafsir al-Wajiz

Allah satu-satunya Dzat berhak disembah, yang berhak menjadi Tuhan, Dzat yang Maha Hidup kekal selama-lamanya, Dzat yang berkuasa mengatur, menjaga dan memelihara makhluk-Nya. Dia tidak ditimpa dan dikuasai rasa kantuk dan tidur. Miliknya itu seluruh langit dan bumi sebagai kerajaan, ciptaan dan hamba. Tidak ada yang bisa memberikan syafaat kecuali dengan seizinNya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu di dunia dan akhirat. Ilmu-Nya atau kuasa-Nya mencakup segala sesuatu. Tindakan menjaga langit dan bumi itu tidak memberatkan dan mengganggu-Nya.

Dialah Dzat yang Maha Tinggi maqam-Nya, yang Maha Kuasa lagi Maha Menaklukkan. Dialah Dzat yang memiliki keluhuran, kebesaran, dan keagungan yang tiada tandingannya. Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari Ubay bin Ka’b bahwa Nabi Shalallōhu ‘Alaihi Wasallam bersabda tentang ayat kursi terkait maknanya: “Sesungguhnya ayat kursi itu seagung-agung ayat dari Kitab Allah Subhana wa Ta’ala. (Tafsir al-Wajiz)


Menurut Tafsir Zubdatut

اللهُ لَآ إِلٰهَ إِلَّا هُوَ - Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yakni tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia.

الْحَىُّ - Yang Hidup kekal. Yakni lawan kata dari kematian. Dan Allah memiliki kehidupan yang sempurna tidak sirna atau berubah. Dan kehidupan-Nya tidak terdapat kekurangan.

 الْقَيُّومُ ۚ - lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Yakni yang senantiasa mengurus dan menjaga makhluk-Nya.

سِنَةٌ - tidak mengantuk. Yakni apa yang terjadi sebelum tidur seperti lelah dan menutupnya kedua mata.

مَن ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ - Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Yakni tidak ada dari makhluk-Nya yang mampu memberi manfaat untuk makhluk lainnya dengan syafaat maupun yang lainnya selama Allah pemberi syafaat belum mengizinkan.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ - Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka. Yakni yang dihadapan mereka berupa kehidupan akhirat.

وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ - dan di belakang mereka. Yakni kehidupan di dunia.

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ - Kursi Allah meliputi (langit dan bumi). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: Al-Kursiy adalah tempat kedua kaki. Dan diriwayatkan dari Imam Bukhari dari Said bin Jubair, Al-Kursiy adalah ilmu-Nya; pendapat ini dikuatkan oleh Imam Ath-Thabari. Dan pendapat lain mengatakan, Al-Kursiy adalah ‘Arsy [3] itu sendiri.

وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ - Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Yakni penjagaan langit dan bumi tidak memberatkan Allah Ta’ala, dan tidak mendapatkan sedikitpun kesusahan dari hal itu.

الْعَلِىُّ - dan Allah Maha Tinggi. Yakni Maha Tinggi dari makhluk-makhluk-Nya dengan ketinggian-Nya dan kekuasaan-Nya atas mereka. Ayat ini disebut juga dengan Ayat Kursiy, dan diriwayatkan Hadist-Hadist yang shahih bahwa ayat ini adalah ayat yang paling utama dalam al-Qur’an.

Dari Ubay bin Ka’ab bahwa Rasulullah bertanya kepadanya yang artinya: “Menurutmu ayat mana di Kitab Allah merupakan ayat yang paling utama?” Lalu ia menjawab: “Ayat Kursi”. Rasulullah bersabda: “Semoga dipermudahkan ilmu bagimu, Abu Munzir”.

Dan dari Asma’ binti Yazid bin As-Sakan ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda dalam dua ayat ini (الله لا إله إلا هو الحي القيوم) dan (آلم الله لا إله إلا هو الحي القيوم) bahwa didalamnya terdapat nama Allah yang paling agung”. (Zubdatut Tafsir)


Tafsir Tematis

Ayat ini adalah Ayat Kursiy. Ayat yang mengandung sesuatu yang sangat agung. Terdapat sebuah Hadits yang shohih dari Rasulullah Shalallōhu ‘Alaihi Wasallam yang menyebutkan bahwa ayat ini merupakan ayat yang paling utama dalam Kitab Allah (Al-Qur’an).

Firman-Nya: اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ - “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya)”.

Maksudnya, Allah memberitahukan bahwasanya Dia lah satu-satunya ilah [4] yang tunggal yang wajib untuk disembah oleh seluruh alam, tunggal dalam uluhiyah-Nya. Dia lah Allah yang hidupnya kekal dan tidak pernah mati selamanya, yang mengendalikan segala yang ada. Dengan demikian semua yang ada di dunia ini sangat membutuhkan-Nya, sedangkan Dia sama sekali tidak membutuhkan mereka, tidak akan tegak semua itu tanpa perintah-Nya.

Seluruh makhluk ini adalah ciptaan-Nya, dan Dia lah yang mengatur seluruhnya. Sebagaiman firman-Nya: ومن آياته أن تقوم السماء والأرض بأمره - “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak (iradah) [5]-Nya”. (QS Ar-Rūm 30:25)

Dan firman-Nya: لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ - “Tidak mengantuk dan tidak tidur” Artinya, Dia selamat dari cacat (kekurangan), kelengahan dan kelalaian dalam mengurusi makhluk-Nya. Bahkan sebaliknya, Dia senantiasa mengurus dan memperhatikan apa yang dikerjakan setiap individu. Dan Dia senantiasa menyaksikan segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dan diantara kesempurnaan sifat-Nya adalah Dia tidak pernah dikalahkan (dikuasai) oleh kantuk. Oleh karena itu Dia juga berfirman “Dan tidak juga tidur”. Karena tidur itu lebih kuat dari ngantuk. Dalam Hadits yang shohih yang diriwayatkan oleh Abu Musa, telah berkata yang artinya:

Rasulullōh Shalallōhu ‘Alaihi Wasallam telah mengajarkan empat kalimat kepada kami, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur dan tidak pantas untuk-Nya tidur, Dia menurunkan dan menaikan timbangan. Diangkat kepadanya amalan siang sebelum amalan malam. Dan amalan malam sebelum amalan siang. Hijab-Nya terbuat dari cahaya atau api, kalaulah Dia perlihatkan wajahnya pasti akan terbakarlah segala yang dilihatnya diantara makhluk-Nya”.

Dan firman-Nya: لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ - “Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi”. Hal itu merupakan pemberitahukan bahwa semua makhluk dan hamba-Nya, dan berada di dalam kerajaan-Nya, pemaksaan-Nya, dan juga kekuasaan-Nya. Sebagaimana firman-Nya: إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آَتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا * لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا * وَكُلُّهُمْ آَتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا - “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada (Allah)  Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba; Dia (Allah) benar-benar telah menentukan jumlah mereka, dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti; Dan setiap orang dari mereka akan datang kepada Allah sendiri-sendiri pada hari kiamat”. (QS Maryam 19:93-95)

Dan firman-Nya: مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ - “Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” Ini merupakan bagian dari keagungan, keperkasaan, dan kebesaran Allah Subhāna Wa Ta’ālā yang mana tidak seorang pun dapat memberikan syafaat kepada orang lain, kecuali dengan seizin-Nya. Ayat lain yang senada denga ayat ini adalah firman-Nya: وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى - “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)”. Hal ini juga sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah Hadits tentang syafaat yang artinya: “Aku datang ke bawah Arsy, lalu aku tunduk bersujud. Maka Dia membiarkanku selama waktu yang Dia kehendaki. Kemudian dikatakan “Angkatlah kepalamu, katakanlah perkataanmu maka akan didengar, dan berilah syafaat, dan engkau akan mendapatkan syafaat”. Nabi bersabda: “Kemudian Allah memberikan suatu balasan kepadaku, lalu aku memasukan mereka ke dalam Surga” (HR Bukhori dan yang lainnya).

Dan firman-Nya: يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ - “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka”. Yang demikian itu sebagai bukti yang menunjukan ilmu-Nya meliputi segala yang ada baik yang lalu maupun yang kini dan yang akan datang. Sebagaiman firman-Nya yang lain saat memberitahu kepada para Malaikat: وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا - “Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Tuhanmu. Milik-Nya segala yang ada di hadapan kita, yang ada di belakang kita dan segala yang ada di antara keduanya, dan Tuhanmu tidak lupa”. (QS Maryam 19:64).

Firman-Nya: وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ - “Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya”. Artinya, tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui sesuatu pun dari ilmu Allah kecuali yang telah diajarkan dan diberitahukan oleh Allah Ta’ālā kepadanya. Mungkin juga makna penggalan ayat tersebut adalah, manusia tidak dapat mengetahui ilmu Allah sedikitpun, dzat dan sifat-Nya melainkan apa yang telah diperlihatkan Allah kepadanya. Hal itu senada denga firman-Nya pada ayat yang lain: وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْماَ - “…sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi-Nya”. (QS Thōhā 20:110).

Selanjutnya firman-Nya: وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ - “Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. Ibnu Abi Hatim menceritakan riwayat dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud oleh ayat ini adalah “ilmunya (ilmu Allah) meliputi langit dan bumi”. Tafsir yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abbas mengatakan: “Kursi adalah tempat pijakan dua kaki (Allah) dan `Arsy tidak ada seorang pun yang mampu memperkirakannya”. Hal ini juga diriwayatkan Al-Hakim dalam kitabnya Almustadrok. Abu Bakar bin Mardawih meriwayatkan Hadits dari Abu Dzar Al-Gifari, bahwasanya dia bertanya kepada Rosulullōh Shalallōhu ‘Alaihi Wasallam tentang kursi, maka Nabi Muhammad Shalallōhu ‘Alaihi wasallam bersabda yang artinya: - “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah langit yang tujuh ini dan bumi yang tujuh ini jika dibandingan dengan Kursiy, kecuali hanya seperti cincin yang dilempar diatas padang pasir yang luas, dan perbandingan antara Kursiy dengan `Arsy adalah seperti perbandingan cincin itu dengan luasnya padang pasir”.

Allah Ta’ālā tidak sama sekali merasa berat dan kewalahan dalam memelihara langit dan bumi dan semua yang ada diantara keduanya. Bahkan bagi Allah semua itu merupakan suatu hal yang sangat mudah dan ringan. Dia mengawasi setiap individu atas apa yang ia kerjakan, yang senantiasa memantau segala sesuatu, sehingga tidak ada sesuatu pun yang luput dan tersembunyi dari-Nya. Dialah Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. (Tafsir Tematis).


PENUTUP

Pada dasarnya masing-masing mufassirin (para ahli tafir) yang mengutarakan tafsirannya masing-masing, sifatnya adalah saling melengkapi apa yang tekandung dalam Ayat Kursiy yang luar biasa kandungannya bagi kita. Dari  uraian dalam tema “Memahami Kedahsyatan Ayat Kursiy”, sungguh kekuasaan Allah - Al-Mighty God, Rabb Al-‘Alamin, kedahsyatan tergambarkan amat-amat-amat terasa sekali.

Allah-lah satu-satunya Dzat tempat bergantung manusia. Dzat yang berhak disembah dan diibadahi, Dzat yang Maha Hidup kekal selama-lamanya, Dzat yang berkuasa mengatur, menjaga dan memelihara dan menguji makhluk-Nya - apakah tetap ingat, mengikuti petunjuk-Nya, taat beribadah kepada-Nya serta mematuhi perintah dan larangan-Nya.

Dia tidak ditimpa dan dikuasai rasa kantuk dan tidur. Miliknya seluruh langit dan bumi sebagai kerajaan, ciptaan dan tempat hamba-Nya hidup dan memohon pertolongan (syafaat)-Nya. Tidak ada yang bisa memberikan syafaat kecuali dengan seizin-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu di dunia dan akhirat. Ilmu-Nya atau kuasa-Nya mencakup segala sesuatu. Tindakan menjaga langit dan bumi itu tidak memberatkan dan mengganggu-Nya.

Dialah Dzat yang Maha Tinggi maqam-Nya, yang Maha Kuasa lagi Maha Menaklukkan. Dialah Dzat yang memiliki keluhuran, kebesaran, dan keagungan yang tiada tandingannya.

Dengan itu diakui atau tidak, lemahnya manusia terasa sekali.  Khususnya saat ini dalam hubungan dari Pandemic Coronavirus jenis baru dengan nama COVID-19. Betapa cobaan hidup telah melanda dunia (secara global) di abad kemajuan teknologi digital mutakhir yang seolah segala persoalan manusia dapat diatasi dan tidak perlu bantuan dari “Super Natural”.

COVID-19 ukuran per individual virus hanya sebesar 0,125 micrometer telah menghantam negara superpower baru (China) dan superpower yang telah establish (mapan) lainnya seperti Amerika, Inggris, Perancis, Rusia dan negara-negara Eropa lainnya, dimana pemerintahan dan ekonominya sudah mapan dibuatnya ‘porakporanda’ ekonomi dan warganya serta pemerintahannya sejak akhir pekan Desember 2019 sampai kini. Tak terkecuali dengan negara-negara sedang berkembang lainnya, walau daya hantamnya rendah dibanding negara-negara superpower dan negara-negara maju lainnya - suatu kejadian yang tidak masuk akal manusia, tapi kejadiannya seperti itu.

Secara global dalam siaran televisi CNN Amerika menyebutkan yang terpapar 1.942.360 orang, mati 121.726 orang, Amerika sendiri terpapar 583.220 orang, mati 23.654 per tanggal 14 April 2020, jam 11:33. Keadaan ini masih berlanjut (belum berhenti), baca (klik) Menyikapi wabah Covid-19 Dalam Islam.

Obat dan vaksin pencegahnya belum ada sampai sekarang, melainkan pengatasannya melalui ‘tinggal dirumah’ (lockdown) dan ‘jaga jarak’ (social distancing) dengan menggunakan masker dan sarung tangan jika ada keperluan (keluar rumah) untuk mencegah meluas wabahnya.

Disamping itu, hal ini mengakibatkan terpuruknya kegiatan ekonomi dunia. Karena seluruh kegiatan ekonomi mandek (stagnant) seperti tutupnya restoran, mall, tokok-toko, pertunjukan-pertunjukan umum, sekolah dan perguruan tinggi, rumah-rumah ibadah tutup, begitu pula sebagian besar kantor-kantor, objek turis, jalan raya sepi, dst.

Mari jadikan peristiwa Pendemic Coronavirus Covid-19 ini menjadi pelajaran dan kembali kepada kesadaran adanya Allah (Tuhan, God, Ketuhanan Yang Maha Esa) seperti yang dipaparkan diatas. Semoga bermanfaat sajian tulisan ini. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD, 21 Sha’bān 1441 H / 14 April 2020 M. □ AFM



CATATAN KAKI:
[1] Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan hanya kepada Allah, seperti berdo'a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah Subhāna Wa Ta’ālā dan Rasulullah Shallallāhu 'Alaihi Wasallam.
[2] ‘Ubudiyah adalah sikap penghambaan hanya kepada Allah. Yaitu sikap merendah, menjadi hina dan lemah dihadapan yang dihamba - Allah Subhāna Wa Ta’ālā.
[3] ‘Arsy adalah bentuk mashdar * (kata dasar) dari kata kerja 'arasya – ya'risyu – 'arsyan (عَرَشَ يَعْرِشُ عَرْشًا) yang berarti bangunan, singgasana, istana atau tahta. Di dalam Al-Qur’an, kata 'Arsy itu disebut sebanyak 33 kali. Kata 'Arsy mempunyai banyak makna, tetapi pada umumnya yang dimaksudkan adalah singgasana atau tahta Tuhan.
* Mashdar adalah kata dasar, yang berarti semua kata jadian berasal dari satu kata dasar. Masdar adalah kata dasar dari suatu fi'il yang tidak ada kaitan dengan pelaku dan waktu tertentu. ... Adalah fi'il yang menunjukkan makna yang sedang terjadi atau akan terjadi pada masa mendatang.
[4] Ilah berarti entitas mutlak yang disembah, yang dicintai lebih dari apa pun, yang dihormati dan dimuliakan .
[5] Iradah arti dari sifat wajib pada Allah, iradah secara bahasa dalam bahasa Indonesia artinya adalah berkehendak. □□


REFERENSI:
https://tafsirweb.com/37567-ayat-kursi.html
Arti atau terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an diambil dari ALFATIH, Al-Qur’an Tafsir perkata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir
Catatan Kaki diambil dari sumber-sumber lainnya. □□□