BERSEGERAHLAH
BERBUAT KEBAJIKAN
Oleh: A. Faisal Marzuki
Sesungguhnya
orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap
istiqomah (tetap taat kepada-Nya, karena sadar bahwa dunia ini bukan tujuan
akhir hidupnya - pen.), tidak ada khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula)
bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-Ahqāf 46:13-14).
K
|
ita tak pernah tahu kapan kita harus kembali
untuk menghadap-Nya, dalam arti mesti mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan selama
hidup. Karena kapan saja ajal akan tiba Malaikat Maut akan datang menjemput
kita. Bisa jadi jejak langkah kita di dunia ini tidak lama lagi. Entah hari
ini, esok, atau lusa. Kita harus meninggalkan dunia yang fana ini. Kita harus
ridho meninggalkannya.
Kesadaran diri terhadap kehadiran Malaikat Maut
seharusnya menjadi cambuk untuk tetap waspada dalam menjalani hidup ini.
Simaklah peristiwa di sekitar kita. Banyak saudara atau tetangga yang masih
muda belia, mereka duluan menghadap Allah. Sementara di sisi lain, kita juga
menyaksikan banyak ibu-bapak yang sudah lansia malah tidak apa-apa. Begitu
sebaliknya. Demikianlah halnya tadinya sehat bugar, kemudian terjadi Pandemic Coronavirus
COVID-19 wabah epidemik penyakit yang terjadi pada skala global (dunia) telah membuat
terkapar manusia dalam bilangan juta dan meninggal dalam bilangan ratusan ribu.
Dalam hal tersebut teringat Hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda
yang artinya:
“Jagalah lima
perkara sebelum (datang) lima perkara (lainnya). Mudamu sebelum masa tuamu,
sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu
dan hidupmu sebelum matimu.”
(HR An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Kesudahannya
apa yang kita perbuat itu akan dimintai pertanggungan jawabnya sebagaimana Hadits Rasulullah
Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda
yang artinya:
“Tidak akan
bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia
ditanya tentang lima perkara, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang
masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan
untuk apa ia belanjakan, serta apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang
dimilikinya.”
(HR At-Tirmidzi).
Selanjutnya, Allah Subhāna Wa Ta’ālā mensinyalir, kehidupan dunia semata yang
dituju tanpa akhirat hanya sia-sia belaka. Dan hanya kesenangan yang menipu,
sebagaimana Firman-Nya menyebutkan yang artinya:
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS
At-Takātsur 102:1-2)
Maksud dari firman tersebut diatas adalah, mengingatkan
kita bahwa sesungguhnya kebahagiaan di akhirat lebih utama dari kehidupan di
dunia yang sementara, jika dunia dijadikan tujuan akhir (ultimate goal). Sesungguhnya tujuan hidup di dunia ini adalah
tujuan antara (intermediate goal) sebagai
ladang ibadah, sebagaimana Allah Subhāna
Wa Ta’ālā berfirman yang artinya:
Sesungguhnya
orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap
istiqomah (tetap taat kepada-Nya, karena sadar bahwa dunia ini bukan tujuan
akhir hidupnya - pen.), tidak ada khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula)
bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya, sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-Ahqāf 46:13-14).
Begitulah sebuah perbandingan nyata antara dunia
yang dijadikan sebagai ‘ladang ibadah’ dengan dunia yang dijadikan sebagai
tempat bermegah-megah (seolah dunia tujuan akhir atau ultimate goal hidupnya) yang dengan itu lalai akan tujuan hidup
sebenarnya.
Agar hidup dan kehidupan kita tidak sia-sia,
hingga menyesal sepanjang masa. Maka, Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam, jauh-jauh hari sudah mengingatkan agar
berhati-hati menggunakan waktu. Nasehat beliau, Pergunakanlah waktumu
sebaik mungkin, karena salah satu pertanyaan di akhirat kelak adalah untuk apa
waktu yang kamu gunakan selama di dunia?” Sebagaimana Hadits-Hadits diatas
menyebutkannya.
Kesungguhan memerankan perannya di dunia.
Sebagaimana kita pahami, Allah tidak pernah menilai seseorang berdasar kebesaran
baju sosial yang disandangnya seperti kekuasaan dengan pangkat, jabatan, harta
dan kemegahan hidupnya, melainkan usaha atau kerja di dunia bernilai taqwa,
karena taqwa (kepatuhan) kepada-Nya itulah yang dipandang Allah. Yaitu
melakukan yang terbaik karena Allah - dunia dijadikan ladang ibadahnya. Dengan
demikian indikator kesuksesan kita di mata Allah, semata-mata karena
kesungguhan memerankan peran dari baju sosial yang disandangnya bernilai taqwa.
[1]
Sebagai umpama jika pada saat ini kita tengah
memerankan peran sebagai pimpinan di sebuah komuniti, maka dia melakukan
pekerjaan yang terbaik sebagai pimpinan komuniti bersama jajarannya untuk kamashlahatan
anggotanya. Bekerjanya ikhlas dan baik, bukan karena kebanggaan diri menjadi ‘orang
pertama’. Bukan pula karena kacamata masyarakat komunitas lainnya memandangnya
hebat. Tetapi bekerja dengan baik karena tahu bahwa Allah Subhāna Wa Ta’ālā yang menyuruh agar selalu berbuat baik dan
sungguh-sungguh serta ikhlas.
Firman Allah Subhāna
Wa Ta’ālā dalam Surah Al-Insyirah yang artinya sebagai berikut:
“Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang
lain).” (QS Al-Insyirah
94:7)
Ayat diatas itu memberikan inspirasi kita bahwa bersegeralah
dalam melakukan kebaikan yang telah selesai ke kekebaikan lain, karena dalam
kenyataan hidup pekerjaan tidak berhenti disitu saja, tapi ada kelanjutannya. Dan
lagi dalam menjalani proses hidup setiap orang akan mengalami kondisi ‘jatuh
bangun’ atau ‘naik-turun’. Kondisi itu bukan saja dalam siklus ekonomi,
demikian pun dalam perjalanan menuju ma’rifatullāh,
tetaplah istiqomah. Karenanya dengan istiqomah menjadikan proses ‘jatuh bangun’
sebagai upaya berlindung kepada-Nya, merupakan tabiat kemuliaan seorang mukmin.
Nabi Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam dalam mengemban risalahnya tidak
terlepas dari jatuh-bangun. Meskipun demikian, mereka tetap tabah menghadapi
segala rintangan. Sebab meyakininya bahwa jatuh-bangun adalah bagian dari
proses ujian (cobaan) hidup dan pensucian diri bagi umat beriman yang
sesungguhnya. [2] Untuk itu selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dan sering
menyebut nama-Nya, [3] serta selalu ingat kepada-Nya, [3] begitu pula ummatnya selalu
dalam keadaan sebagaimana do’a “wa ‘alā ‘ibādillahish
shōlihīn” - (semoga kesejahteraan dicurahkan pula keatas) hamba-hamba yang
sholeh. [4]
Kesimpulan,
selalulah berusaha melakukan yang terbaik. Kebaikan yang kita lahirkan, tidak akan
tersiakan. Karena hal itu dijamin oleh Allah sebagaimana tersurat dalam Firman-Nya
yang artinya:
“Pada hari itu (kiamat)
manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang
dihambur-hamburkan. Maka adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya,
maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang).” (QS Al-Qāri’ah
101:4-7)
Bagaimana yang dimaksudkan dengan kesudahannya
yang ‘memuaskan’ itu dapat disimak dari Firman-Nya dalam Surah Al-Ahqāf
yang artinya:
Mereka itulah para penghuni
surga, kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-Ahqāf 46:13-14).
Demikianlah akhir kesudahan yang hendaknya kita usahakan
sungguh-sungguh, yaitu taat kepada-Nya dengan beriman dan berbuat kebajikan serta
menjadikan dunia sebagai ladang ibadah.
Sebaliknya ‘amit-amit’ jangan sampai kita terperangkap
dalam jaring penyesalan yang tiada berakhir dan tidak berguna lagi sebagaimana
digambarkan dalam Firman-Nya dalam Surah Al-Mulk yang artinya:
(6). Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya, akan mendapat
azab (neraka - pen.) Jahanam. Dan itulah seburuk-buruknya tempat kembali.
(7). Apabila mereka dilempar ke dalamnya mereka mendengar suara neraka
yang mengerikan, sedang neraka itu membara,
(8) hampir meledak karena marah. Setiap kali ada sekumpulan
(orang-orang kafir - tidak percaya kepada Kitab-Nya - pen.) dilemparkan ke dalamnya,
penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah ada
orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?”
(9) Mereka menjawab, “Benar”, sungguh, seorang pemberi peringatan
telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, “Allah
tidak menerunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya di dalam kesesatan yang benar
yang besar.”
(10) Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan
atau ‘memikirkan’ (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka
yang menyala-nyala.”
(11) Maka mereka mengakui dosanya. Tetapi jauhlah (dari rahmat
Allah, terlambat - pen) bagi (mereka pantas menjadi - pen.) penghuni neraka
yang menyala-nyala itu. (QS Al-Mulk 67:6-11).
Na’ūdzubillāhi
min Dzālik - kami berlindung kepada Allah dari perkara itu. Maka sudah
selayaknya kita ‘Bersegeralah Berbuat Kebajikan’ selaku orang yang beriman - yang
teguh dan tidak lalai serta melakukan kebajikan. [5] Manfaatkanlah waktu yang
ada itu disetiap kesempatan yang kita miliki berdasarkan petunjuk-Nya,
menghindari dari larangan-Nya, mengerjakan segala perintah-Nya, karena hal itu
akan berpulang kemashlahatannya bagi kita semua.
Last but not least, ● Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, ● tapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, ● dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, ● dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash 28:77) Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD, 26 Sha’bān 1441 H / 19 April 2020 M. □ AFM
Last but not least, ● Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, ● tapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, ● dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, ● dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash 28:77) Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD, 26 Sha’bān 1441 H / 19 April 2020 M. □ AFM
Catatan kaki:
[1] Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah
kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali
dalam keadaan Muslim. (QS Āli ‘Imrān 3:101)
[2] Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji
kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan
bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu. (QS Muhammad
47:31)
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami
akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. (QS Al-Anbiya’
21:35)
[3] Wahai orang-iorang yang beriman! Ingatlah
kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. (QS Al-Ahzab
33:41)
[4] Do’a yang dibaca dalam Tasyahud Pertama ketika
sholat.
[5]
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan (āmanū wa ‘amilush shōlihāti), maka
mereka alan mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya. (At-Tīn 95:6). □□
Referensi:
Terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an diambil dari ‘Tafsir
perkata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir’. □□□