Wednesday, January 1, 2020

Mengambil Pelajaran dari Romawi




PENDAHULUAN


Memperkenalkan kepada kalangan pembaca blog ini akan esensi dan kearifan, keindahan dan keagungan daripada Kitab Suci al-Qur’an surat ke-30, ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 7.


R
oma (bahasa Indonesia, bahasa Italia) atau Rome (bahasa Inggris) atau  Rūm (bahasa Arab ) sekarang adalah nama kota di Italia yang terletak di benua Eropa, bagian selatan. Dibatasi laut Mediterranean terdapatlah benua Afrika. Negara yang terdekat dari Italy dengan Afrika Utara adalah Lybia. Sempat Lybia ini diduduki Italia tahun 1911 sampai 1943. Bisa dikatakan bahwa Eropa bukanlah sebuah benua, melainkan - bagian atau melekat dengan benua Asia. Boleh juga disebut Eurasia yang artinya Eropa (Europe) dan Asia. Wilayah benua (yang disebut) Eropa ini besar 9,938,000 km persegi. Dibandingkan dengan luas permukaan bumi besarnya 2%. Sedangkan dibandingkan dengan luas permukaan tanah bumi besarnya 6,8 %. Penduduknya benua Eropah kini berjumlah lk 0.35 milyar (350 juta) diatas penduduk Amerika Serikat lk 0.32 milyar (316 juta) tidak termasuk Eastern Europe (Eropa Timur). Eropa termasuk Eropa Timur dan Rusia,  lk 0.74 milyar (740 juta) termasuk Rusia dan Turki. Benua Eropa (Barat, Timur dan Rusia) nomor 4 setelah benua Asia 4.30 milyar. Benua Afrika 1.11 milyar. Benua Amerika 0.97 milyar. Sedangkan penduduk dunia 7.16 milyar. Semua berdasarkan sensus 2013. [1]

Roma menjadi  sesuatu yang penting, masyhur dan menggoda orang untuk pergi kesana, terutama bagi yang suka dengan kesejarahan. Dewasa ini namanya tetap diabadikan menjadi sebuah nama kota di negara Italia. Jarang orang yang tidak singgah ke sana jika pergi ke Eropa. Kenapa? Karena di daerah sekitarnya terdapat reruntuhan dan puing-puing peninggalan sejarah kemasyhuran Kerajaan Romawi (The Roman Empire dalam bahasa Inggris; Imperium Romanum dalam bahasa Latin; Ar-Rūm dalam bahasa ‘Arab dalam al-Qur’an) yang menegakkan bulu roma, tanda kekaguman manusia kini atas kejayaannya dulu. Gedung Thomas Jefferson Memorial di Washington D. C. bergaya bangunan asli yang bersesuaian dengan neoclassical arsitektural Pantheon yang terdapat di Roma sewaktu Kerajaan Romawi berjaya 2.000 tahun yang lalu. Didirikan gedung memorial itu sebagai penghargaan kepada Jefferson selaku Presiden Amerika ke-3 yang berkualifiaksi:  Negarawan; Penulis Rancangan dari Deklarasi Kemerdekaan; Penasehat konstitusi; serta Visioner.

Kerajaan Romawi atau Ar-Rūm ini ada setelah Yunani runtuh. Namun peninggalan  khasanah intelektual (filsafat) Yunani seperti Aristoteles, Plato dan mitologi-mitologi Yunani seperti Apollo, Venus dan sebagainya tetap dipelihara dan kemudiannya diterjemahkan dari bahasa Greek ke Latin dari Latin ke Arab. Kemudian oleh bangsa Arab ini diambil manfaatnya dari hal-hal yang yang tidak bertentangan dengan aqidah Islam oleh kaum Muslimin (Arab) ketika berjaya di Spanyol (711-1492), Eropah. Ketika itu sama sekali khasanah ilmu Yunani ini diabaikan oleh bangsa Barat, kecuali kemudiannya bangsa Barat belajar ke universitas-universitas Islam di Spanyol pada abad tengah.

Kemasyhuran Kerajaan Romawi itu tidak begitu saja dilewatkan oleh al-Qur’an al-Karīm (baca al-Qur’anul-Karīm), suatu kitab suci bukan saja untuk umat Islam melainkan untuk seluruh umat manusia. Thomas Clearly dalam bukunya The Essential Koran, The Heart of Islam dalam kata pengantarnya [2] menyebutkan: “…to introduce the non-Muslim reader to the essential wisdom, beauty, and majesty of the sacred book.” - …memperkenalkan kalangan pembaca yang bukan Muslim akan esensi kearifan, keindahan dan keagungan dari pada kitab suci (al-Qur’an).

Bagi kita kaum muslimin al-Qur’an tentunya lebih dari itu. Al-Qur’an merupakan petunjuk jalan kehidupan agar selamat dan sejahtera di dunia serta selamat dan sejahtera di akhirat. Untuk itu patut kita ketahui, terutama menangkap isi pesan dari ayat-ayat al-Qur’an yang terdapat di dalamnya. Khususnya mengenai surat ar-Rūm seperti yang dikaji disini yang kelak setelah anda ikuti paparan penulis ini akan menangkap maksud yang sesungguhnya dari surat itu, kemudiannya.

S
ekarang bukalah Kitab Suci al-Qur’an itu. Disana ada surat ke-30 dari 114 surat yang ada, namanya Ar-Rūm. Kata ar-Rūm terambil dari bahasa Arab (al-Qur’an) artinya adalah bangsa Roma atau bangsa Romawi dengan pemerintahannya bernama ‘The Roman Empire’, bahasa Inggris atau Imperium Romanum, bahasa Latin yang selanjutnya kita sebut saja sebagai Kerajaan Romawi. Kerajaan ini sangat dikenal dalam sejarah. Berdiri tahun 27 SM/BCE (sebelum nabi Isa as lahir, Before Common Era). Berakhir pada tahun 1453 ketika ‘Ottoman Empire’ (Kesultanan Turki) berhasil menaklukkannya. Jadi The Roman Empire berkuasa selama hampir 15 abad lamanya atau 1 ½ milennium. Termasuk yang terlama dan terluas menguasai dunia diluar wilayahnya yang asli Roma, Italia.

Sebab apa surat ini bernama Ar-Rūm? Tidak lain adalah pada ayat 2 setelah ayat 1 Alif Lam Mim, diceritakan kisah Kerajaan Romawi seperti yang difirmankan (disebutkan) Allah dalam Kitab Suci Al-Qur’an pada ayat 2, 3, dan 4 dalam surat ke -30, Ar-Rūm. Bertalian dengan ayat itu adalah 5, 6 dan 7 yang merupakan ayat-ayat kunci dari hikmah ayat-ayat sebelumnya yang berisi pengajaran Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita.

Allah memberikan ilmu hikmah-Nya bagi kita, berupa pemberian harapan kepada kaum Muslimin ketika itu sebagai masyarakat Islam yang sangat minoritas dan baru berumur lk 6 tahun, ditengah kaum musyrikin yang sangat solid. Mereka tidak suka dan menentang ajaran Islam yang sama sekali berbeda dengan ajaran dan praktek ‘way of life’ nenek moyang mereka. Untuk itu tidak segan-segan melakukan kekerasan bukan saja dengan kata-kata atau berita (terror mental) tapi juga melakukan penganiayaan pisik. Selanjutnya kaum Muslimin Makkah ketika itu mengharapkan (hope atau dream) akan dapat ditegakkannya cita-cita Islam mengganti ajaran jahiliyah. Yaitu harapan yang menjadi kenyataan atau mimpi yang terwujud senyata-nyatanya dalam realitas (dream come true), sebagaimana janji-Nya. Memang kalau Allah ‘Azza wa Jalla berjanji itu pasti akan berlaku. Baik pada masa lalu, kini dan mendatang, dan seterusnya. Bagaimana asalnya bisa terjadi? Asalnya terjadi bila ayat-ayat ajaran-Nya (perintah-Nya dilakukan, larangan-Nya ditinggalkan, serta memahami ‘sunatullah’ dan akhlak kehidupan). Maka dari itu galilah, kajilah isi maksudnya, pahamilah dan selanjutnya tentunya  diamalkan (dikerjakan) dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kita sekarang sudah sangat jauh ketinggalan kereta dalam ber-‘fastabiqul khairat’ dengan umat-umat lain dalam kehidupan di dunia, [3] dalam hal ini maksudnya berlomba-lomba dalam membuat kebaikan dan kebutuhan sarana  hidup dunia (sebagai manusia bashar - manusia bertubuh biologis yang perlu makan, minum, perumahan, pendidikan ilmu-ilmu sosial dan sains dan agama, serta manajemen dan teknologi) yang akan mempengaruhi kehidupan akhirat (sebagai manusia yang mempunyai ruh atau roh). [4]  Sementara Ukhuwah Islamiyah sesama umat masih dalam pencarian sendiri-sendiri (belum terbentuk dalam kesatuan koordinasi yang solid dalam merumuskan arti) bagi kebaikan semua manusia yang hidup di bumi, disamping sebagai sesama umat Muslim. Dunia atau Bumi planet biru yang mempesona ini sebenarnya pada hakekatnya sebagai ladang ibadah yang menentukan kehidupan kita di akhirat kelak dan di bumi sebagai jembatan ke akhirat - as a bridging from world of earth to go to the world of hereafter. [5]



MENGAMBIL PELAJARAN
DARI ROMAWI
oleh A. Faisal Marzuki


P
ada abad ke-7 ada dua adikuasa dunia, yaitu Kerajaan Romawi dan Kerajaan Persia. Ketika itu penduduk Kerajaan Persia menganut agama yang menuhankan serta menyembah ‘api’. Dalam ini kaum muslimin di Makkah (tempat kelahiran agama Islam) mengkatagorikan agama itu sebagai agama musyrik, yaitu agama yang menyekutukan Tuhan (Pencipta) yang sebenarnya dengan makhluk (api ciptaan-Nya) yang dituhankan. Bagi sebahagian besar penduduk kota Makkah mempercayai berhala-berhala dari berbagai patung yang disembahnya, disamping Tuhan (yang dipercainya ada, tapi tidak disembahnya). Jadi mayoritas penduduknya masih musyrik. Musyrikin Makah ini menyukai Kerajaan Persia, karena sepaham dalam hal konsep keagamaannya. Yaitu sama-sama Musyrikin. Yang satu terletak di utara (Kerajaan Persia) yang satu di sebelah selatan tanah Hejaz (Musyrikin Makkah). Sedangkan dipihak yang lain Kerajaan Romawi sudah memeluk agama Nashrani yang bagi pemeluk agama Islam di Makkah ketika itu disebut sebagai Ahlul-Kitab. Artinya dekat dengan agama Islam ketimbang kaum Musyrikin yang menyekutukan Tuhan seperti halnya penduduk Kerajaan Persia ini. Kita sudah memaklumi bahwa dalam ajaran Islam suatu kekeliruan (dosa) yang paling besar adalah menyekutukan Tuhan. Hal itu dipegang teguh oleh masyarakat Islam pada waktu itu, bahkan sepanjang zaman termasuk kita yang hidup di abad ke-21 ini. Karena apa? Karena ketauhidan (keesaan) kepada Tuhan adalah haq (mutlak benar).

Pada zaman Nabi Muhammad saw Kerajaan Romawi telah terbagi dua. Bagian barat dengan ibukotanya, Roma. Dari sini pulalah diambil nama kerajaan itu, Kerajaan Romawi. Sedangkan di Bagian timur yang dibentuk belakangan (setelah ada di bagian barat) ibu kotanya Byzantium. Kemudiannya namanya dirubah oleh Kaisarnya (nama Kaisarnya Constantine) menjadi nama baru ibu kotanya Constantinopel yang terambil dari namanya (Constantinopel ini sekarang disebut Istanbul, Turki).

Kerajaan Romawi Timur ini kemudiannya lebih maju dibanding dengan Kerajaan Romawi Barat, karena kerajaan di sebelah barat ini terjadi firkah-firkah yaitu pecahan-pecahan seperti kerajaan kecil yang dimulai tahun 476. Mulai tahun 476 Kerajaan Romawi Barat tidak memegang peranan lagi, kecuali Kerajaan Romawi Timur (Eastern Roman Empire) yang berdiri tahun 474 sampai tahun 1453. Oleh karena ibukotanya Byzantium, maka sering Kerajaan Romawi Timur ini disebut dengan nama Kerajaan Byzantium (Byzantine Empire). Daerah kerajaan Byzantium ini meliputi negeri-negeri Mesir, Palestina, Turki dan Syria (juga Lebanon, Jordan dan Irak sekarang), nanti meliputi juga Persia (Iran). Daerah-daerah mana kemudiannya dan sampai kini menjadi kawasan yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.


Kaum Muslimin
di Makkah pesimis [6]

Ketika agama Islam baru lahir dimana pemeluknya masih sedikit, maka ketika itu pulalah disebelah utara tanah Hejaz (tempat kota Makkah berdiri) terjadi pertempuran dahsyat antara kedua adikuasa dalam rangka memperluas pengaruh dan tanah jajahannya. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Kerajaan Persia.

Kekalahan Romawi ini membuat kaum Musyrikin Makkah bersukaria. Keyakinan akan ‘kemusyrikan yang benar’ menjadi lebih kokoh lagi dari yang sebelumnya. Semula mereka (kaum Musyrikin Makkah) menyangka di kemudian hari mereka akan tergeser oleh kaum Muslimin yang berkeyakinan Tauhid (lawan kata dari keyakinan Musyrik atau mensyerikatkan Tuhan adalah Tauhid - mengesakan Tuhan).

Dengan itu kaum Musyrikin Makkah ini berkeyakinan sangat bahwa Islam akan pasti tidak akan berkembang lagi. Karena akan ditinggalkan penganut yang sudah ada, apalagi masih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan Musyrikin Makkah yang mayoritas lagi solid, dan kemudiannya akan mati seperti Kerajaan Romawi yang kalah perang itu.

Sebaliknya kejadian kalahnya Romawi ini yang membuat naik daunnya moral kaum Musyrikin semakin menguat dan bertambah kokoh. Dengan itu tambah membuat dukacita kaum Muslimin. Bahkan membuat jatuh moral umat Islam saat itu. Kok Ahlul Kitab (Romawi) bisa dikalahkan oleh kaum Musyrikin (Persia)? Bagaimana dengan iman Islam kita? Dimanakah kebenaran Tuhan ini? Apakah benar bahwa ada Islam yang datang dari Allah yang mengatasi dari agama yang percaya dengan api sebagai Tuhannya (Musyrik), kok kenyataannya bisa berjaya?


Nubuat [7] Al-Qur’an yang memberi
harapan Kaum Muslimin Makkah

Disaat keadaan iman Islam kaum Muslimin yang masih relatif baru lagi sedikit jumlahnya itu mengalami kegoncangan dahsyat yang tidak terperikan (seolah-olah tali kuat silaturahimnya dengan Allah selama ini yang telah mulai bersemi), tiba-tiba rapuh tak berarti sama sekali. Maka, pada saat-saat genting seperti itulah ayat-ayat surat ar-Rūm ini diturunkan Allah ‘Azza wa Jalla untuk mengokohkan kembali moral kepercayaan (yang telah merosot tajam dan mulai cenderung roboh itu) agar tegak dan mengakar kembali di hati kaum Muslimin.

Bukan fakta sejarah saja yang mencatat bangsa Romawi Nashrani dalam peperangan yang hebat itu dapat dikalahkan oleh bangsa Persia yang Musyrik ketika itu, tapi lebih-lebih lagi dinukilkan oleh ayat al-Qur’an. Kemudiannya kita tahu bahwa kejadian itu sangat strategis bagi masa depan agama Islam yang perlu mendapat keteguhan langsung dari firman-Nya itu. Mari kita simak ayat 2 dari surat ar-Rūm ini sebagai berikut:

Gholibatir Rūm, - Telah dikalahkan bangsa Romawi,

Di daerah atau tempat manakah bangsa Romawi ditaklukkan oleh bangsa Persia? Hal ini diterangkan lagi pada ayat 3 berikutnya dalam surat yang sama, pangkal ayatnya menyebutkan:

Fī adnal ardhi, - Di negeri yang terdekat,

Yang dekat dari Makkah itu adalah sebelah baratnya adalah Palestina sebelah timurnya adalah Syria. [8] Kedua daerah itu selama ini menjadi jajahan Byzantium (Romawi Timur). Kekalahan bangsa Romawi sangat meremukkan hati perasaan bangsa Romawi. Sebab Kayu Palang Pusaka tempat menyalib Nabi Isa as menurut kepercayaan mereka, telah pula menjadi rampasan perang yang kini menjadi milik bangsa Persia. Tetapi ujung ayat ini memberi obat penghilang duka cita yang dialami serta memberikan kepercayaan teguh akan kemenangan bangsa Romawi kepada kaum muslimin Makkah.

Wa hum mim ba’di ghalabihim sayagh-libūn - Dan mereka (bangsa Romawi) sesudah dikalahkan, akan menang.

Bila mereka akan menang? Pertanyaan ini mendasar sekali, karena rasa cemas kamum Muslimin yang belum berdaya itu ingin kepastian waktu dari Tuhan Rabbul ‘Ālamīn. Sebentar lagi, besok atau seratus tahun lagi, yang terlalu lama. Isi hati kaum Muslimin yang masih berada di bawah sadar itu sudah diketahui Allah ‘Azza wa Jalla. [9]  Kepastian waktu itu kemudian diberitahukan Allah seperti pangkal ayat 4 surat ar-Rūm ini:

Fī bidh’i sinīna - Dalam beberapa tahun (lagi). [10]



Kaum Muslimin Makkah berada
diantara harap dan putus asa


Apakah memang benar demikian? Kebenaran perkiraan waktu itu disangsikan (memang pantas disangsikan), karena belum kejadian. Terutama kaum Musyrikin Makkah tidak mempercayai sama sekali. Kecuali dalam hal ini Abu Bakar ra sangat percaya bahwa pasti bangsa Romawi (yang telah kalah itu) dalam perang berikutnya akan menang atas bangsa Persia dalam antara 3 dan 9 tahun itu. Ia yakin benar dengan kata-kata Rasul Allah saw itu, karena itu dari wahyu Allah ‘Azza wa Jalla.

Sikap dan kepercayaan Abu Bakar ra ini dicemoohkan oleh kaum Musyrikin, sampai-sampai kaum Musyrikin Makkah mengajak bertaruh Abu Bakar ra sebanyak 100 ekor onta. Hal itu dilakukannya karena mereka yakin betul bahwa bangsa Persia yang Musyrik itu akan berjaya selamanya dan Romawi yang Nashrani tidak bangkit lagi.

U
ntuk memperlihatkan kesungguhan kebenarannya itu ada ditangun kaum Musyrikin, ditantanglah Abu Bakar ra dengan bertaruh dengan 100 ekor unta. Penawaran taruhan kaum pembesar  Musyrikin Makkah diterima Abu Bakar ra, karena Abu Bakar ra sungguh yakin benar akan kebenaran firman Allah ‘Azza wa Jalla yang disebutkan dalam ayat 4 surat ar-Rūm itu. Jika pada masa ‘bidh’i sinīna’ [11] belum juga Romawi menang, maka Abu Bakar ra wajib membayar 100 ekor onta. Sebaliknya jika pada masa ‘bidh’i sinīna’ Persia dikalahkan oleh Romawi pada perang berikutnya, maka Abu Bakar ra menang taruhan dengan mendapatkan 100 ekor unta suatu bilangan yang banyak sekali ketika itu. Waktu itu bertaruh belum dilarang dalam ajaran Islam. [12]

Kaum Musyrikin Makkah sangat yakin sekali akan kemenangannya dalam bertaruh dengan Abu Bakar ra, karena daerah-daerah Byzantium telah benar-benar diduduki oleh Persia saat itu. Mereka mengetahui dengan pasti, karena umumnya penduduk Makkah suku Qurasy sebagai saudagar kafilah (caravan) yang datang ke Syam (Syria) - di utara. Bahkan ke Yaman - di selatan. Jadi berita dan situasi setempat mereka mengetahui. [13]  Dalam catatan sejarah bangsa Persia menang atas bangsa Romawi pada tahun antara 613 dan 614, yaitu 7 tahun sebelum kaum Muslim Makkah hijrah ke Madinah. Dengan begitu umur agama Islam yang dibawa Rasul Allah saw baru 6 tahun sejak perintah kerasulan mesti berdakwah kepada manusia seperti yang terdapat dalam surat al-Muddatstsir  [14]  yang diturunkan kepada Rasul saw sebagai ‘surat perintah’-Nya kepada Rasul Allah (baca Rasulullāh).

Tahun demi tahun belum juga tampak tanda-tanda Romawi bangkit melawan Persia. Kaum Musyrikin Makkah mulai lebih berbangga diri lagi dari yang sudah-sudah, karena belum juga ada perlawanan kembali dari Romawi. Berarti bahwa janji Allah yang akan memberikan kembali kemenangan kepada Romawi seperti yang dikatakan Muhammad saw dusta belaka, tanpa ada dasar kebenarannya. Buktinya dalam waktu ‘bidh’i sinīna’ belum menunjukkan adanya gerakan atau perang yang dilakukan bangsa Romawi untuk melawan kembali dan mengambil tanah yang diduduki musuhnya.    

Betapa kritis dan rapuhnya keadaan umat Islam Makkah ketika itu. Hanya beberapa orang saja yang teguh imannya dan percaya akan datangnya janji Allah itu, seperti Abu Bakar ra tetap berdiri dibelakang Rasul Allah saw. Karena mereka yakin seyakin-yakinnya kepada janji Allah. Janji Allah bukanlah seperti janji manusia. Kalau Allah berjanji, sebenar-benar berjanji dan terjadi! [15]


Nubuat yang ditunggu-tunggu
Kaum Muslimin datang

Kemudian datanglah hal yang tidak disangka-sangka kaum Musyrikin Makkah, mulai tahun 621 yaitu tahun ke-7  dari kekalahan Romawi atas Persia, Kaisar ketika itu bernama Heraclius membangkitkan kembali semangat bangsa Romawi dan menyusun kekuatan serdadunya untuk menebus kekalahannya. Maka diserbulah dengan segenap kekuatannya melawan habis-habisan serdadu Kerajaan Persia yang dipimpin Rajanya bernama Kisra. Akhirnya usaha bangsa Romawi dengan perantaraan serdadu-serdadunya yang dipimpin Kaisar Heraclius ini tidak sia-sia, tanah Syam (Syria) dan Palestina dapat direbut kembali ketangan Byzantium (Romawi Timur). Bahkan sampai pusat Kerajaan Persia sendiri, Madain didudukinya serta Kayu Palang Pusaka tempat menyalib Isa as yang dipercayainya itu berhasil diboyong kembali.

Kabar kekalahan bangsa Persia yang musyrik itu akhirnya sampai ke kota Makkah, dan Abu Bakar ra memenangkan taruhan 100 ekor unta. Namun dalam riwayatnya tidak dinikmati beliau, kecuali dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Maka terbuktilah sekarang akan kebenaran firman Allah ‘Azza wa Jalla yang disampaikan Rasul-Nya Muhammad saw, pada ujung ayat 4 surat ar-Rūm tersebut berfirman Allah ‘Azza wa Jalla:

Yaw ma-idziy yafrohul mu’minūn - Pada hari itu orang-orang beriman merasa gembira

Rupanya bersimpatinya kaum Muslimin Makkah kepada Ahlul-Kitab selama ini tidaklah salah. Kebenaran Allah adalah kebenaran yang haq, tidak diragukan lagi. Karena apa? Karena kenyataan sejarah (dalam peristiwa yang telah dipaparkan seperti tersebut diatas) tak terbantahkan dan sudah membuktikan, adanya.

Mereka kini kaum Muslimin Makkah yang tadinya berduka sedih, cemas, ragu-ragu akan kebenaran Allah yang Rahman lagi Rahim kini bersuka ria. Harapan akan keyakinan Islam timbul lagi, moral imannya menjadi bertambah kokoh kini.

Hukum besi dari Allah artinya adalah hukum yang kuat dan tak terbantahkan. Begitu pula peraturan Allah yang telah mengabadi menjadi ‘sunatullāh’ tersebut bukan saja berlaku pada saat Rasul Allah saw hidup saja. Namun masa lalu sejak Nabi Adam as sampai Nabi Isa as. Dan masa mendatang juga, artinya setelah Rasul Allah saw wafat sampai akhir zaman. Rasul Allah (baca Rasulullāh) saw adalah Nabi terakhir, setelahnya tidak ada lagi Nabi atau Rasul. Pusaka para Nabi dan Rasul semua tersusun dalam Kitab Allah (baca Kitabullāh) yang ada di Al-Qur’an Al-Karīm (baca Al-Qur’anul Karīm) yang keasliannya terpelihara dengan sangat baik. Dengan Kitab Allah inilah kita berpegang dalam menjalani hidup di dunia ini. Seperti berhasilnya kembali Romawi merebut tanahnya kembali plus bonus berupa tanah Persia seterunya sebagaimana pertengahan ayat 4 surat ar-Rūm menyebutkannya:

Lillahil amru min qoblu wa min ba’du - Keputusan (ketetapan) Allah itu berlaku pada masa lalu dan masa mendatang.

Demikianlah akhirnya bidh’i sinīna yang ditunggu-tunggu dengan rasa cemas dan ragu-ragu sungguh benar-benar terjadi seperti yang dijanjikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam firman-Nya seperti yang paparkan diatas.


KESIMPULAN

D
engan pertolongan Allah. Ditolong-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. (Karena) Dia Maha Kuasa lagi Maha Mengayomi. (Itulah) janji Allah! Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Mereka mengetahui yang lahir (saja) dalam kehidupan dunia. (Namun) terhadap akibat kemudiannya tidak diperhatikan (dunia tidak dimengerti untuk apa, akhiratnya lalai). [QS Ar-Rūm 30:5,6,7]

Jika Allah ‘Azza wa Jalla telah berucap (berfirman) ‘akan menolong’, maka pasti akan ditolongnya. Jangan sak atau ragu lagi walau sedikitpun. Itulah maknanya kisah yang ada dan terjadi dalam rekaman atau bukti sejarah yang telah dipaparkan dalam ‘Mengambil Pelajaran dari Romawi’ dalam surat ar-Rūm ini.  Kehendak Allah yang ber-maha-gelar Al-Qōdir (diantara 99 gelar asmāul husnā lainnya) adalah mutlak (absolute) - pasti berlaku, karena Dia sangat berkuasa [Al-Qōdir] dan sangat mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Kesemuanya itu dilakukan-Nya berkat dari pancaran sinar dari rasa pengayoman atau Kasih-Nya seperti yang difirmankan-Nya pada ayat 5 surat ar-Rūm berikut ini:

Binashrillāh - Dengan pertolongan Allah
Yanshuru mayyasyā-u - Ditolong-Nya siapa yang dikehendaki-Nya
wa Huwal ‘Azizur Rõhīm - (Karena) Dia Maha Kuasa lagi Maha Mengayomi

Khususnya pada masa kini abad ke-21 yang berada dalam millennium ke-3, diharapkan hajad masing-masing pribadi atau rencana organisasi masing-masing jamaah kaum muslimin akan memperoleh sebagaimana telah kesampainnya pengharapan kaum Muslimin Makkah (ketika itu). Yaitu mengharapkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk dapat memenangkan bangsa Romawi Ahlul Kitab yang seolah merupakan bagian dari dirinya (yang tidak tega dikalahkan kaum Musyrikin Persia). Maka, janji Allah yang akan berpihak kepada anda (kita semua) itu pasti berlaku juga. Asalkan mengerti apa yang diperjuangkan itu demi Allah - tentu dengan cara-cara Allah. Nah, karena janji Allah itu benar adanya seperti yang telah dibuktikan kepada kaum Romawi. Jangan sak lagi akan janji Allah itu! Ayat 6 surat ar-Rūm Allah berfirman seperti berikut ini, mempertegasnya:

Wa’dalLāh - (Itulah) janji Allah!
Lā yukh lifulLāhu wa’dah - Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya.
Wa lā kinna ak-tsoron nās, - Tetapi kebanyakan manusia
Lā ya’ lamūn - tidak mengetahuinya.

Kenapa ada disebutkan pada ujung ayat 6 surat ar-Rūm ini disebutkan ‘wa lā kinna ak-tsoron nās, la ya’ lamūn’, artinya: Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maksudnya, tidak banyak manusia yang mengambil pelajaran dari kejadian dalam catatan sejarah itu. Karena apa? Karena, tidak begitu menjadikan al-Qur’an menjadi buku panduan hidup yang seutuhnya? Kalaupun ada hanya dalam usaha nafsi-nafsi jamaah yang ‘terfirkah-firkah’? Belum dalam jamaah yang terintegrasi baik secara bulat dan total? Sedangkan yang dimaksudkan oleh Tuhan Pencipta Semesta Alam adalah adanya paradigma dalam suatu kesatuan paham tentang kehidupan. Yaitu maksudnya adalah satu prinsip dalam satu kesatuan gerakan yang menjadi kekuatan yang utuh dalam menegakkan keadilan (justice), kesejahteraan (well being), kedamaian (peace and love) diantara manusia dan ekosistimnya.

Menurut hemat kami karena kita hampir tidak pernah mau memikirkan lebih dalam lagi apa yang ada dibalik (beyond) dari apa yang ada tampak dalam lahirnya. Kita jarang atau belum pernah melihat secara ‘visi’ kejadian yang lahir dan menganalisa kecenderungannya (trend) kemana dan apa berikutnya yang akan terjadi. Dengan cara itu ridha Allah datang, maka kelestarian hidup dapat diraih bersama dalam keharmonisan dan kecukupan hidup di dunia serta juga sebagai jembatan untuk hidup di akhirat kelak.

Disinilah orang beriman dituntut ke piawaiannya dal ber-Ulil Albab. [16] Yakni orang beriman atau pemimpin atau pendakwah mesti tidak cukup hanya menggunakan akal pikiran (IQ) tapi juga emotional intelligent (EI) dan spiritual quotion (SQ) untuk merenungkan, menganalisa, meng-observasi alam raya dan alam jiwa manusia. Dan ber-Ulil Abshor. [17] Yakni orang beriman atau pemimpin atau pendakwah mesti mempunyai pandangan yang tajam melihat kedepan yang baik buat umat dalam masa-masa dimana dia hidup. Dia membaca kondisi hidup di zamannya agar lebih baik dari umat sebelum dan sekelilingnya. Para Ulil Abshor ini umumnya menggunakan rasa emosi positif yang membangun, peran metoda Ulil Abshor inilah yang menentukan keberhasilannya hidup manusia (atas ketaqwaan kepada-Nya). Keberhasilan Ulil Abshor menggunakan akal nurani disebut juga qalbu, yaitu visi; al-bayan atau daya kepahaman akan sesuatu.

Menurut penelitian ahli psychology dan ahli lainnya yang berkenaan dengan jiwa manusia mengatakan keberhasilan manusia ditentukan oleh tingkat pemikiran akal fikiran [18] atau IQ (Intelligent Quotion) hanya 20% selebihnya ditentukan oleh kecerdasan emosional - EQ (Emotional Quation)  yaitu kemampuan memahami ‘Perasaan’ (Daniel Goleman). [19] Dan kecerdasan ‘Spiritual’ - SQ (Spiritual Quotion) yaitu kemampuan dari adanya ‘God Spot’ dalam otak manusia (Danah Zohar dan Ian Marshal) yang berkemampuan memahami Nilai dan Makna. [20] Yaitu orang yang memotivasi hidupnya dilandasi nilai-nilai kesucian seperti yang diajarkan oleh nilai-nilai ruhaniah dalam nilai-nilai ketuhanan. Dengan nilai-nilai ketuhanan itulah manusia akan mampu memahami nilai dan makna kehidupan. Mereka itu dapat dapat mengembangkan pesan-pesan Allah ‘Azza wa Jalla yang terdapat di Alam Raya dan terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’an. Kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di zamannya dimana umatnya berada (ajaran hablum minan nas atau muamalah Islam). Sementara ajaran hablum minalLah atau ajaran hubungan dengan Allah Maha Pencipta rengkuh kuat-kuat, jangan tinggalkan tapi terapkan bergandengan dengan ajaran muamalah Islam yang bijak ini. Sinergi ini akan membawa kehidupan dalam rel ‘shirōthol mustaqīm’ [21] - jalan keberhasilan.

Pada akhir surat mengenai masalah ‘Pelajaran dari Roma’ – ar-Rūm ini disinggung dalam firman Allah 'Azza wa Jalla pada ayat 7 surat ar-Rūm:

Ya’lamūna dzõhirom minal hayawātid dunyā
Mereka mengetahui yang lahir (saja) dalam kehidupan dunia
Wa hum’anil ākhiratihum ghõfilūn
(Namun) terhadap akibat kemudiannya tidak diperhatikan
(dunia tidak dimengerti untuk apa, akhiratnya lalai)

Maka daya kritis dalam cara berfikir ‘emotional - EI’ dan ‘spiritual- SQ atas sesuatu masalah dimintakan kepada kita untuk memahaminya. Selanjutnya sebagai ‘agent of development’ - ‘amar ma’ruf’ dan ‘agent of change’ - nahi mungkar mengupayakannya kepada hal yang lebih baik lagi.  [22]  Inilah yang dimaksudkan dengan cara kerja manusia khalifah-khalifah di muka bumi [23] yang kelengkapannya telah diberikan dalam bentuk ‘akal fikiran’-IQ dan ‘akal qalbu’- EQ dan SQ. Yaitu seberapa jauh kemampuan manusia berinteraksi dengan Alam Raya (IQ); Seberapa jauh manusia berinteraksi sesama manusia dalam harmonis dan berkecukupan (EQ); Seberapa jauh manusia berinteraksi dengan Tuhannya - hablum min allāh dalam beribadah (SQ) yang dengan itu menerapkan nilai-nilai ketuhanan di dunia dalam merealisasikan ajaran habblum minan nās-nya selama hidup di dunia ini agar harmonis dan sejahtera dengan umat yang lain menjadi muallaf atau setidak-tidaknya mengerti bahwa Islam ini adalah mengajarkan dan melaksanakan kedamaian hidup bersama dengan umat lainnya [24] dalam semangat ta’aruf, [25] yaitu 3T1I - Ta’aruf; Tafahum; Ta’awun dan Itsar. Maknanya adalah (T) Ta’aruf yakni saling mengenal; (T) Tafahum yakni saling memaklumi latar belakang hidup, keyakinan dan pandangan hidup; namun dapat melakukan (T) Ta’awun yakni kerja sama dalam masalah hubungan sesama manusia; (I) Itsar yakni tidak saling bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak saling memerangi.

Itulah inti pesan hidup kedua dari surah ar-Rūm dari ayat 5 sampai dengan ayat 7 - hikmah dibalik kejadian atau ‘Pengajaran dari Roma’ itu. Sedang pesan pertamanya dari surat ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 4 adalah menerangkan kebenaran firman Allah dan iman Islam dalam janji Allah benar terlaksana.


PENUTUP

D
emikianlah isi pesan dari Surah ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 7 yang patut kita hikmati dengan sunguh-sungguh dan terapkan dalam kehidupan keseharian kita.

Mudah-mudahan tahun-tahun kedepan dalam menghadapi tahap pertama dari 4 etape kehidupan abad ke-21 dapat kita lalui dengan harmonis, aman, damai dan sejahtera, dan kalaupun mungkin tidak 100%, masih tetap terkendali dalam garis rata-rata normal. God already gave all humankind the opportunity for a good life on earth. Now, it is your turn to believe and choose!

Akhirul Kalam, semoga uraiannya bermanfaat bagi kita semua, āmīn. Billāhi Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD. 6 Jumādī-Awal 1441 H / 1 Januari 2020 M. □ AFM



CATATAN KAKI
[1] Sensus penduduk dunia tahun 2013 berjumlah 7.16 milyard.
[2] The Essential KORAN, The Heart of Islam, Thomas Clearly, Published by Castle Books, New Jersey, USA 1993.
[3] Kehidupan ekonomi rumah tangga; Pendidikan dan keseimbangan ajaran hidup agama dan dunia sebagai (sarana) ladang ibadah; Rasa persaudaraan dan semangat ukhuwah islamiyah; Keahlian organisasi-manajemen; Kesadaran berimamah (berkepemimpinan); Imamah yang berorientasi dalam memprioritaskan kepentingan hidup anggota dibawah sebagai ‘batu bata’ kokoh dari bangunan jamaah islamiyah; Serta nilai moral kepemimpinan yang berakhlak tinggi; Juga menguasai Ilmu dan Teknologi yang terbaik.
[4] Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia hadapkan kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat untuk dimintai pertanggungan jawab amalan siapa-siapa saja yang benar-benar baik semasih di dunia). [QS al-Baqarah 2:148]
Yang menjadikan mati (tidak bisa beramal lagi) dan hidup (ada kesempatan untuk berbuat amal kebajikan sebaik dan sebanyak mungkin), supaya Dia (Allah) menguji (melihat kesempatan perbuatan amal yang ada), (untuk melihat dan mengetahui) siapa diantara kamu (manusia) yang lebih baik amalannya. Dia Maha ‘Azīz (Maha Perkasa, All-Mighty) lagi Al-Ghofūr (Maha Pengampun, Oft-Forgiving). [QS Al-Mulk 67:2]
[5] Dan carilah negeri akhirat [dengan melakukan amalan ibadah semasih di dunia] dengan apa yang telah dianugerahkan [iman, kemauan, waktu, tangan, akal, harta rezeki, ilmu, keahlian, jamaah (organisasi dan manajemen), akal dan kesadaran] Allah kepadamu. Tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat dan sejahtera) di dunia. [QS Al-Qashash 28:77]
…kecuali orang-orang yang BERIMAN dan MENGERJAKAN AMAL SHALEH (BAIK), maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. [QS at-Tīn 95:6]
[6] Pesimis di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online adalah orang yang bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan.
[7] Nubuat (bahasa Inggris: prophecy), artinya menyatakan lebih dahulu peristiwa-peristiwa yang akan terjadi telah diberitahukan.
[8] Kalau disebut Palestina dan Syria dulu kala maksudnya adalah daerah-daerah yang kini  bernama Israel, Palestina, Jordania, Lebanon, Syria dan Irak. Sedang Persia adalah Iran.
[9] Dia Allah, tiada Tuhan selain Dia. Maha Mengetahui perkara yang ghaib (tersembunyi) dan yang syahādat (terang, nyata). [QS al-Hasyr 59:22]
[10] Diantara 3 sampai 9 tahun.
[11] ‘Bidh’i Sinīna’ dalam bahasa Arab biasanya bermakna kira-kira yaitu waktu antara 3 sampai dengan 9 tahun.
[12] Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Pada umumnya turunnya sesuai dengan ‘case’ yang dihadapi. Jadi ada ‘case’ ada ‘solution’, disebut sebagai Asbabun Nuzul - turunnya ayat-ayat itu ada sebab-sebabnya. Jadi taruhan ketika itu belum ada ketentuannya.
[13] Bangsa Arab Makkah pekerjaannya berdagang (saudagar perantara) baik ke Syam di utara maupun ke Yaman di selatan sebagaimana diuraikan juga dalam Surah Quraisy (surat ke 106) ayat 1 dan 2 sebagai berikut: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. Yaitu kebiasaan mereka bepergian (berdagang atau saudagar dengan menggunakan kafilah atau caravan dengan onta) pada musim dingin (pergi ke Yaman) dan musim panas (pergi ke Syam). Dengan itu selaku pedagang dia mengetahui berita dan keadaan setempat dimana mereka berada.
[14] Hai orang yang berselimut (Muhammad saw)! Bangunlah, dan berikanlah peringatan (berdakwah)! [QS Al-Muddatstsir 74:1,2]
[15] Janji Allah! Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya. Tetapi kebanyakan manusia, tidak mengetahuinya. [QS Ar-Rūm 30:6]
[16] Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kauniyah, keterangan tentang tabiat atau hukum alam, dan kebesaran Allah) bagi orang yang berakal - Ulil Albab. [QS Āli ‘Imrān 3:190]
[17] Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan - Ulil Abshor, Visioner! [QS al-Hasyr 59:2]
[18] Keith Devlin, Goodbye Descartes, The end of logic and the search for a new cosmology of the mind, John Wiley & Sons, Inc. Keith Devlin Ph.D. adalah Senior Researcher pada Stanford University’s Center dalam bidang studi Bahasa dan Komunikasi.
[19] Daniel Goleman Ph.D., Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ. He has taught at Harvard (where he received his Ph.D.) and was formerly senior editor at Psychology Today.
[20] Danah Zohar and Ian Marshall, The Ultimate Intelligence, Bloomsbury Publishing PLC
[21] Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang yang makruf - membangun kebajikan (amar ma’ruf, agent of development) dan mencegah dari yang mungkar – mecegah merusak, mengganti dengan yang lebih baik (nahi munkar, agent of change), dan beriman kepada Allah. [QS Āli ‘Imrān 3:110]
[22] Jalan yang telah membuktikan keberhasilan hidup di setiap zaman yang dibimbing oleh para Nabi atau Rasul dan kemudian dilaksanakan oleh generasi setelah para Nabi dan Rasul tidak ada, berdasarkan nilai-nilai dari contoh bagaimana melaksanakannya ajaran berdasarkan Kitab Suci (dan ajaran-ajaran-Nya yang terkumpul dalam bentuk lainnya) yang ada pada setiap zaman.
[23] Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi…” [QS Al-An’ām 6:165]
[24] Lakum dīnukum walia dīn - Bagimu (untukmu) agamamu dan bagiku (untukku) agamaku. [QS Al-Kāfirūn 109:6] dalam semangat Ta'aruf.
[25] Ta’aruf - Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu TA’ARUF (saling kenal mengenal, artinya kemauan orang yang siap hidup bersama dengan orang atau bangsa lain dalam ‘perbedaan’). [QS Al-Hujurāt 49:13].
Prinsip TA’ARUF ini meliputi 3T1I. Yaitu: Ta’aruf; Tafahum; Ta’awun dan Itsar. Maknanya adalah (T) Ta’aruf yakni saling mengenal; (T) Tafahum yakni saling memaklumi latar belakang hidup, keyakinan dan pandangan hidup; namun dapat melakukan (T) Ta’awun yakni kerja sama dalam masalah hubungan sesama manusia; (I) Itsar yakni tidak saling bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak saling memerangi. □□


SUMBER
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-i.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-ii.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-iii.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/12/pelajaran-dari-roma-iv.html  □□□