J
|
ika kita coba melakukan survei pada orang-orang
yang bukan bersuku Minang, apa kira-kira yang terpikirkan di benak mereka saat
mendengar kata “Minang”, lebih spesifiknya “Orang Minang”, beberapa hal yang terbayang
barangkali: ● Rendang (nama gulai daging yang lezat lagi gurih); ● Manggaleh
(berdagang, berusaha); dan ● Merantau.
Tiga
kata tadi adalah yang paling dominan muncul di pikiran orang-orang banyak
terkait Minangkabau. Terkhusus untuk kata ketiga “merantau” itu, budaya
merantau sudah melekat pada diri orang-orang Minang sejak berabad lalu. Salah
satu penduduk Negeri Sembilan di Malaysia adalah berasal dari Minang. Sehingga
kebiasaan (adat istiadat) masih sama dengan asal Minang.
Tak
heran, jika orang Minang bisa ditemukan hampir di seluruh wilayah nusantara dan
dunia. Konon kabarnya (dari penuturan orang saja), untuk wilayah Jakarta, pada
setiap 10 orang yang ditemui 1 diantaranya adalah orang Minang.
Intinya, orang Minang dari dulu memang gemar merantau ke daerah-daerah
baru karena beberapa alasan tertentu. Apa saja alasan orang Minang suka
merantau itu? berikut ulasannya dari Sumbar.co.
Pertama: Belum Berguna di Kampung
Tradisi
merantau di Minangkabau sudah dimulai sejak dahulu. Dulunya merantau ini bukan
meninggalkan Sumatera Barat namun meninggalkan daerah-daerah inti Minangkabau.
Orang-orang Minang terdahulu merantau dari Luhak Nan Tigo ke
daerah rantau seperti Pariaman, Pesisir Selatan dan lainnya. Kebanyakan yang
merantau adalah para pemuda, sebagaimana mamangan adat berikut:
Karatau
madang di hulu
Babuah babungo balun
Marantau Bujang dahulu
Di kampuang baguno balun
Babuah babungo balun
Marantau Bujang dahulu
Di kampuang baguno balun
Seyogyanya seorang bujang Minang merantau ke
negeri orang untuk belajar hidup mandiri, untuk menempa diri agar lebih dewasa
lagi, untuk mencari pengalaman yang akan dibawa kembali ke kampung halaman
ketika waktunya telah tiba.
Kedua: Mencari Ilmu Pengetahuan
Alasan
lain mengapa orang Minang suka merantau adalah untuk menimba ilmu pengetahuan.
Sebagaimana falsafah adat alam takambang jadi guru, alam
Minangkabau saja tentu belum cukup untuk memberikan ilmu. Ilmu bertebaran di
muka bumi, itulah yang akan dicari. Pada konteks kekinian pula, banyak
anak-anak muda Minang yang merantau untuk belajar, seperti berkuliah dan lain
sebagainya. Ilmu yang didapatkan di rantau itulah nanti yang akan digunakan
untuk membangun nagari.
Ketiga: Mencari Isi Periuk
Tak
bisa dipungkiri, alasan kuat mengapa orang Minang suka merantau adalah untuk
mencari harta. Untuk mengisi periuk. Membuat dapur rumah di kampung berasap
hingga memenuhi kebutuhan keluarga. Faktanya, sebagian besar orang Minang yang
merantau mengambil peran sebagai pedagang. Mengumpulkan pundi-pundi uang demi
keluarganya.
Keempat: Mencari Pangkat atau Jabatan
Sepintas
memang alasan merantau yang satu itu terkonotasi negatif, tapi begitulah
adanya. Sebagian dari orang Minang merantau untuk mencari pangkat atau jabatan.
Di tanah perantauan mereka mulai membangun reputasi. Segala kemampuan mereka
kerahkan untuk orang banyak dengan umpan balik orang-orang di rantau akan
menyukai mereka. Tidak sedikit juga orang-orang Minang yang sukses jadi
orang-orang besar dan berpengaruh di perantauan, dari dulu hingga sekarang.
Kelima: Mambangkik Batang Tarandam
Alasan
terakhir mengapa orang Minang suka merantau adalah demi mambangkik batang
tarandam, artinya merubah nasib dirinya dan keluarganya. Alasan itu
menjadi kompilasi dari alasan-alasan lainnya. Ini pula lah yang menjadi
motivasi terbesar orang Minang dalam merantau.
Tatkala mereka mulai malas dan sudah agak melenceng
dari tujuan awal, mereka harus merenungi hal satu ini agar bisa kembali ke
jalan yang benar.
Tak
peduli kemanapun orang-orang Minang merantau, di manapun mereka berada
falsafah-falsafah adat harus senantiasa mereka genggam erat. Adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah tetaplah menjadi acuan
utama, sebab dima bumi dipijak di sinan langik dijunjuang. Alam
selalu terkembang untuk mereka jadikan guru. Setinggi-tingginya bangau terbang,
pulangnya ke kubangan jua, maksud sejauh apapun mereka merantau, kampung
halaman harus diingat jua.
Dari
lirik lagu minang “Kasiah Mandeh” ini tercermin kebiasaan marantau yang
berkaitan dengan falsafah adat Minangkabau sbb:
Janiah
aianyo danau Maninjau
nampak
nan dari si ambun pagi
nampak
nan dari si ambun pagi
Lapehkan
denai pai marantau
kok
untuang isua lai barasaki
kok
untuang isua lai barasaki
Gadang
aianyo Batang Antokan
nampak
nan dari si Aia Bangih
nampak
nan dari si Aia Bangih
Doakan
denai pai bajalan
untuang
salamai pulang jo pai
untuang
salamai pulang jo pai
Tabanglah
alang tabang si Kiki
hinggo
dirantiang si Kayu Aro
hinggo
dirantiang si Kayu Aro
Doakan
denai pado Ilahi
mandeh
dikampuang di kana juo
mandeh
dikampuang di kana juo
Jawih
sia nan panjang tandua
makan
barulang ka padang sago
makan
barulang ka padang sago
Malang
badan indak bainduak
makan
balinang jo aia mato
makan
balinang jo aia mato
Gadang
aianyo Batang Antokan
namak
nan dari si Aia Bangih
namak
nan dari si Aia Bangih
Doakan
denai pai bajalan
untuang
salamai pulang jo pai
untuang
salamai pulang jo pai
Tabanglah
alang tabang si Kiki
hinggo
dirantiang si Kayu Aro
hinggo
dirantiang si Kayu Aro
Doakan
denai pado Ilahi
mandeh
dikampuang di kana juo
mandeh
dikampuang di kana juo
Namun,
sebagian besar, marantau cino. Artinya menetap di negeri seberang, pulang
kampuang sekedar visit (kunjungan). Karena kini populasinya melebihi kapasitas
daya tampung tempat asal.
Namun
begitu, rasa dan solidaritas tetap “merasa di kampung”, walaupun di rantau. Lagu
Kasiah Mandeh tersebut pelepas rindu kampung, “taraso taraga kampung, lapeh”. □ AFM
Dengarkan Video Lagu: KASIAH MANDEH
Sumber:
Sumbar.co dan kaisosogarcia-blogspot serta
sumber-sumber lainnya. □□□