Pendahuluan [1]
D
|
alam buku “Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab”
karya Dr Adian Husaini adalah hasil penelitian penulis selama tiga bulan
(Agustus-Oktober 2014) di Center for Advanced Studies on Islam, Science and
Civilization – Universiti Teknologi Malaysia (CASIS-UTM). Atas jasa baik dari
Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, baik dalam soal administrasi dan pembiayaan,
Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan penelitian itu dan telah dipresentasikan
dalam Seminar Penelitian di CASIS-UTM pada akhir Oktober 2014.
Penelitian ini difokuskan pada penelitian konsep
tentang adab dan ta’dib (pendidikan) yang telah digagas oleh Prof. Syed
Muhammad Naquib al-Attas dan telah dipresentasikan dalam seminar internasional
tentang Pendidikan Islam pertama di Kota Mekkah tahun 1977.
Pemikiran tentang ta’dib ini kemudian
menghasilkan gerakan internasional “Islamisasi Ilmu” di berbagai dunia Islam,
termasuk di UIKA pada tahun 1983 dengan dicanangkannya program ISK (Islamisasi
Sains dan Kampus) oleh Rektor UIKA ketika itu Prof. Dr. Ir. AM Saefuddin.
Konsep adab dan ta’dib Prof.
Naquib al-Attas bertumpu pada hubungan tiga kata kunci, yaitu adab, adil, dan
hikmah. Bahwa, hikmah melahirkan adab; dan jika adab ditegakkan, maka akan
terwujudlah al-adalah (keadilan), yakni suatu kondisi, dimana segala sesuatu
ada pada tempatnya yang betul, sesuai harkat dan martabat yang ditentukan
Allah.
Adalah hal yang “mengejutkan” bahwa tiga kata kunci
(adab, adil, dan hikmah), terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, lebih khusus
lagi dalam kelima sila Pancasila. Meskipun dalam penelitian ini, penulis belum
berhasil menemukan, siapa sebenarnya perumus sila-sila dalam Pancasila – yang
merupakan konsep dasar hasil rumusan Piagam Jakarta, minus tujuh kata (… dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya).
Setelah penulis melakukan pendalaman terhadap
pemikiran Prof. Naquib al-Attas dan pelusuran terhadap gagasan-gagasan para
pemikir besar di Indonesia, seperti Haji Agus Salim, KH Hasyim Asy’ari, KH
Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, Hamka, Ki Bagus Hadikoesoemo, dan sebagainya,
penulis menjumpai, bahwa pemikiran Prof. al-Attas seperti memberikan rangkuman
sistematis terhadap pemikiran keislaman para tokoh Islam di Indonesia tersebut.
Apalagi, kemudian, Prof. al-Attas berhasil mewujudkan gagasan-gagasannya dalam
sebuah insititusi pendidikan tinggi bertaraf internasional (ISTAC), sehingga
memudahkan para pengkaji untuk menelusuri dan memahami pemikirannya.
Problematik Dikalangan Umat
P
|
emikiran Prof. al-Attas tentang adab dan
aplikasinya dalam kehidupan kenegaraan dan pendidikan di Indonesia ini sangat
penting dan strategis, karena kita sedang menghadapi sejumlah pemikiran yang
berbeda secara ekstrim.
Pada
satu sisi, kita menghadapi pemikiran yang memandang NKRI sebagai Negara kafir
Republik Indonesia sehinggau kaum muslimin diharamkan memasuki sistemnya.
Bahkan, ada yang menyebut, menjadi anggota DPR sudah kafir, karena dianggap
ikut membuat hukum selain hukum Allah SWT. Sebagian kalangan ini mengharamkan
umat Islam terlibat dalam Pemilu, karena dianggap sebagai perwujudan sistem
kufur (demokrasi). Pendapat ini dikembangkan dengan sangat massif, khususnya di
kalangan perguruan tinggi dan masyarakat Muslim terpelajar.
Pada
sisi lain, kita menghadapi pemikiran ekstrim dalam bentuk sekulerisme dan
liberalisme, yang memandang bahwa aqidah dan syariat Islam harus disesuaikan
dengan realitas kebinekaan yang ada di Indonesia, sehingga dikembangkanlah
gagasan Indonesia tanpa diskriminasi, fikih kebinekaan, Islam Nusantara dan
sebagainya. Kaum liberal ini terus berusaha menyeret Indonesia ke arah negara
sekuler dengan memperjuangkan penghapusan kolom agama di KTP, legalisasi
perkawinan sesama jenis, pengesahan agama-agama lokal, penghapusan Perda-perda
Syariat, dan sebagainya.
Di tengah gegap gempitanya dua kutub pemikiran tersebut, berbagai pemikiran
kenegaraan dan pendidikan yang telah digagas oleh para negawarawan dan pendiri
bangsa Indonesia dari kalangan Islam, seperti Haji Agus Salim, Hamka, Mohamamd
Natsir, KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo dan sebagainya,
menjadi tenggelam.
Karena itulah, penulis menemukan, bahwa rumusan
pemikiran Prof. Naquib al-Attas tentang adab dalam kehidupan kenegaraan dan
pendidikan, sangat tepat untuk mengaktualkan kembali gagasan-gagasan cerdas
dari para tokoh Islam sebelumnya. Pemikiran Prof. al-Attas memiliki kedalaman
filosofis dan berakar kuat pada kajian para ulama terdahulu, seperti Ibnul
Mubarak, Imam al-Syafi’i, Ibnu Jamaah, dan sebagainya.
Pentingnya Konsep Adab dan Ta’dib
D
|
i tengah-tengah situasi ekonomi dan politik yang
belum nenentu dan melemahnya kekuatan-kekuatan politik Islam, insyaAllah kajian
ini sangat bermanfaat untuk memberikan panduan atau mercusuar bagi umat Islam
Indonesia dalam meniti kehidupan dan lebih dari itu untuk melanjutkan
perjuangan menegakkan kebenaran, sebagaimana diamanahkan oleh Rasulullah SAW
dan para Nabi sebelumnya.
Naskah buku ini cukup lama belum terselesaikan.
Alhamdulillah, pada September 2015, saya mendapat kesempatan berkunjung ke
Sudan, mengantarkan anak belajar di Universitas Internasional Afrika. Pada
kesempatan inilah saya mendapat kesempatan mengembangkan dan menuntaskan naskah
buku ini. Demikian, semoga kajian ini bermanfaat dan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu penerbitan buku in, baik langsung maupun tidak
langsung.
Konsep Hikmah, Adil dan Beradab [2]
K
|
onsep hikmah, adil, dan adab menurut Adian
sepatutnya dipahami dengan baik oleh umat Islam Indonesia, jika mereka ingin
mewujudkan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan peradaban yang agung. Dalam
konsep adab, seorang muslim harus mampu dan mau memahami dan meletakkan segala
sesuatu di tempatnya yang betul sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan
Allah.
Dalam politik, misalnya, penguasa jangan berlaku
tidak beradab, dengan membuat kebijakan yang melawan aturan-aturan Allah dan
Rasul-Nya yang dirumuskan oleh para ulama Islam. Ketaatan pada negara atau
pemerintah, sesuai konsep adab, harus diletakkan di bawah ketaatan kepada
Tuhan.
Ironisnya, justru pembangkangan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dilakukan di berbagai bidang kebijakan pembangunan. Konsep negara
maju seharusnya diambil dari al-Quran, sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wassallam, dan tradisi keilmuan Islam yang dirumuskan pada ulama. Konsep
pembangunan yang adil dan beradab bisa diambil dan dikembangkan dari konsep
negara taqwa.
Ringkasnya, jika konsep hikmah, adab, dan adil
diterapkan di Indonesia dengan tepat dan sungguh-sungguh, pasti Indonesia akan
menjadi negara maju dan hebat, yakni negara adil dan makmur di bawah naungan
ridho Ilahi.
Dalam sejarah, sudah sangat melimpah
konsep-konsep negara adil dan beradab yang dirumuskan para ulama dan tokoh
Islam, seperti Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadikoesoemo, Kasman Singodimejo,
Mohammad Natsir, Hamka, dan sebagainya.
Kini, konsep-konsep itu perlu dirumuskan dan
diterapkan kembali dalam konteks perjuangan membangun Indonesia kini dan ke
depan. InsyaAllah dengan itu, kita tidak salah arah, tidak salah proporsi,
Lebih jauh tentang aplikasi konsep adab, hikmah, dan adil, dalam membangun
Indonesia yang adil dan beradab.
Krisi Nilai Keadilan dan Adab
[3]
M
|
emperhatikan dinamika kebangsaan yang
kian jauh dari nilai-nilai keadilan dan adab, Dewan Pengurus Daerah (DPD)
Hidayatullah Bali bekerjasama dengan Laznas BMH mengundang cendekiawan Muslim
Adian Husaini untuk bedah buku beliau “Mewujudkan Indonesia Adil dan
Beradab”.
Dalam pemaparannya Dr. Adian
Husaini mencoba menakar akar pemasalahan yang terjadi dalam pergolakan
Islamisasi di Indonesia.
“Indonesia yang adil dan beradab
merupakan cita-cita bersama seluruh komponen bangsa Indonesia dengan segala
dinamikanya harus selalu kita kawal untuk kita wujudkan,” ujar Adian.
“Cita-cita besar founding father itulah
yang coba dituangkan dalam bentuk nyata,” imbuhnya.
Direktur Program Pendidikan
Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun itu mengungkapkan, gagasan para pendiri bangsa Indonesia adalah mencitakan terwujudnya
sebuah negara yang adil dan makmur dalam naungan ridha Ilahi (baldatun
thayyibatun wa-rabbun ghafur). Itulah negara yang ideal yang diidam-idamkan
sampai saat ini.
Oleh karena itu, menurutnya, bangsa
Indonesia mesti kembali menghidupkan adab dalam kehidupan.
“Akar permasalahan umat Islam adalah “loss
of adab” (hilang adab),” tegasnya. Adian menegaskan, Ada dua gagasan besar
yang coba dikemukakan secara konkret dalam kehidupan sehari-hari yang pada
akhirnya melahirkan insan-insan yang mampu menempatkan dirinya sebagai Muslim
yang baik, juga sebagai warga Indonesia (dan dunia – admin blog) yang baik.
Pertama, kata
dia, aplikasi adab dalam kenegaraan. Seorang muslim, jelasnya, harus tetap
meletakkan loyalitas tertingginya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah swt. Karena menempatkan loyalitas
terhadap makhluk lebih tinggi daripada kepada Al-Khaliq merupakan perbuatan
yang tidak beradab.
Kedua, adalah aplikasi
adab dalam pendidikan. Dia menjelaskan, Dewasa ini salah satu masalah terbesar
umat Islam adalah masalah eksternal, yakni berupa serbuan pemikiran-pemikiran
yang merusak.
Padahal, lanjutnya mengutip cendikiawan
muslim kontemporer Prof. Al-Attas, ada masalah internal yang lebih mendasar.
Akar masalah tersebut yang banyak tidak disadari oleh umat Islam yakni loss
of adab.
Menurut Prof al-Attas, loss of adab
umat Islam yakni hilangnya disiplin, mulai disiplin badan, pemikiran, dan jiwa.
Seorang yang beradab menurut Al-Attas, adalah orang yang memahami dan mengakui
posisinya yang tepat dengan dirinya sendiri, masyarakat dan sekelilingnya.
Dan juga memahami potensi-potensi
fisik, intelektual, dan spritualnya. Olehnya itu, krisis saat ini terapinya
harus dengan ta’dib (pendidikan), karena pendidikan dalam Islam adalah
proses penanaman adab dalam diri seorang Muslim, pungkas Adian. □
Sumber Penulisan:
[1]https://insists.id/mewujudan-indonesia-adil-dan-beradab/
[2]https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/12/21/35553/catatan-akhir-tahun-adian-husaini-wujudkan-indonesia-adil-dan-beradab.html
[3]http://hidayatullah.or.id/read/kabar-hidayatullah/2016/01/22/mewujudkan-indonesia-adil-dan-beradab/□□