Thursday, June 16, 2016

Umatku Polos Umatku Malang




Kata Pengantar

Pemosting mendapat bahan ini dari laman sebelah, facebook Dutamardin Umar. Dari komen-komen yang dapat dibaca tidak dilihat komen yang ‘profesional’ dan matang sehingga kesan yang didapat “jauh panggang dari api”, yaitu apa yang dimaksudkan penulis tidak tertangkap, yaitu komennya tidak relevan dengan tulisan yang dimaksud. Padahal sebagai pemerhati mestinya objektif sejujurnya untuk membaca arah penulisan dari seorang Doktor ini.

Demikianlah Republik ini masih banyak mewariskan orang-orang yang mudah “dikibulin” para politisi ulung yang sama sekali tidak menggambarkan jiwa bangsa akar rumput dari masalah yang sesungguhnya, apalagi siapa sih yang berjuang di zaman sebelum kemerdekaan ini, kalau tidak umat Islam. Mari baca dengan seksama sekali lagi jangan mudah terkecoh dengan situasi sekarang ini. □ AFM


UMATKU POLOS, UMATKU MALANG
Oleh: Dr. Arief Munandar


Salah satu kesalahan umat Islam (kebanyakan warga akar rumput bangsa) sejak dulu adalah polos, buta politik, bahkan alergi dan menarik diri dari politik. Ini adalah warisan konstruksi berpikir kolonial, di mana diset politik itu urusan orang kulit putih (wong londo, Belanda), bisnis itu urusan etnis Cina, sedangkan pribumi ya jadi petani, pegawai, atau buruh. Padahal kebijakan yang mengatur arah kehidupan berbangsa dan bernegara ditentukan melalui mekanisme politik.

Coba lihat betapa dahsyatnya permainan politik dan dampaknya. Dampak tersebut menjadi berkali lipat lebih luar biasa karena politik pasti berjalin-berkelindan dengan media.

Seorang Jokowi dalam waktu sangat singkat bisa naik dari Walikota Solo, jadi Gubernur DKI, lalu jadi Presiden. Hampir tidak ada yang mempersoalkan bahwa beliau tidak pernah menyelesaikan masa jabatannya sebagai Walikota dan Gubernur dengan baik. Paralel dengan itu, seorang Ahok bisa melesat dari Bupati Belitung Timur menjadi Wagub DKI, dan kemudian jadi Gubernur di Ibu Kota Negara.

Banyak umat Islam dengan polos melihat dua fenomena di atas sebagai kebetulan. Padahal orang yang belajar politik sedikit saja pasti paham, tidak ada kebetulan dalam politik. Selalu ada agenda, strategi dan skenario di balik setiap peristiwa. Selalu ada _master mind_ di belakang itu semua. Bahkan selalu ada penyandang dana yang berkepentingan memastikan bahwa dampak peristiwa poltik tersebut memberikan _benefit_ yang lebih besar ketimbang _cost_ yang dikeluarkan.

Sama naifnya kalau kita menganggap bahwa kebetulan Ade Komarudin menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi sebagai Ketua DPR RI. Lalu Setya Novanto, yang saat berkunjung ke AS hadir di kampanye Donald Trump, malah terpilih jadi Ketum Golkar. Apa mungkin Setya Novanto bisa jadi pucuk pimpinan Partai Beringin tanpa campur tangan Ical? Ohya, jangan lupa, Donald Trump adalah kandidat Presiden AS yang terkenal sangat anti Islam. Salah satu gagasan dalam kampanyenya adalah melarang masuknya muslim ke negara Paman Sam.

Cerita tidak berhenti di situ. Tak lama setelah Setya Novanto jadi bos Golkar, partai warisan Orba ini langsung menyatakan dukungan kepada Ahok untuk kembali menjadi DKI Satu, menyusul Nasdem dan Hanura yang sudah lebih dahulu menyorongkan dukungan.

Kelanjutannya kita semua sudah mahfum. Tindakan Ahok menggusur ribuan warga marjinal di Jakarta tidak pernah disorot media. Demikian pula dugaan korupsi dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras tidak 'dikuliti' dengan antusias oleh para jurnalis.

Sebaliknya, kasus kecil razia Satpol PP terhadap seorang pedagang di Serang yang membuka warung di siang hari bulan Ramadhan diblow-up media dengan gegap gempita, dengan _angel_ yang menyudutkan umat Islam. Padahal Satpol PP hanya menegakkan Perda yang sudah bertahun-tahun berlaku di Serang, sebuah wilayah dengan 95% warga muslim. Kacaunya, Presiden dengan sangat patriotik menyumbang 10 juta untuk si pedagang. Bahkan para netizen menggalang dana hingga 130 juta sebagai wujud simpati.

Mengapa misalnya Jokowi tidak menyumbang dan para netizen tidak menggalang dana simpati yang sedemikian signifikan untuk para korban penggusuran Ahok? Apakah karena para warga marjinal itu melanggar Perda mengenai tata ruang sebagaimana selama ini didalihkan Ahok? Kalau begitu sama saja _bro_! Pedagang di Serang itu dirazia Satpol PP karena melanggar Perda yang mengatur jam buka gerai makanan selama Ramadhan.

Coba tengok bagaimana gegap gempitanya pemberitaan bahwa KPK menyatakan kasus RS Sumber Waras bebas dari korupsi, padahal BPK sebelumnya nyata-nyata mengindikasikan kerugian negara ratusan milyar dalam kasus ini. Sebaliknya, rentetan penggusuran yang dilakukan Ahok sepi-sepi saja di media. Kok bisa? Kebetulan? Pastinya tidak. Silakan lihat siapa bos besar di balik media-media kita.

Jadi kalau kita melihat banyak Perda bernuansa syariah dilucuti oleh regim Jokowi, itu _mah_ lumrah. Justru aneh kalau tidak begitu. Mungkin masih banyak yang belum _ngeh_ bahwa partainya Pak Jokowi ngotot mengubah isi UU Perkawinan tahun 1974 yang tidak merestui perkawinan beda agama. Partai tersebut juga berupaya menghilang ketentuan dalam UU Pendidikan Nasional yang nengharuskan sekolah menyediakan guru agama yang seagama dengan anak didiknya. Bahkan partai yang sama berada di barisan terdepan penentang UU Anti Pornografi.

Satu lagi. Di samping polos dan kurang melek politik, sebagian umat ini juga kurang tajam logikanya, sehingga mudah dijebak oleh kerancuan berpikir yang dihembuskan para politisi. Misalnya, Ahok kerap mengatakan, pilih mana antara pemimpin muslim tapi korup, atau pemimpin kafir tapi tidak korup. _Duh_, itu _fallacy of comparison_ namanya. Kita dipaksa memilih dua pilihan yang keduanya salah. Kita dibutakan sedemian rupa seolah tidak ada pilihan yang lain. Padahal, belum tentu saat ini pemimpin kafir yang tidak korup itu benar-benar ada. Padahal, belum tentu pemimpin kafir yang bicara begitu - _which is_ Ahok sendiri - benar-benar tidak korup. Padahal, banyak pemimpin muslim yang tidak korup. Contoh lain, salah satu Wakil Ketua Dewan yang sudah dipecat partainya, Fahri Hamzah mengatakan bahwa partainya tidak bisa memecat dirinya karena dia dipilih oleh konstutuennya. Publik disesatkan dari fakta bahwa seseorang bisa dipilih dalam pemilu sebagai anggota legislatif ya karena diajukan oleh partainya. Dan kerja mesin partai punya andil besar dalam kemenangan seorang kandidat. Apalagi dalam sebuah partai kader seperti partainya Bung Fahri.

Jadi masih tetap mau polos dan apolitis?[]


Sumber:
https://www.facebook.com/dutamardin.umar/posts/10153949663054681[][][]



Tuesday, June 7, 2016

Zheng He (Cheng Ho) Penjelajah Muslim





Pengantar

Kita semua tahu nama-nama penjelajah barat seperti Marco Polo, Ferdinand Magellan, Vasco da Gama, Columbus dan orang lain yang telah menempatkan nama mereka dalam sejarah eksplorasi samudra laut. Ketika mereka masih kecil di sekolah dasar dan menengah, guru mereka bercerita tentang kontribusi penting mereka dan partisipasi dalam membangun "Kejayaan Barat (Great Western) dan Peradaban Dunia". Mereka memberitahu kami tentang Marco Polo dan petualangannya di Cina, Vasco da Gama dan keberhasilannya dalam membangun rute lautan dari Eropa ke India melalui Afrika Tanjung Harapan, Columbus dan bagaimana ia menemukan Amerika dan lain-lain. Tapi mereka tidak pernah memberitahu bahwa penjelajah (bangsa-bangsa) Timur yang membuat sejarah sebelum yang lain melakukannya.



ZHENG HE, PENJELAJAH MUSLIM


N
ama-nama seperti Ibn Battuta, Ibnu Majid, Syamsuddin Abu Abdullah al-Moqaddasi, Ibnu Fudhlan, Ibn Jubair, Abu Bakar Kedua (Raja Mali), Piri Reyes dan banyak penjelajah Muslim lainnya tidak pernah disebutkan sampai mereka masuk universitas baru menemukan Islam betapa pentingnya bagi peradaban dunia. Mereka di universitas menemukan keindahan dan kekayaan peradaban Islam. Banyak tokoh-tokoh muslim yang membuat sejarah dan meninggalkan jejak mereka sendiri dalam setiap bidang di mana mereka secara khusus mempelajari dan mendalaminya. Setiap kelompok etnis dan ras yang memeluk Islam membuat kontribusinya terhadap satu peradaban Islam yang semua orang kini merasakannya dan  memilikinya.

Salah satu tokoh Timur yang menarik perhatian ialah tentang perjalanan dan penjelajahan dunia melalui samudra lautan yaitu Laksamana Zheng He (di Indonesia dikenal dengan nama Cheng Ho), seorang Muslim. Zheng He adalah orang yang menemukan benua Amerika, sebelum Columbus melakukan. Ia lahir pada akhir abad ke-14, di sebuah kota kecil di wilayah Yunnan dari keluarga Hui, yang merupakan kelompok etnis Muslim Cina. Nama lahirnya adalah Ma He’. Di Cina mereka menggunakan Ma sebagai nama pendek untuk Muhammad. Keluarganya mengaku sebagai keturunan seorang gubernur Mongolia di Yunnan atau dari Raja Mohammad dari Bukhara. Dibesarkan sebagai seorang Muslim, Ma He (Ma nama kecil Zheng He) belajar (ajaran) Islam dan menghafal Al-Qur'an pada usia dini. Ayahnya dan kakeknya menyelesaikan ibadah haji mereka ke Makkah. Dari pengaruh pendidikan mereka tentu dikemudiannya akan mempunyai dampak yang besar, dan itu telah membentuk karakter Ma He. Dalam perjalan hidupnya kakek dan ayahnya berkontribusi banyak untuk pendidikan Ma He. Dengan itu salah satunya Ma He muda rasa keingintahuan tentang dunia luar sangat kuat. Selain dari pendidikan agamanya, Ma dibesarkan di sebuah keluarga yang berbahasa Cina dan Arab. Itu berarti bahwa kedua bahasa itu sudah menjadi bahasa ibunya. Dia ingin tahu segala sesuatu tentang negara-negara yang secara geografis terletak di arah barat Cina. Ia banyak belajar tentang bahasa, agama, tradisi, sejarah dan geografi mereka.

Ketika Ma He berusia 10 tahun, tentara Dinasti Ming menangkapnya (untuk dijadikan tentara) selama penggerebekan militer mereka di Yunnan. Mereka membawanya ke Nanjing dan di sana ia melakukan pelatihan militer. Setelah itu, mereka membawanya ke Beijing untuk melayani Zhu Di, Pangeran Yan dan 4 anak kaisar pendiri Dinasti Ming. Berkat kemampuan, loyalitas, kejujuran, integritas dan kecemerlangan Ma He, menjadi teman terbaik dan pengawal pribadi pangeran muda. Ia selama melayani keluarga dinasti ini terlihat adanya bakat Ma He dalam hal kecerdasan, kebijaksanaan dan kemampuan kepemimpinan. Setelah mengikuti semua kampanye perang dan pertempuran selama 4 tahun dia memimpin dan berjuang di sisi Pangeran Zhu Di, Ma He menjadi komandan militer Cina paling kuat dan handal.

Ketika Pangeran Zhu Di menjadi Kaisar baru dari Dinasti Ming, ia memutuskan untuk memberikan penghargaan kepada semua petugas dan pejabat yang mendukungnya. Ma He adalah salah satu dari mereka. Pada tahun 1404, Kaisar baru memberikan kepadanya jabatan sebagai "komando tertinggi dari Badan Rumah Tangga Kekaisaran". Zhu Di memutuskan juga untuk mengubah nama Ma dan memberinya gelar barunya, Zheng. Ini adalah cara Zhu Di untuk berterima kasih atas semua yang dia lakukan dan sebagai simbol kehormatan kekaisaran. Sejak saat itu Ma He menjadi ‘Zheng He’ atau Cheng Ho.

Pengalaman berdiskusi politik Zheng He dengan Pangeran kemudian menjadi Kaisar Zhu Di, pengalaman militer yang ia dapati, hubungan  dengan orang-orang yang berpengetahuan, perdagangan dengan pedagang, dan semua perkembangan kemampuan dan bakatnya dari masa kecilnya akan membuka cakrawala dan pintu baru kepadanya dalam menjelajahi dunia. Kaisar memilih dia sebagai komandan yang ideal untuk pelayaran besar ke arah barat. Setelah ia menjadi komandan paling kuat di Cina, ia menjadi penjelajah maritim terbesar China. Laksamana Zheng He (Cheng Ho), dengan itu membuka lembaran barunya. Zhu Di member tugas Zheng He (Cheng Ho) yang bertanggung jawab atas semua urusan maritim. Zheng He menyiapkan segala sesuatu sangat hati-hati sebelum ia menyelesaikan misinya sebagai seorang penjelajah. Dia membuat beberapa penelitian rinci tentang grafik yang ada pada angkatan laut, navigasi astro, kalender timur dan barat, astronomi, geografi, ilmu kelautan, juru mudi pelayaran (nakoda kapal), pengetahuan bagaimana pembuatan kapal dan pemeliharaan serta perbaikan di galangan kapal.

Dari tahun 1405 sampai tahun 1433, Cheng Ho memimpin 7 ekspedisi maritim yang besar. Ia menyeberangi samudera luas dan laut beberapa kali. Dari Laut Cina Selatan ke pantai timur Afrika, melewati Samudera Hindia, Teluk Persia dan Laut Merah. Ia mengunjungi lebih dari 30 negara Asia dan Afrika dan belajar banyak tentang budaya dan keyakinan mereka. Ada kemungkinan bahwa dalam salah satu ekspedisinya ia menyelesaikan ibadah haji ke Makkah. Zheng He bukan satu-satunya Muslim dalam melakukan ekspedisi laut. Penasehat dan penerjemah yang bepergian dengan dia, seperti Ma Huan, seperti dia, Muslim China.

Zheng He mengepalai Armada pertama, termasuk 27,870 orang di 317 kapal, termasuk pelaut, pegawai, interpreter, tentara, pengrajin, dokter dan ahli meteorologi. Dia melakukan perjalanan ke Vietnam, Sri Lanka, Filipina, Jawa dan Sumatera. Kapal-kapal yang Zengh Dia memerintahkan naik ke 440 feet(137,2 m) panjang dan lebar 186 feet (56,7 m), mampu membawa lebih dari seribu penumpang serta sejumlah besar kargo dengan produk seperti porselen, emas dan perak, kapas, tembaga dan barang sutra . Besarnya kapal Zheng He (panjang 440 feet) 5 kali lebih besar dari kapal Columbus (panjang 85 feet). Banyak sekali kapal-kapal kayu yang berlayar melintasi Atlantik dilautan ketika itu, namun kapal Zheng He inilah yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah ketika itu.

Pelayaran paling spektakuler dan penting dari Zheng He adalah salah satunya yaitu yang ke-4 dengan 30.000 orang, adalah ke Saudi (melalui Hormuz, Aden dan Laut Merah). Ketika ia tiba di Saudi, 19 negara mengirimkan duta-dutanya untuk naik kapal Zheng He dan meberikan hadiah untuk Kaisar Zhu Di.

Setelah perjalanannya ke Saudi, ia melakukan perjalanan ke pantai timur Afrika dan mungkin mencapai Mozambik.

Setelah kematian Kaisar Zhu Di tahun 1424, Kaisar baru (Hongxi), memberhentikan segera semua ekspedisi maritim. China menjadi negara sendiri terisolasi selama 100 tahun mendatang. Zheng He ditunjuk sebagai komandan pelabuhan di Nanking dan menerima perintah untuk membubarkan pasukannya. Zheng He terpilih dengan dukungan Xuande, yang telah berhasil menundukkan Hongxi, dan membawa menghidupan kembali ke ekspedisinya.

Tentang perjalannya pelayaran ke-7 dan terakhir di tahun 1433 (ketika ia mencapai umur 60 tahun), Zheng He kembali mengunjungi Teluk Persia, Laut Merah dan Afrika dan meninggal di India dalam perjalanan kembali.

Hal ini juga membuktikan bahwa Zheng He menemukan Amerika dan Australia dalam salah satu perjalanan sebelum Columbus melakukan. Dan dia juga mencapai pantai timur Afrika dan berlayar dari Tanjung Harapan ke Cape Verde Islands sebelum Marco Polo lakukan.


Sejarawan Gavin Menzies

Sekitar 70 tahun sebelum Columbus menancapkan benderanya di tanah Amerika, Laksamana Zheng He (Cheng Ho) sudah terlebih dahulu datang ke sana. Para peserta seminar yang diutus oleh Royal Geographical Society di London sangat kaget  karena penemuan seorang anak buah kapal selam dan uraian sejarawan bernama Gavin Menzies. Dia juga seorang mantan perwira Angkatan Laut Kerajaan Inggris.

Menzies yang tampil dengan penuh keyakinan, menjelaskan teorinya tentang pelayaran terkenal dari pelaut mashur asal China, Laksamana Zheng He (Cheng Ho). Bersama bukti-bukti yang ditemuinya dari catatan sejarah, dia lantas membuat kesimpulan bahawa pelaut serta pengembara ulung dari Dinasti Ming itu adalah penemu awal benua Amerika, dan bukannya Columbus.

Bahkan menurutnya, Cheng Ho ‘mengalahkan’ Columbus dengan jarak (perbedaan) waktu sekitar 70 tahun. Apa yang dikemukakan Menzies tentu membuat semua orang keliru karena masyarakat dunia selama ini mengetahui bahwa Columbus-lah penemu benua Amerika pada sekitar abad ke-15. Penjelasan Menzies ini dikuatkan dengan sejumlah bukti sejarah. [1]

Buku Tentang Pelayaran Cheng Ho di Eropa


Siapa bilang kebangkitan (renaisance) Eropa berbasis (hanya kepada) rasionalitas dan inovasi teknologi dari mereka sendiri? Klaim otensitas atau kemurnian sebuah temuan, dalam bidang ilmu ataupun perangkat canggih, tak bisa sepihak. Karena di sana ada jasad renik dari pelbagai peradaban lain, yang bersumber dari multi jurusan.

Begitupun dengan sejarah peradaban Eropa, yang berpendar oleh temuan-temuan para jenius, dan bangkit dari keterpurukan era kegelapan, adalah niscaya bersumber dari sumbangan banyak pihak. Dan menurut buku ini, yang berjudul 1434, Saat Armada Besar China Berlayar ke Italia dan Mengobarkan Renaisance, pihak penyumbang terbesar adalah tak pelak lagi China.

Melalui pelayaran kolosal melalui 1.000 Armada besar yang dipimpin Admiral Cheng Ho. Konon, seorang Cheng Ho yang beragama Islam itu membawa ribuan lembar naskah Ensiklopedik, berisi belasan ilmu-ilmu praktis, dan Armada yang ia bawa cukup layak disebut sebagai Perpustakaan Berjalan. Karunia besar ini lah yang kemudian ia bagikan dan sebarkan terhadap setiap titik yang disinggahi, termasuk Viena, Italia (sebaga pusat kebangkitan ilmiah di Eropa).

Perisitiwa ini historis, melalui beragam bukti yang dirangkai oleh Gavin Manzies (penulis buku ini). Agaknya semakin bertambah petunjuk akademik, seputar sejarah Abad Pertengahan, yang selama ini ditulis melalui otoritas ilmuan Eropa, dengan pengakuan tunggal: bahwa mereka bangkit sendirian. Dengan demikian, Sejarah Eropa yang menegasikan bangsa lain, sudah sepatutnya dikoreksi terus menerus.

Sejatinya memang begitu. Terdapat mata rantai sejarah yang harus disambung-sambungkan, demi memahami dengan sahih, rahasia kedigdayaan Eropa era silam yang bertengger hingga masa terkini.

Nilai buku ini, yang diterbitkan Pustaka Alvabet, Jakarta, April 2009, adalah meluruhkan potensi “rasisme sejarah”. Betapa tidak, narasi besar tentang renaisance atau era pencerahan Eropa terlalu ramai dengan nuansa Eurosentris, alias mengagung-agungkan Eropa, seraya meminggirkan peran kontributif dari peradaban lain, seperti dari dunia Islam, China, atau bahkan India. Ini adalah hal pertama.

Berikutnya, hal yang kedua, berlawanan dengan kredo bahwa Sejarah adalah selalu bercerita tentang pemenang, buku ini justru menyaji perspektif di luar pakem seumumnya, yang tak lain adalah penceritaan detil tentang interaksi fisik antara dunia Eropa dan Dunia China. Bukan semata pertemuan antara dua pewaris peradaban besar dunia itu, melainkan adalah fakta tentang siapa yang lebih dahulu tercerahkan? Atau tepatnya: China ternyata jauh lebih di depan dalam melahirkan aneka benda berharga dan pelbagai ilmu pengetahuan praksis. Mulai dari ilmu perbintangan, geologi, peta dunia, hingga mesin cetak dan helikopter!
Lengkapnya berkut ini: Eropa menjadi Ratu Dunia. Revolusi yang lantas kita sebut sebagai renaisance dicetuskan oleh kombinasi antara penularan ilmu pengetahuan besar-besaran dari China ke Eropa, dan itu berlangsung dalam rentang waktu yang singkat (halaman 293). Uraian ini berlanjut dengan deskripsi tentang kemampuan Eropa dari sisi Militer (penggunaan mesiu dan mesin perang), dari sisi pelayaran (penggunaan peta dunia yang mendekati kenyataan), dari sisi teknologi, astronom, perdagangan, hingga pertambangan dan seni arsitektur. Semuanya harus diakui dengan jujur: belajar dari China.

Difusi Sejarah

Bila terkesan menghakimi, baiklah. Koreksi bisa berlangsung dari difusi sejarah (atau penyebaran sejarah). Jauh sebelum Eropa bangkit, dunia telah mengenal pertumbuhan pemikiran dan teknik, entah dari Mesir, Yunani, juga dunia Arab. Bukan sodoran berlebihan, andai menyebut bahwa sumber kebangkitan intelektual Eropa, melalui sederetan tokoh-tokohnya (dari Descrates, Galileo, Newton, hingga Leonardo Da Vinci), adalah karena pembebasan Eropa dari mitos dan kungkungan irasionalitas. Eropa belajar filsafat dari Yunani, entah Socrates, Plato, atau Aristoteles.

Tetapi jangan lupa, ada garis kontinum yang menyelamatkan warisan filsafat dan tradisi logika (dan berpikir kritis) milik Yunani, yang dilakukan oleh para pemikir Islam. Inilah yang disebut dengan difusi (atau penyebaran) sejarah dan peradaban.

Jalan Surga

Kembali pada sumbangsih China. Jauh sebelum pelayaran ke Eropa, leluhur China adalah para pengembara yang mampu menaklukan daratan di ujung barat dan ujung selatan negeri itu, melalui balatentara tangguh dan bengis dari Genghis Khan, dan menaklukan lebih dari separuh kekhalifahan Islam.

Artinya, spirit merambah dan bergerak ke luar adalah tradisi China yang tak terbantah. Menurut sejarawan John Man, penulis buku Leadership Secret of Genghis Khan, kecerdasan para penakluk Mongolia ini terletak pada kehebatan mereka dalam memanfaatkan logistik dari alam, entah rerumputan, air, kuda, atau apa saja yang mereka temui di pedalaman, sebuah kemampuan yang tak dimiliki para penakluk manapun sepanjang sejarah, dulu hingga kini. Sangat mungkin, kecerdasan inipula yang menurun ke generasi berikutnya, di dalam lingkar geografis yang sama, yaitu China.

Sebelumnya mereka bergerak di daratan, lalu berlayar ke pelosok terjauh, dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho. Sekedar mobilitas horisontal yang menaklukan negeri-negeri yang mereka lewati? Tidak juga. Buku ini bercerita cukup banyak.

Misalnya di satu bab tentang pergaulan China dengan dunia lain, sebelum mereka menuju Eropa, yaitu singgah di Jawa, Malaka, India dan menetap agak lama di Kairo, Mesir. Di Jawa, mereka melakukan perbaikan atas seluruh sarana logistik dan perkapalan (halaman 12). Sementara di Mesir, mereka belajar lebih banyak hal lagi.

Sejarawan China, yang ikut dalam rombongan Cheng Ho, yaitu Ma Huan, menggambarkan bahwa raksasa Armada Cheng Ho adalah berisi manusia-manusia dari berbagai latar belakang. Misalnya perwira berkebangsaan Ethiopia, Iran, India dan Pakistan; pelayan dari Malta; perawat mesin dari Goa; Insinyur Tamil; orang-orang Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konfusian, hingga Yahudi. Sebuah kosmopolitan yang bergerak di samudera lepas, dan tanpa tanding untuk saat itu. Nah, kekuatan inilah yang kemudian menghampiri Eropa —jauh sebelum negeri-negeri Barat sana menaklukan Timur, dengan kebengisan kaum Conquistadores (para penakluk dari Portugis dan Spanyol, mulai dari Megellan, Colombus, Cortes, atau Dias).

Lalu di Eropa, Laksamana Cheng Ho, dengan segala motivasi dan niat politik yang diemban dari amanat Kaisar China (saat itu, dinasti Ming generasi ke tiga), mengajari dunia Eropa agar mengikuti jalan surga, dari kerajaan tengah. Bukan dengan seperangkat ajaran mistik atau filsafat kosong. Melainkan gudang ilmu yang tercatat dalam ribuan lembar buku. Dari situ, berdasarkan riset buku ini, Eropa belajar (begitu sangat) banyak hal.

Sumbangan China

Menurut buku ini, delegasi Cheng Ho tiba di Florensia dan Venesia (Italia), disambut oleh Paus Eugenius IV. Inilah milestone (titik pijak yang penting) bagi pewarisan dunia ilmu oleh Eropa, melalui renaisance yang mencengangkan dunia. Ribuan kapal Cheng Ho yang membawa berbagai barang dan “artefak” peradaban, mempersembahkan aneka manfaat bagi Eropa. Mulai dari benda-benda seni, peta dunia, arsitektur, astronomi, persenjataan militer, hingga banyak lagi. Pengetahuan ini lantas menyebar ke seluruh penjuru Eropa, dan menjadi inspirasi bagi para jenius Eropa di masa pencerahan itu, termasuk kepada Leonardo Da Vinci, Copernicus, dan tentu saja, Galileo. [2]


 PENUTUP

Setiap kali Zheng He mencapai sebuah negara, dia berlayar kembali ke Cina dengan produk eksotis seperti gading, unta, emas dan barang-barang lainnya.

Semua ekspedisi yang dikirim oleh kaisar Cina mengandung suatu satu pesan kepada dunia bahwa China adalah negara adidaya ekonomi dan politik ketika itu. Tapi Zheng He menambahkan hal lain yang penting dalam perjalanannya yaitu membawa  nama Islam. Dengan penasehat muslimnya, Zheng He mengundang orang-orang lokal untuk memeluk Islam di mana pun mereka bepergian. Di kepulauan Indonesia yang ia kunjungi seperti pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan lain-lain, komunitas Muslim sudah ada sebelum mereka bertemu Zheng He. Penyebaran pesan Islam di Asia Tenggara mulai ada berkat para pedagang Arab dan India beberapa ratus tahun sebelumnya. Zheng He secara aktif mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan dari Islam di daerah-daerah tersebut.

Untuk memfasilitasi penyebaran Islam dengan cepat di Asia Tenggara, Zheng He mendirikan komunitas Muslim Cina di Palembang, Jawa, Semenanjung Malaya dan Filipina. Tugas mereka adalah untuk menyebarkan Islam di seluruh wilayah untuk membangun masjid dan untuk menyediakan layanan sosial lainnya bagi keperluan dari komunitas Muslim lokal.

Setelah kematiannya, umat Islam Cina di Asia Tenggara melanjutkan pekerjaan Zheng He dalam cara yang berbeda. Yakni membawa lebih banyak orang Islam di Asia Tenggara dan memperkuat komunitas Muslim yang berkembang di Indonesia, Malaysia, Filipina dan wilayah Asia Tenggara.

Kesimpulan, Zheng He (disebut juga Cheng Ho), adalah penjelajah maritim terbesar Cina, tidak hanya menjadi kebanggaan sejarah Cina, tetapi ia juga seorang pahlawan yang sangat unik dalam sejarah peradaban Islam.

Kita tidak boleh melupakan kepahlawannya yang juga bagian dari kepahlawanan kita sebagai umat Islam! □ AFM

Saksikan pula Video --->  Chinese Discover America Before Europeans


Catatan Kaki:

[1]http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/02/muslim-penjelajah-dunia.html
[2]https://opinibuku.wordpress.com/2010/10/11/buku-tentang-pelayaran-cheng-ho-di-eropa/

Sumber:

http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/02/muslim-penjelajah-dunia.html
https://opinibuku.wordpress.com/2010/10/11/buku-tentang-pelayaran-cheng-ho-di-eropa/
http://mvslim.com/zheng-muslim-explorer-learned-school/ □□□