Sunday, April 19, 2020

Bersegerahlah Berbuat Kebajikan





BERSEGERAHLAH
BERBUAT KEBAJIKAN
Oleh: A. Faisal Marzuki


Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap istiqomah (tetap taat kepada-Nya, karena sadar bahwa dunia ini bukan tujuan akhir hidupnya - pen.), tidak ada khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al-Ahqāf 46:13-14).


K
ita tak pernah tahu kapan kita harus kembali untuk menghadap-Nya, dalam arti mesti mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan selama hidup. Karena kapan saja ajal akan tiba Malaikat Maut akan datang menjemput kita. Bisa jadi jejak langkah kita di dunia ini tidak lama lagi. Entah hari ini, esok, atau lusa. Kita harus meninggalkan dunia yang fana ini. Kita harus ridho meninggalkannya.

Kesadaran diri terhadap kehadiran Malaikat Maut seharusnya menjadi cambuk untuk tetap waspada dalam menjalani hidup ini. Simaklah peristiwa di sekitar kita. Banyak saudara atau tetangga yang masih muda belia, mereka duluan menghadap Allah. Sementara di sisi lain, kita juga menyaksikan banyak ibu-bapak yang sudah lansia malah tidak apa-apa. Begitu sebaliknya. Demikianlah halnya tadinya sehat bugar, kemudian terjadi Pandemic Coronavirus COVID-19 wabah epidemik penyakit yang terjadi pada skala global (dunia) telah membuat terkapar manusia dalam bilangan juta dan meninggal dalam bilangan ratusan ribu.

Dalam hal tersebut teringat Hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:

“Jagalah lima perkara sebelum (datang) lima perkara (lainnya). Mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).

Kesudahannya apa yang kita perbuat itu akan dimintai pertanggungan jawabnya sebagaimana Hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, serta apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.” (HR At-Tirmidzi).
 
Selanjutnya, Allah Subhāna Wa Ta’ālā mensinyalir, kehidupan dunia semata yang dituju tanpa akhirat hanya sia-sia belaka. Dan hanya kesenangan yang menipu, sebagaimana Firman-Nya menyebutkan yang artinya:

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS At-Takātsur 102:1-2)

Maksud dari firman tersebut diatas adalah, mengingatkan kita bahwa sesungguhnya kebahagiaan di akhirat lebih utama dari kehidupan di dunia yang sementara, jika dunia dijadikan tujuan akhir (ultimate goal). Sesungguhnya tujuan hidup di dunia ini adalah tujuan antara (intermediate goal) sebagai ladang ibadah, sebagaimana Allah Subhāna Wa Ta’ālā berfirman yang artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap istiqomah (tetap taat kepada-Nya, karena sadar bahwa dunia ini bukan tujuan akhir hidupnya - pen.), tidak ada khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al-Ahqāf 46:13-14).

Begitulah sebuah perbandingan nyata antara dunia yang dijadikan sebagai ‘ladang ibadah’ dengan dunia yang dijadikan sebagai tempat bermegah-megah (seolah dunia tujuan akhir atau ultimate goal hidupnya) yang dengan itu lalai akan tujuan hidup sebenarnya.

Agar hidup dan kehidupan kita tidak sia-sia, hingga menyesal sepanjang masa. Maka, Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam, jauh-jauh hari sudah mengingatkan agar berhati-hati menggunakan waktu. Nasehat beliau, Pergunakanlah waktumu sebaik mungkin, karena salah satu pertanyaan di akhirat kelak adalah untuk apa waktu yang kamu gunakan selama di dunia?” Sebagaimana Hadits-Hadits diatas menyebutkannya.

Kesungguhan memerankan perannya di dunia. Sebagaimana kita pahami, Allah tidak pernah menilai seseorang berdasar kebesaran baju sosial yang disandangnya seperti kekuasaan dengan pangkat, jabatan, harta dan kemegahan hidupnya, melainkan usaha atau kerja di dunia bernilai taqwa, karena taqwa (kepatuhan) kepada-Nya itulah yang dipandang Allah. Yaitu melakukan yang terbaik karena Allah - dunia dijadikan ladang ibadahnya. Dengan demikian indikator kesuksesan kita di mata Allah, semata-mata karena kesungguhan memerankan peran dari baju sosial yang disandangnya bernilai taqwa. [1]

Sebagai umpama jika pada saat ini kita tengah memerankan peran sebagai pimpinan di sebuah komuniti, maka dia melakukan pekerjaan yang terbaik sebagai pimpinan komuniti bersama jajarannya untuk kamashlahatan anggotanya. Bekerjanya ikhlas dan baik, bukan karena kebanggaan diri menjadi ‘orang pertama’. Bukan pula karena kacamata masyarakat komunitas lainnya memandangnya hebat. Tetapi bekerja dengan baik karena tahu bahwa Allah Subhāna Wa Ta’ālā yang menyuruh agar selalu berbuat baik dan sungguh-sungguh serta ikhlas.

Firman Allah Subhāna Wa Ta’ālā dalam Surah Al-Insyirah yang artinya sebagai berikut:

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).” (QS Al-Insyirah 94:7)

Ayat diatas itu memberikan inspirasi kita bahwa bersegeralah dalam melakukan kebaikan yang telah selesai ke kekebaikan lain, karena dalam kenyataan hidup pekerjaan tidak berhenti disitu saja, tapi ada kelanjutannya. Dan lagi dalam menjalani proses hidup setiap orang akan mengalami kondisi ‘jatuh bangun’ atau ‘naik-turun’. Kondisi itu bukan saja dalam siklus ekonomi, demikian pun dalam perjalanan menuju ma’rifatullāh, tetaplah istiqomah. Karenanya dengan istiqomah menjadikan proses ‘jatuh bangun’ sebagai upaya berlindung kepada-Nya, merupakan tabiat kemuliaan seorang mukmin.

Nabi Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam dalam mengemban risalahnya tidak terlepas dari jatuh-bangun. Meskipun demikian, mereka tetap tabah menghadapi segala rintangan. Sebab meyakininya bahwa jatuh-bangun adalah bagian dari proses ujian (cobaan) hidup dan pensucian diri bagi umat beriman yang sesungguhnya. [2] Untuk itu selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dan sering menyebut nama-Nya, [3] serta selalu ingat kepada-Nya, [3] begitu pula ummatnya selalu dalam keadaan sebagaimana do’a “wa ‘alā ‘ibādillahish shōlihīn” - (semoga kesejahteraan dicurahkan pula keatas) hamba-hamba yang sholeh. [4]

Kesimpulan, selalulah berusaha melakukan yang terbaik. Kebaikan yang kita lahirkan, tidak akan tersiakan. Karena hal itu dijamin oleh Allah sebagaimana tersurat dalam Firman-Nya yang artinya:

“Pada hari itu (kiamat) manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Maka adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang).” (QS Al-Qāri’ah 101:4-7)

Bagaimana yang dimaksudkan dengan kesudahannya yang ‘memuaskan’ itu dapat disimak dari Firman-Nya dalam Surah Al-Ahqāf yang artinya:

Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al-Ahqāf 46:13-14).

Demikianlah akhir kesudahan yang hendaknya kita usahakan sungguh-sungguh, yaitu taat kepada-Nya dengan beriman dan berbuat kebajikan serta menjadikan dunia sebagai ladang ibadah.

Sebaliknya ‘amit-amit’ jangan sampai kita terperangkap dalam jaring penyesalan yang tiada berakhir dan tidak berguna lagi sebagaimana digambarkan dalam Firman-Nya dalam Surah Al-Mulk yang artinya:

(6). Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya, akan mendapat azab (neraka - pen.) Jahanam. Dan itulah seburuk-buruknya tempat kembali.

(7). Apabila mereka dilempar ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu membara,

(8) hampir meledak karena marah. Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir - tidak percaya kepada Kitab-Nya - pen.) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?”

(9) Mereka menjawab, “Benar”, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, “Allah tidak menerunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya di dalam kesesatan yang benar yang besar.”

(10) Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau ‘memikirkan’ (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.”

(11) Maka mereka mengakui dosanya. Tetapi jauhlah (dari rahmat Allah, terlambat - pen) bagi (mereka pantas menjadi - pen.) penghuni neraka yang menyala-nyala itu. (QS Al-Mulk 67:6-11).

Na’ūdzubillāhi min Dzālik - kami berlindung kepada Allah dari perkara itu. Maka sudah selayaknya kita ‘Bersegeralah Berbuat Kebajikan’ selaku orang yang beriman - yang teguh dan tidak lalai serta melakukan kebajikan. [5] Manfaatkanlah waktu yang ada itu disetiap kesempatan yang kita miliki berdasarkan petunjuk-Nya, menghindari dari larangan-Nya, mengerjakan segala perintah-Nya, karena hal itu akan berpulang kemashlahatannya bagi kita semua.

Last but not least, Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash 28:77) Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD, 26 Sha’bān 1441 H / 19 April 2020 M. □ AFM



Catatan kaki:
[1] Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. (QS Āli ‘Imrān 3:101)
[2] Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu. (QS Muhammad 47:31)
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. (QS Al-Anbiya’ 21:35)
[3] Wahai orang-iorang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. (QS Al-Ahzab 33:41)
[4] Do’a yang dibaca dalam Tasyahud Pertama ketika sholat.
[5] kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan (āmanū wa ‘amilush shōlihāti), maka mereka alan mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya. (At-Tīn 95:6). □□


Referensi:
Terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an diambil dari ‘Tafsir perkata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir’. □□□