Saturday, November 11, 2017

Adil dan Beradab Yang Raib




Pendahuluan [1]

D
alam buku “Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab” karya Dr Adian Husaini adalah hasil penelitian penulis selama tiga bulan (Agustus-Oktober 2014) di Center for Advanced Studies on Islam, Science and Civilization – Universiti Teknologi Malaysia (CASIS-UTM). Atas jasa baik dari Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, baik dalam soal administrasi dan pembiayaan, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan penelitian itu dan telah dipresentasikan dalam Seminar Penelitian di CASIS-UTM pada akhir Oktober 2014.

Penelitian ini difokuskan pada penelitian konsep tentang adab dan ta’dib (pendidikan) yang telah digagas oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas dan telah dipresentasikan dalam seminar internasional tentang Pendidikan Islam pertama di Kota Mekkah tahun 1977.

Pemikiran tentang ta’dib ini kemudian menghasilkan gerakan internasional “Islamisasi Ilmu” di berbagai dunia Islam, termasuk di UIKA pada tahun 1983 dengan dicanangkannya program ISK (Islamisasi Sains dan Kampus) oleh Rektor UIKA ketika itu Prof. Dr. Ir. AM Saefuddin.

Konsep adab dan ta’dib Prof. Naquib al-Attas bertumpu pada hubungan tiga kata kunci, yaitu adab, adil, dan hikmah. Bahwa, hikmah melahirkan adab; dan jika adab ditegakkan, maka akan terwujudlah al-adalah (keadilan), yakni suatu kondisi, dimana segala sesuatu ada pada tempatnya yang betul, sesuai harkat dan martabat yang ditentukan Allah.

Adalah hal yang “mengejutkan” bahwa tiga kata kunci (adab, adil, dan hikmah), terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, lebih khusus lagi dalam kelima sila Pancasila. Meskipun dalam penelitian ini, penulis belum berhasil menemukan, siapa sebenarnya perumus sila-sila dalam Pancasila – yang merupakan konsep dasar hasil rumusan Piagam Jakarta, minus tujuh kata (… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya).

Setelah penulis melakukan pendalaman terhadap pemikiran Prof. Naquib al-Attas dan pelusuran terhadap gagasan-gagasan para pemikir besar di Indonesia, seperti Haji Agus Salim, KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, Hamka, Ki Bagus Hadikoesoemo, dan sebagainya, penulis menjumpai, bahwa pemikiran Prof. al-Attas seperti memberikan rangkuman sistematis terhadap pemikiran keislaman para tokoh Islam di Indonesia tersebut. Apalagi, kemudian, Prof. al-Attas berhasil mewujudkan gagasan-gagasannya dalam sebuah insititusi pendidikan tinggi bertaraf internasional (ISTAC), sehingga memudahkan para pengkaji untuk menelusuri dan memahami pemikirannya.


Problematik Dikalangan Umat

P
emikiran Prof. al-Attas tentang adab dan aplikasinya dalam kehidupan kenegaraan dan pendidikan di Indonesia ini sangat penting dan strategis, karena kita sedang menghadapi sejumlah pemikiran yang berbeda secara ekstrim. 

Pada satu sisi, kita menghadapi pemikiran yang memandang NKRI sebagai Negara kafir Republik Indonesia sehinggau kaum muslimin diharamkan memasuki sistemnya. Bahkan, ada yang menyebut, menjadi anggota DPR sudah kafir, karena dianggap ikut membuat hukum selain hukum Allah SWT. Sebagian kalangan ini mengharamkan umat Islam terlibat dalam Pemilu, karena dianggap sebagai perwujudan sistem kufur (demokrasi). Pendapat ini dikembangkan dengan sangat massif, khususnya di kalangan perguruan tinggi dan masyarakat Muslim terpelajar.

Pada sisi lain, kita menghadapi pemikiran ekstrim dalam bentuk sekulerisme dan liberalisme, yang memandang bahwa aqidah dan syariat Islam harus disesuaikan dengan realitas kebinekaan yang ada di Indonesia, sehingga dikembangkanlah gagasan Indonesia tanpa diskriminasi, fikih kebinekaan, Islam Nusantara dan sebagainya. Kaum liberal ini terus berusaha menyeret Indonesia ke arah negara sekuler dengan memperjuangkan penghapusan kolom agama di KTP, legalisasi perkawinan sesama jenis, pengesahan agama-agama lokal, penghapusan Perda-perda Syariat, dan sebagainya.


Di tengah gegap gempitanya dua kutub pemikiran tersebut, berbagai pemikiran kenegaraan dan pendidikan yang telah digagas oleh para negawarawan dan pendiri bangsa Indonesia dari kalangan Islam, seperti Haji Agus Salim, Hamka, Mohamamd Natsir, KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo dan sebagainya, menjadi tenggelam.

Karena itulah, penulis menemukan, bahwa rumusan pemikiran Prof. Naquib al-Attas tentang adab dalam kehidupan kenegaraan dan pendidikan, sangat tepat untuk mengaktualkan kembali gagasan-gagasan cerdas dari para tokoh Islam sebelumnya. Pemikiran Prof. al-Attas memiliki kedalaman filosofis dan berakar kuat pada kajian para ulama terdahulu, seperti Ibnul Mubarak, Imam al-Syafi’i, Ibnu Jamaah, dan sebagainya.


Pentingnya Konsep Adab dan Ta’dib

D
i tengah-tengah situasi ekonomi dan politik yang belum nenentu dan melemahnya kekuatan-kekuatan politik Islam, insyaAllah kajian ini sangat bermanfaat untuk memberikan panduan atau mercusuar bagi umat Islam Indonesia dalam meniti kehidupan dan lebih dari itu untuk melanjutkan perjuangan menegakkan kebenaran, sebagaimana diamanahkan oleh Rasulullah SAW dan para Nabi sebelumnya.

Naskah buku ini cukup lama belum terselesaikan. Alhamdulillah, pada September 2015, saya mendapat kesempatan berkunjung ke Sudan, mengantarkan anak belajar di Universitas Internasional Afrika. Pada kesempatan inilah saya mendapat kesempatan mengembangkan dan menuntaskan naskah buku ini. Demikian, semoga kajian ini bermanfaat dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan buku in, baik langsung maupun tidak langsung.


Konsep Hikmah, Adil dan Beradab [2]

K
onsep hikmah, adil, dan adab menurut Adian sepatutnya dipahami dengan baik oleh umat Islam Indonesia, jika mereka ingin mewujudkan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan peradaban yang agung. Dalam konsep adab, seorang muslim harus mampu dan mau memahami dan meletakkan segala sesuatu di tempatnya yang betul sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah.

Dalam politik, misalnya, penguasa jangan berlaku tidak beradab, dengan membuat kebijakan yang melawan aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya yang dirumuskan oleh para ulama Islam. Ketaatan pada negara atau pemerintah, sesuai konsep adab, harus diletakkan di bawah ketaatan kepada Tuhan.

Ironisnya, justru pembangkangan kepada Tuhan Yang Maha Esa dilakukan di berbagai bidang kebijakan pembangunan. Konsep negara maju seharusnya diambil dari al-Quran, sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam, dan tradisi keilmuan Islam yang dirumuskan pada ulama. Konsep pembangunan yang adil dan beradab bisa diambil dan dikembangkan dari konsep negara taqwa.

Ringkasnya, jika konsep hikmah, adab, dan adil diterapkan di Indonesia dengan tepat dan sungguh-sungguh, pasti Indonesia akan menjadi negara maju dan hebat, yakni negara adil dan makmur di bawah naungan ridho Ilahi.

Dalam sejarah, sudah sangat melimpah konsep-konsep negara adil dan beradab yang dirumuskan para ulama dan tokoh Islam, seperti Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadikoesoemo, Kasman Singodimejo, Mohammad Natsir, Hamka, dan sebagainya.

Kini, konsep-konsep itu perlu dirumuskan dan diterapkan kembali dalam konteks perjuangan membangun Indonesia kini dan ke depan. InsyaAllah dengan itu, kita tidak salah arah, tidak salah proporsi, Lebih jauh tentang aplikasi konsep adab, hikmah, dan adil, dalam membangun Indonesia yang adil dan beradab.


Krisi Nilai Keadilan dan Adab [3]

M
emperhatikan dinamika kebangsaan yang kian jauh dari nilai-nilai keadilan dan adab, Dewan Pengurus Daerah (DPD) Hidayatullah Bali bekerjasama dengan Laznas BMH mengundang cendekiawan Muslim Adian Husaini untuk bedah buku beliau “Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab”.

Dalam pemaparannya Dr. Adian Husaini mencoba menakar akar pemasalahan yang terjadi dalam pergolakan Islamisasi di Indonesia.

“Indonesia yang adil dan beradab merupakan cita-cita bersama seluruh komponen bangsa Indonesia dengan segala dinamikanya harus selalu kita kawal untuk kita wujudkan,” ujar Adian.

“Cita-cita besar founding father itulah yang coba dituangkan dalam bentuk nyata,” imbuhnya.

Direktur Program Pendidikan Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun itu mengungkapkan, gagasan para pendiri bangsa Indonesia adalah mencitakan terwujudnya sebuah negara yang adil dan makmur dalam naungan ridha Ilahi (baldatun thayyibatun wa-rabbun ghafur). Itulah negara yang ideal yang diidam-idamkan sampai saat ini.

Oleh karena itu, menurutnya, bangsa Indonesia mesti kembali menghidupkan adab dalam kehidupan.

“Akar permasalahan umat Islam adalah “loss of adab” (hilang adab),” tegasnya. Adian menegaskan, Ada dua gagasan besar yang coba dikemukakan secara konkret dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya melahirkan insan-insan yang mampu menempatkan dirinya sebagai Muslim yang baik, juga sebagai warga Indonesia (dan dunia – admin blog) yang baik.

Pertama, kata dia, aplikasi adab dalam kenegaraan. Seorang muslim, jelasnya, harus tetap meletakkan loyalitas tertingginya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah swt. Karena menempatkan loyalitas terhadap makhluk lebih tinggi daripada kepada Al-Khaliq merupakan perbuatan yang tidak beradab.

Kedua, adalah aplikasi adab dalam pendidikan. Dia menjelaskan, Dewasa ini salah satu masalah terbesar umat Islam adalah masalah eksternal, yakni berupa serbuan pemikiran-pemikiran yang merusak.

Padahal, lanjutnya mengutip cendikiawan muslim kontemporer Prof. Al-Attas, ada masalah internal yang lebih mendasar. Akar masalah tersebut yang banyak tidak disadari oleh umat Islam yakni loss of adab.

Menurut Prof al-Attas, loss of adab umat Islam yakni hilangnya disiplin, mulai disiplin badan, pemikiran, dan jiwa. Seorang yang beradab menurut Al-Attas, adalah orang yang memahami dan mengakui posisinya yang tepat dengan dirinya sendiri, masyarakat dan sekelilingnya.

Dan juga memahami potensi-potensi fisik, intelektual, dan spritualnya. Olehnya itu, krisis saat ini terapinya harus dengan ta’dib (pendidikan), karena pendidikan dalam Islam adalah proses penanaman adab dalam diri seorang Muslim, pungkas Adian. 


Sumber Penulisan:
[1]https://insists.id/mewujudan-indonesia-adil-dan-beradab/
[2]https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/12/21/35553/catatan-akhir-tahun-adian-husaini-wujudkan-indonesia-adil-dan-beradab.html
[3]http://hidayatullah.or.id/read/kabar-hidayatullah/2016/01/22/mewujudkan-indonesia-adil-dan-beradab/□□