“Para
arsitek yang merancang bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi adalah
mereka para matematikawan yang menciptakan aljabar dan algoritma yang dengan
itu komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Mereka para dokter yang memeriksa
tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk menyembuhkan penyakit. Mereka para
astronom yang melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka
jalan bagi perjalanan dan eksplorasi antariksa” - mereka itu adalah para ilmuan
dan penemu Muslim pada zaman kejayaan Islam di abad tengah. [Carli Fiorina, CEO
dari Hewlett Packard produsen Industri komputer Amerika]
Pendahuluan
U
|
ntuk melihat watak atau karakteristik peradaban
Islam, ada baiknya jika dilihat dari apa yang disumbangkan Islam kepada peradaban
lain, khususnya Barat. Atau dengan perkataan lain apa yang dimanfaatkan
peradaban lain dari Islam telah menunjukkan karakter peradaban Islam itu
sendiri. Fakta sejarah membuktikan bahwa di Spanyol orang-orang Kristen
tenggelam kedalam apa yang disebut sebagai Mozarabic
Culture. Kultur Islam yang dominan inilah mungkin yang memberi
sumbangan besar bagi lahirnya pandangan hidup baru di Barat. Morris
menggambarkan bahwa kontak dan konflik antara Kristen-Yahudi dan Muslim memberi
stimulus tidak saja kepada bangkitnya ideologi dan intelektualitas Eropa Abad
Pertengahan, tapi juga imaginasinya. Maksudnya keingintahuan orang-orang Barat
tumbuh ketika menyadari bahwa Muslim memiliki pandangan hidup yang canggih (sophisticated) dan ilmu pengetahuan yang
kaya lebih dari apa yang terdapat di dunia Latin. Inilah yang sebenarnya
terjadi.
Dari
perspektif teori terbentuknya pandangan hidup kita dapat menyatakan bahwa
Spanyol adalah tempat dimana Barat menyerap aspirasi dari Muslim bagi
pengembangan pandangan hidup mereka. Atau setidak-tidaknya, Barat memanfaatkan
pertemuan mereka dengan Muslim untuk memperkaya pandangan hidup mereka. Fakta
sejarah menunjukkan bahwa Barat menempuh berbagai macam cara untuk mentransfer
aspek-aspek penting pandangan hidup Islam yang berupa konsep-konsep itu. Jayusi
mengkaji dan menemukan bahwa model transformasi kultur Islam ke dalam
kebudayaan Barat ada lima:
● Pertama,
melalui cerita-cerita dan syair-syair yang ditransmisikan secara oral oleh
orang-orang Barat.
● Kedua,
dengan cara kunjungan atau turisme, pada abad ke 7 M, Cordoba adalah ibukota negara Islam
yang menonjol dan merupakan kota yang paling berperadaban di Eropa, dan karena
itu orang Eropa berduyun-duyun mengunjungi tempat ini untuk belajar dari
peradaban Islam.
● Ketiga,
waktu itu terdapat hubungan perdagangan dan politik resmi melalui utusan yang
dikirim dari kerajaan-kerajaan di Eropa.
● Keempat,
dengan cara menterjemahkan karya-karya ilmiyah orang Islam. Faktanya,
monastri-monastri Eropa, khususnya Santa Marie de Rippol, pada abad 12 dan 13 M
memiliki ruangan penyimpan manuskrip bagi sejumlah besar karya-karya ilmiyah
orang Islam untuk mereka terjemahkan.
● Kelima,
untuk kelancaran proses penterjemahan raja-raja Eropa mendirikan sekolah untuk
para penterjemah di Toledo, tepat sesudah pasukan Kristen merebut kembali kota
tersebut pada tahun 1085. Tujuannya adalah untuk menggali ilmu pengetahuan
Islam yang terdapat pada perpustakaan-perpustakaan bekas jajahan Muslim itu.
Namun,
kebangkitan Barat tidak terjadi langsung sesudah proses tranformasi tersebut di
atas. Sebab tidak ada peradaban yang bangkit secara mendadak dan tiba-tiba,
sekurang-kurangnya diperlukan waktu satu abad lamanya bagi suatu peradaban
untuk bangkit. Islam sendiri bangkit menjadi sebuah peradaban yang memiliki
konsep-konsep kepercayaan, kehidupan, keilmuan dan lain sebagainya sesudah
beberapa abad lamanya. Dari awal kemunculannya pada abad ke 7 M, Muslim baru
dapat dianggap sebagai peradaban yang kuat pada abad ke 10 M, di saat mana para
cendekiawannya mampu menguasai ilmu pengetahuan Yunani, Persia dan India, dan
kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang telah disesuaikan dengan konsep-konsep
penting dalam pandangan hidup Islam. Ilmu-ilmu yang dihasilkan di antaranya
adalah matematika (termasuk mengganti angka Ramowi dengan “Arabic Numeral” yang
jauh lebih bermanfaat untuk kemajuan Teknologi yang membekas sampai saat ini),
kedokteran, farmasi, optik dan lain-lain. Ini bukan sekedar sistematisasi ilmu
pengetahuan Yunani, seperti yang diduga para orientalis, tapi menyangkut
hal-hal yang detail dan bahkan menghasilkan prinsip-prinsip baru dalam bidang
sains, sehingga hasilnya sains dalam Islam yang – dalam bahasa Willian McNeil –
“went beyond anything known to these ancient
preceptors“.
Dengan
datangnya Islam yang menyatukan kawasan-kawasan Timur Dekat kedalam
kekhalifahan Islam, kepeloporan di bidang sains berpindah ketangan orang-orang
Islam dan bertahan hingga abad ke 12. Namun, menurut Ahmad Y al-Hassan,
professor sains di Universitas Toronto, sains Islam masih berkembang dan Muslim
masih menjadi pelopor sains pada abad ke 13 hingga ke 16, khususnya di
negara-negara Islam bagian Timur. Sebab pada tahun 1259 di Maragha yang
terletak di dataran tinggi di barat Maragheh, Propinsi Azerbaijan Timur didirikan
Observatorium astronomi dan terus beroperasi hingga tahun 1304. Observatorium
ini memiliki perpustakaan dengan 400.000 judul buku, dan didukung oleh para
saintis yang mumpuni di bawah pimpinan Nayr al-Din al-Thusy. Mereka itu adalah QuÏb al-Din al-Shirazy, Mu’ayyid al-Din
al-Urdy, MuÍyi al-Din al-Maghriby dan lain-lain. Lembaga ini bukan
hanya institusi pengkajian dalam bidang astronomi, tapi juga merupakan sebuah
akademi yang memberi kesempatan untuk kerjasama dengan lembaga lain dan
bertukar pikiran dengan saintis lain.
Lebih
canggih dari Maragha adalah observatorium yang didirikan di Samarqand, Uzebekistan. Sponsornya adalah Ulugh Beg
putra mahkota yang juga saintis. Observatorium ini selesai dibangun pada tahun
1420 dan terus beroperasi hingga tahun 1470 an. Kemudian observatorium ini
dinamakan Obsrvatorium Ulugh Beg. Yang terlibat dalam pusat sains ini adalah
ahli astronomi matematika terkenal Giyath
al-Din Jamshid al-Kushy, Qadizada al-Rumy dan ‘Ali ibn Muhammad al-Qashji.
Observatorium yang terakhir dalam Islam dibangun di Istanbul tahun 1577, di
zaman kekuasaan Sultan Murad III (1574-1595). Pendiri dan Direkturnya adalah Taqi al-Din Muhammad ibn Ma’ruf al-Rashyd
al-Dimashqiy.
Pusat-pusat
kajian sains tersebut tidak bertahan lama karena pada abad-abad ke 12 hingga ke
15 keadaan ekonomi dan politik ummat Islam mulai melemah sehingga kerja
saintifik kehilangan momentumnya. Dukungan moral dari masyarakat pun semakin
mengecil. Al-Hassan berasumsi bahwa jika ummat Islam tidak kehilangan
kekuatannya, dan jika ekonomi ummat Islam tidak rusak dan jika stabilitas
politik tidak terganggu dan jika para ilmuwan itu diberi waktu lebih lama lagi
untuk berkreasi, maka mereka akan berhasil melebihi apa yang dicapai
Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton. Sebab model planetarium Ibn Shatir dan
astronomer Muslim lainnya ternyata telah membuktikan adanya sistem heliosentris
lebih dulu 200 tahun dari Cipernicus.
Sumbangan
dan Peninggalan Karya Ilmuan Muslim Lainnya
A
|
l-Khawārizmī
Bapak Aljabar (780-850). Buku pertama
al-Khawārizmī bernama ‘al-Jabar’, atau dalam bahasa Inggris disebut ‘algebra’,
sementara di sebagaian kawasan Asia Tenggara disebut ‘aljabar’. Buku ini membahas solusi sistematik dari
linear dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai ‘Bapak Aljabar’.
Translasi bahasa Latin dari Aritmatika beliau, yang memperkenalkan angka India,
kemudian diperkenalkan sebagai ‘Sistem Penomoran Posisi Desimal’ di dunia Barat
pada abad ke-12, yaitu dari angka huruf (angka Romawi) diganti dengan angka
‘Arabic Number’ atau ‘ Arabic Numerical’ yaitu angka seperti 1,2,3 sampai 9 dan
0. Ia juga merevisi dan menyesuaikan Geografi Ptolemeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan
tentang astronomi dan astrologi.
Kontribusi beliau tak hanya berdampak besar pada matematika, tapi juga dalam kebahasaan. Kata ‘Aljabar’ berasal dari kata ‘al-Jabr’, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata ‘algorisme’ dan ‘algoritma’ diambil dari kata ‘Algorismi’ yang merupakan Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap dalam bahasa Spanyol dengan sebutan ‘Guarismo’. Dan dalam bahasa Portugis disebut ‘Algarismo’, yang berarti digit. Berkat jasanyalah tekonologi computer lahir dizaman ini.
Al-Jazari Bapak Robotik (1136-1206). Al-Jazari merupakan ahli teknik yang
luar biasa pada masanya. Dia tinggal di Diyar Bakir, Turki, selama abad-12. Ia
mendapat julukan sebagai Bapak Modern Engineering berkat
temuan-temuannya yang banyak mempengaruhi rancangan mesin-mesin modern saat
ini, diantaranya combustion engine, crankshaft, suction pump, programmable
automation, pembangkit tenaga listrik air dan banyak lagi.
Donald Routledge dalam bukunya Studies
in Medieval Islamic Technology, mengatakan bahwa hingga zaman modern
ini, tidak satupun dari suatu kebudayaan yang dapat menandingi lengkapnya
instruksi untuk merancang, memproduksi dan menyusun berbagai mesin sebagaimana
yang pernah disusun oleh Al-Jazari.
Peradaban Islam di era keemasan telah
menguasai teknologi yang sangat tinggi. Pada abad ke-13 M, dunia Islam sudah
menggenggam teknologi robot. Insinyur Muslim di zaman kekhalifahan sudah mampu
menciptakan robot mirip manusia. Pencapaian itu sekaligus mematahkahkan klaim
Barat yang kerap menyebut Leonardo da Vinci sebagai perintis teknologi robot.
Da Vinci baru merancang pembuatan robot
pada 1478, abda ke-15, itu pun baru berbentuk desain di atas kertas. Sedangkan,
insinyur Muslim yang sangat brilian, Al-Jazari, sudah berhasil merancang dan
menciptakan aneka bentuk robot pada awal abad ke-13 M. Atas dasar itulah,
masyarakat sains modern menjulukinya sebagai “Bapak Robot”. Peradaban Islam
lebih maju tiga abad dalam teknologi robot dibanding Barat.
Peradaban Islam adalah perintis dalam
bidang teknologi automata (otomaton,
automatic) yakni sebuah mesin yang
dapat berjalan sendiri (self operating).
Automata sering digunakan untuk menggambarkan sebuah robot atau lebih khusus
robot autonomous. Kata automata berasal dari bahasa Yunani automatos, yakni berlaku atas kehendak
sendiri, bergerak sendiri. Kata itu digunakan untuk menggambarkan mesin-mesin mechanical (non elektronic), khususnya yang dirancang untuk menyerupai gerakan
manusia atau hewan.
Ibnu al-Haitham Penemu Ilmu Optik (965-1040).
Mungkin orang mengira dunia Barat-lah yang memperkenalkan kamera. Padahal
prinsip kerja kamera telah ditemukan sekitar 1000 tahun silam oleh seorang
ilmuwan Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10, al-Haitham
menemukan sebuah "kamera obscura". Penemuan ini dia lakukan bersama
muridnya Kamaluddin al-Farisi. Mereka berdua mempelajari fenomena gerhana
matahari. Untuk mempelajari fenomena tersebut maka al-Haitham membuat lubang
kecil yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan pada bidang
datar. Kajian ilmu optik berupa kamera obscura. Kamera obscura diambil dari
bahasa Italia “camera obscura” yang artinya kamar gelap (dark chamber). Kata “camera’ sendiri adalah dari bahasa yang
dipergunakan Ibnu al-Haitham yang berbahasa Arab menyebutkan ‘qamara’ artinya kamar atau box. Kamera
obscura, mendasari kinerja “qamara”
dimana prinsip kerjanya ditemukan oleh Ibnu al-Haitham, prinsip mana digunakan
oleh umat manusia sampai saat ini. Bahkan kemudian mengilhami penemuan alat
teropong bintang, mikroskop, filem dan kamera digital. Hasil pemotretan kamera digital ini bukan lagi disimpan di
filem tapi di memory card.
Al-Zahrawi Bapak Ahli Bedah (936-1013).
Nama Al-Zahrawi dalam bahasa Latin dikenal dengan nama Abulcasis - sesuai
dengan lidah Eropa, terambil dari nama awalnya, Abū al-Qāsim. Ia adalah seorang dokter Arab Muslim dan ahli bedah,
tinggal di Spanyol Al-Andalus. Dia adalah seorang dokter, dan ahli bedah terbesar yang telah muncul dari Dunia Islam di abad pertengahan. Dia digambarkan sebagai “Bapak Ahli Bedah”. Disamping itu kontribusinya yang terbesar juga dalam bentuk obat-obatan, ditulis dalam Kitab al - Tasrif, dalam tiga puluh jilid buku - ensiklopedia yang membahas praktek-praktek medis. Dia lah sebagai pionir dalam sumbangannya dalam bidang prosedur bedah termasuk menciptakan instrumennya. Penemuan instrumen alat-alat
operasi ini memiliki dampak
yang sangat besar di Dunia Timur dan Barat sampai abad modern, di mana beberapa peralatan penemuannya masih dipakai dalam dunia kedokteran sampai hari ini.
Dia adalah dokter
pertama yang menjelaskan kehamilan ektopik (komplikasi kehamilan di mana embrio menempel di luar
rahim), dan dokter pertama untuk mengidentifikasi sifat penyakit
turun-temurun dari penyakit jenis hemofilia (penyakit darah).
Ibnu Khaldu Bapak Ilmu Sosiologi dan Ekonomi
(1332-1406). Salah satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering
dikutip adalah: “Manusia bukanlah
produk nenek moyangnya, tapi adalah produk kebiasaan-kebiasaan sosial.”
Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab Islam membagi
Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama. ● Pertama, membicarakan histografi
mengupas kesalahan-kesalahan para sejarawan Arab-Muslim. ● Kedua, Al-Muqaddimah
mengupas soal ilmu kultur. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar
bagi pemahaman sejarah. ● Ketiga,
mengupas lembaga-lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai
dengan abad ke-14.
Meski hanya sebagai pengantar dari buku
utamanya yang berjudul Al-‘Ibar, kenyataannya Al-Muqaddimah lebih termasyhur.
Pasalnya, seluruh bangunan teorinya tentang ilmu sosial, kebudayaan, dan
sejarah termuat dalam kitab itu. Dalam buku itu Ibnu Khaldun diantara
menyatakan bahwa kajian sejarah haruslah melalui pengujian-pengujian yang
kritis.
“Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah
menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng.”
Bermodalkan pengalamannya yang malang-melintang di dunia politik pada masanya,
Ibnu Khaldun mampu menulis Al-Muqaddimah dengan jernih. Dalam kitabnya itu,
Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia, hukum-hukum kemasyarakatan dan
perubahan sosial.
Menurut Charles Issawi dalam An Arab
Philosophy of History, lewat Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun adalah sarjana
pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun
mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain; “Masyarakat tidak statis,
bentuk-bentuk sosial berubah dan berkembang.”
Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi
pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat. Jauh, sebelum Aguste Comte,
pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi keintelektualan positivisme Barat
metode penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun.
Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun
mengutamakan data empirik, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis, dan metode
pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat dan
dunia, saat ini. “Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha merumuskan
hukum-hukum sosial,” papar Ilmuwan asal Jerman, Heinrich Simon.
Keahliannya dalam sosiologi, filasafat,
ekonomi, politik dan budaya, tampak jelas dalam buku ini. Pada saat yang sama,
Ibnu Khaldun juga tampak sangat menguasai ilmu-ilmu keislamannya, ketika
menguraikan tentang ilmu hadits, fiqh, ushul fiqh, dan lainya.
Salah satu teorinya tentang ekonomi,
apa yang disebutkan dengan “Model Dinamika”. Teori tersebut memberikan
pandangan jelas bahwa semua faktor-faktor dinamika sosial, moral, politik, dan
ekonomi meski berbeda, tapi saling berhubungan satu dengan yang lainnya bagi
kemajuan maupun kemunduran pemerintahan dan masyarakat dalam sebuah wilayah
atau negara. Selain itu, Ibnu Khaldun juga telah menyumbangkan pemikiran
tentang teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang
dipadu menjadi teori ekonomi umum yang koheren yang disusun dalam kerangka
sejarah.
Dalam soal politik, Ibnu Khaldun
mengetengahkan teori tentang ashabiyah sebagai perekat hubungan politik
antarwarga dalam sebuah negara. Dengan keluasan wawasan ini, wajar jika ilmuwan
yang menulis tentang sosok Ibnu Khaldun, antara lain: Spengler yang menulis: Economic
Thought of Islam: Ibnu Khaldun, Ahmad Ali menulis Economics of
Ibnu Khaldun-A Selection, T.B Irving menulis Ibn Khaldun on Agriculture,
dan masih banyak lagi literatur lainya.
Penutup
S
|
etelah Peradaban Islam berkembang tidak terlepas
dari peranan para ilmuan yang. Selanjutnya Eropah telah terbuka akan kemajuan
dunia Islam. Seterusnya Eropa dapat melihat manfaat dari perkembangan di dunia
Islam. Kemudian mengambil pelajarannya. Pada waktu itu secara ekonomis mulai
naik, bergiat mentransfer dan mengasimiliasi buku-buku filsafat dan sains dari
orang Islam. Oleh karena itu tidak heran jika karya-karya ilmuwan Eropa Abad
Pertengahan tidak lepas dari karya-karya terjemahan dari bahasa Arab. Maka dari
itu sejarawan mencatat bahwa perkembangan Eropa Barat yang terjadi pada
pertengahan abad ke 13 merupakan kombinasi elemen yang dinamakan Greco-Arabic-Latin. Meskipun begitu
di Eropa nama-nama saintis Muslim tidak menonjol bahkan tidak banyak mereka
sebut secara eksplisit. Yang pasti setelah mereka mentransfer filsafat dan
sains dari Islam Eropa pada akhir abad ke 15 konsep-konsep mereka tentang alam
semesta dan ilmu pengetahuan menjadi matang dan melapangkan jalan bagi
perkembangan filsafat dan sains di Barat. Kristen di Barat menjadi kekuatan
kultural yang menonjol, dan Eropa mencatat peristiwa sejarah yang disebut
Revolusi Sains (Scientific Revolution).
Itulah sumbangan penting peradaban Islam terhadap peradaban Barat.
Meskipun
demikian kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa karena konsep-konsep
penting di dalam kebudayaan Barat itu hasil adapsi dari peradaban Islam, maka sekarang
ini kita dapat mengambil kembali begitu saja konsep-konsep itu langsung dari
Barat, tanpa proses. Sebab orang-orang Barat mengambil konsep-konsep itu dengan
proses epistemologis yang panjang yang pada akhirnya menghasilkan konsep-konsep
yang sudah tidak lagi dapat dikenali konsep aslinya, yaitu Islam. Hal yang sama
dilakukan orang Islam ketika mengadapsi warisan Yunani. Professor Cemil Akdogan memberi contoh bahwa
David Hume, yang meniru konsep dan pandangan al-Ghazzaly
tentang hubungan kausalitas, ternyata memodifikasinya sehingga menjadi sekuler,
dan hasilnya berbeda dari konsep al-Ghazali sendiri.
Demikianlah sejarah peninggakan dan peran serta Peradaban Islam untuk
dunia. Kemudian telah diserap dan bahkan dikembangkan lagi oleh dunia Barat.
Barat kini sedang mewarnai dunia. Sejak kanak-kanak penulis sampai mahasiswa
tidak begitu mengetahuinya sejauh mana peranan “agama” Islam untuk dunia, apa
ada? Dengan uraian diatas pahamlah kita sekarang bahwa Islam telah ikut ambil bagian
membentuk peradaban dunia. Hal ini hendaknya menjadi perhatian Generasi Muda
Islam dan Genarasi Islam Selanjutnya bahwa peran Islam sebagai Rahmatan Bagi
Alam Semesta (dunia) sungguh besar. Billahit
Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Bahan posting:
Diakses dari banihamzah.wordpress.com yang
mengangkat tulisan Dr. Hamid Fahmi Zarkasi dan sumber-sumber tambahan lainnya
dari afaisalmarzuki.blogspot.com□□□