Pendahuluan
P
|
Pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada
tahun 1942 setelah mengalahkan Belanda yang menjajah Indonesia, kemudian Belanda
hengkang ke Australia. Tentara Belanda dan Administrasi Pemerintah Hindia
Belanda mulai tahun 1942 tidak ada lagi di Indonesia.
Pada
Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda (Indonesia dibawah penjajahan Belanda) mengumumkan keadaan
siaga. Pada bulan Juli Hindia Belanda mengalihkan ekspor minyak untuk Jepang - biasanya
Hindia Belanda lakukan - kini dialihkan ke Amerika Serikat dan Inggris. Belanda
telah memproduksi minyak dari bumi Indonesia yang berada di Palembang, Sumatera Selatan. Negosiasi Jepang
dengan Hindia Belanda yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal. Kejadian mana tercatat pada bulan Juni tahun 1941, dan saat itu Jepang memulai penaklukan Asia
Tenggara salah satu sasarannya adalah Hindia Belanda (Indonesia yang dijajah Belanda).
Pada
bulan yang sama - Desember 1941, faksi dari Sumatera menerima bantuan Jepang
untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Tentara Belanda yang
terakhir dikalahkan Jepang pada bulan Maret tahun 1942. Jadi motif pertama pendudukan
Jepang di Indonesia (Hindia Belanda) adalah untuk mendapatkan bahan bakar
keperluan Perang Pasifik melawan Amerika. Pendudukan Jepang berakhir pada
tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh
Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Selama
masa pendudukan, Jepang melatih pemuda-pemuda Indonesia menjadi tentara, juga
membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI - Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau独立準備調査会 - Dokuritsu junbi chōsa-kai dalam bahasa
Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan
membuat dasar negara. Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam tulisan Jepangnya 独立準備委員会
- Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI bertugas menyiapkan kemerdekaan Indonesia dengan anngota 21 orang sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari
berbagai etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari 12 orang asal Jawa, 3
orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang
asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Terakhir,
Jepang telah menyerah kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 dan keesokan
harinya Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio yang membacakan Perintah
Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang
telah menyerah. Saat itu, berarti Indonesia mengalami ketiadaan (kevakuman)
pemerintahan. Dalam keadaan seperti itu tentu Indonesia memerlukan sekali
adanya pemerintahan sendiri, untuk itulah bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Belanda kembali menjajah Indonesia
Tentara
Sekutu (diwakili Inggris) dan tentara Belanda kembali ke bumi Nusantara
(Indonesia). Bermula saat masuknya AFNEI (Allign
Forces Nederlands East Indies yaitu satuan khusus yang dibentuk Sekutu,
bertugas untuk melucuti senjata tentara Jepang yang berada di Indonesia. Keberadaan Sekutu ini
“membonceng”-lah NICA (Nederlandsch Indië
Civil Administratie atau Netherlands-Indies
Civil Administration - Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) ke Indonesia
dikarenakan Jepang mengambil keputusan status
quo dan masih berada di Indonesia. NICA ini dibentuk di Australia ketika
tentara Belanda terdesak atau kalah dalam menghadapi tentara Jepang yang telah
masuk ke Indonesia, kemudian lari ke Australia bersama aparat Pemerintahan
Penjajah Belanda (Hindia Belanda) pada tanggal 3 April 1944. Awalnya bertugas
menghubungkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di pengasingan (Australia) dengan
Komando Tertinggi Sekutu di Wilayah Pasifik Barat Daya (SWPA - South West
Pacific Area) yang berkedudukan di Camp Colombia, Brisbane, Australia. Lembaga
ini awalnya bernaung di bawah struktur komando Sekutu.
Di awal tahun 1944, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda,
H.J. Van Mook dan Panglima Tertinggi SWPA, Jenderal Douglas MacArthur dari AS,
menyepakati bahwa wilayah Hindia Belanda yang berhasil direbut oleh pasukan
Sekutu akan diserahkan kepada pemerintahan sipil NICA. Namun karena
penundaan politis di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, kesepakatan
berjudul Van Mook - MacArthur Civil Affairs
Agreement tersebut baru ditandatangani pada 10 Desember 1944.
Ketika
Jepang kalah tentara Belanda bersama tentara Sekutu menduduki kembali wilayah
Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus
1945, tentu hal tersebut membuat munculnya konflik antara Indonesia dan Belanda.
Karena datang untuk menjajah kembali, sebagai perlawanan rakyat Indonesia, pecahlah
perang heroik antara tentara Sekutu (dan Belanda) dengan pejuang rakyat dan tentara Indonesia.
Perang ini dikenal dengan nama Peristiwa 10 November 1945 yang dipimpin Bung
Tomo di Surabaya. Begitupula di Sumatera seperti di Bukittinggi dan Padang. Peristiwa 10 November ini kemudiannya dijadikan Hari Pahlawan.
Latar belakang perundingan
Linggarjati
Upaya untuk
memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia selain dengan kekerasan (perang),
ada juga yang dengan kelembutan (diplomasi). Upaya ini biasanya dengan
melakukan perundingan atau membuat sebuah perjanjian. Salah satunya adalah
perundingan Linggarjati antara Indonesia dan Belanda.
Terpilihnya kawasan Linggarjati ini berasal dari saran yang
diberikan Ibu Mrs. Maria, karena ayahnya pernah menjabat sebagai Bupati
Kuningan, dengan itu ia telah mengenal dengan baik keadaan dan suasana tempat itu. Lokasi
Linggarjati yang berada diluar kota Cirebon ini terletak di lereng gunung
Ciremai yang memiliki hawa sejuk dan pemandangan yang indah.
Selain itu Residen Cirebon Hamdani maupun Bupati Cirebon Makmun
Sumadipradja, kedua pejabat tersebut kebetulan berasal dari Partai Sosialis
sama dengan Sutan Sjahrir, sebagai Perdana Mentri Republik Indonesia. Dengan itu pula lah keamanannya dipercaya
bisa terjamin.
Linggarjati sebagai tempat yang sangat strategis dilakukannya perundingan yaitu jauh dari adanya kemungkinan intervensi yang tidak diharap yang berasal dari Belanda yang berada di Jakarta, dan ketika itu Ibu Kota negara Republik Indonesia berada di
Yogyakarta yang sebelumnya berada di Jakarta. Dipilihnya Linggarjati karena wilayah
terletak di tengah-tengah antara Jakarta dan Yogyakarta.
Selain itu faktor alam dan keamanan yang ideal sebagai tempat perundingan yang jauh dari kebisingan karena masih sepi. Rumah yang berada di
sekitar gedung tempat perundingan kurang lebih hanya 10 rumah. Faktor lingkungan yang aman, sejuk dan indah sedikit banyaknya juga akan "memperlancar" jalannya perundingan yang mungkin akan "panas" sekali mengingat sebelumnya perundingannya telah menemui jalan buntu seperti pernah terjadi di Hoogwe Veluwe. Diharapkan di Linggarjati tidak akan terjadi. Penulis telah mengunjungi tempat yang bersejarah ini pada tahun 1983. Rumah tempat perundingan dan alam sekitarnya memang bersih, indah dan menyenangkan.
Dalam perundingan itu Pemerintah Belanda diwakili oleh Komisi Jenderal, dan
Pemerintah Republik Indonesia diwakili oleh Delegasi Indonesia. Diharapkan
pada masa yang akan datang hal tersebut bisa membukakan jalur kepada kedua bangsa
untuk mendasarkan hubungannya atas dasar-dasar yang baru, yaitu dengan
menentukan sesuatu melalui mufakat – sebelumnya tidak ada dialog melainkan melalui jalan di perangi dan memerangi, balas membalas.
Perjanjian
Linggarjati merupakan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Republik
Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda.
Empat bulan sebelum
perundingan Linggarjati, diplomat dari Inggris, Sir Archibald Clark Kerr
telah mencobanya dengan mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hoogwe Veluwe, Belanda. Hoogwe Veluwe ini adalah suatu
kawasan Taman Nasional di provinsi
Gelderland yang berdekatan dengan kota-kota sekitarnya seperti Ede, Wageningen, Arnhem dan Apeldoorn.
Perundingan untuk menyelesaikan konflik berlangsung selama 11 hari, mulai dari tanggal 14 sampai
dengan 25 April 1946. Namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta
Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera, dan Madura. Namun Belanda
hanya mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Dengan tidak adanya kesepakatan antara Belanda dan Indonesia, maka gagal lah
perundingan di Hoogwe Veluwe ini. Tapi usaha perundingan tidak berhenti begitu saja, melainkan dilanjutkan kembali atas inisiatif Inggris sebagai penengahnya. Kali ini tidak bertempat di Belanda lagi tapi di Indonesia yaitu Linggarjati, Jawa Barat yang kondisi alamnya hampir-hampir bersamaan dengan Hoogwe Veluwe, dengan alam Linggarjati yang aman, sejuk dan indah.
Pelaksanaan dan Isi Perundingan
Linggarjati
Perundingan
Linggarjati diadakan selama 5 hari mulai dari tanggal 11 sampai 15 November 1946 di Linggarjati, Kuningan,
Cirebon. Dalam perundingan ini, dihadiri oleh perwakilan dari Indonesia dan
Belanda. Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Scermerhorn, dengan
anggotanya: Max Van Poll, F. de Baer, dan H.J. Van Mook (Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda).
Sedangkan Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan
Syahrir (Perdana Menteri) dengan anggotanya Mr. Moh. Roem (Menteri Luar Negeri), Mr. Susanto Tirtoprojo (Ahli Hukum-Menteri Kehakiman), dan dr. A.K. Gani (Anggota Konstituante)
Sebagai penengah dan pemimpin sidang adalah Lord
Killearn, juga ada saksi-saksi yakni Amir Syarifudin, dr. Leimena, dr.
Sudarsono, dan Ali Budiarjo. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta
juga hadir di dalam perundingan Linggarjati itu.
Pada
tanggal 15 November 1946, hasil perundingan diumumkan dan disetujui oleh kedua
belah pihak. Secara resmi, naskah hasil perundingan yang bernama Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh
Pemerintah Indonesia dan Belanda pada tanggal 25 Maret 1947 dalam upacara kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta. Perundingan
ini menghasilkan pokok-pokok dari Perjanjian Linggarjati sebagai berikut:
- Belanda mengakui de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto ini paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam menyelenggarakan berdirinya Negara Indonesia Serikat. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
- RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai Ketua Uni
Adapun isi dari perundingan Linggarjati secara lengkap terdiri dari 17 pasal
dan 1 pasal penutup, terlampir.
Mengenai hasil Perjanjian Linggarjati yang telah
dibuat itu awalnya menimbulkan pro dan kontra, tetapi akhirnya Indonesia menandatangani
juga perjanjian itu pada tanggal 25 Maret 1947 dengan alasan:
- Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
- Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.
- Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
- Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang berdaulat.
Dampak Perundingan Linggarjati
Hasil
perundingan ini tetap memberikan kesempatan untuk Belanda membangun kedaulatannya
di Indonesia. Pada dasarnya pihak Belanda terpaksa untuk mengakui kedaulatan
wilayah Indonesia. Namun hasil yang paling diingat dari perundingan ini adalah
adanya pengakuan de facto – belum
secara de jure (hukum) dari Belanda.
Perundingan Linggarjati juga berdampak terhadap
negara asing lainnya yang berangsur-angsur mengakui kedaulatan dan kekuasaan
RI. Kesepakatan pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) yang membuat
Indonesia harus menjadi bagian persemakmuran kerajaan Belanda, tetap memberikan
angin segar kepada Indonesia yang menginginkan kedaulatan. Perundingan Linggarjati
ini membuat Indonesia terhindar dari banyaknya korban jiwa yang jatuh jika
dibanding dengan melakukan peperangan.
Dampak
negatif dari perundingan ini yaitu terjadinya gejolak dalam tubuh pemerintahan
Indonesia. KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai lembaga legeslatif tidak
secepatnya mengesahkan perundingan Linggarjati ini karena dianggap terlalu
menguntungkan pihak Belanda. Beberapa partai seperti Masyumi, PNI, dan pengikut
Tan Malaka begitu keras menentang perjanjian Linggarjati. Walaupun, pada
akhirnya KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947
setelah Hatta mengancam Soekarno untuk mengundurkan diri saja sebagai Presiden Indonesia dan ia akan mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai Wakil Presiden Indonesia.
Dampak
yang lebih terasa lagi, adanya Agresi Militer Belanda I terhadap Indonesia. Hal
ini diakibatkan karena Belanda mengganggap Indonesia tidak patuh terhadap Perjanjian
Linggarjati. Dikarenakan Indonesia mengadakan hubungan diplomatik dengan negara
lain, padahal itu tafsiran dari pihak Belanda yang mengatakan bukan wewenang
Republik Indonesia. Maka pada tanggal 20 Juli 1947
Belanda menyatakan tidak terikat lagi dengan Perjanjian Linggarjati. Agresi
Militer Belanda I pun dilakukan keesokan harinya pada tanggal 21 Juli 1947 dimana
Belanda melancarkan serangan militer ke daerah Jawa dan Sumatera.
Penutup
Meski
telah disepakati bersama oleh Indonesia dan Belanda, pelaksanaan isi Perjanjian
Linggarjati tidaklah berjalan mulus. Timbulnya beda penafsiran atas isi
perjanjian oleh kedua negara yang berunding menjadi pemicunya.
Pihak Indonesia beranggapan bahwa Republik Indonesia adalah sebuah negara yang bebas menentukan arah masa depannya sendiri, sementara Pihak Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia adalah bagian dari Negeri Belanda sehingga yang terkait dengan urusan eksternal beberapa di antaranya harus atas persetujuan Belanda terlebih dahulu.
Karena perbedaan penafsiran ini, pada akhirnya
Belanda kembali melakukan aksi militer lewat Agresi Militer Belanda I
pada tanggal 21 Juli 1947. Agresi ini juga sekaligus menjadi pencabutan
kesepakatan Belanda terhadap perjanjian dan pembatalan Perjanjian
Linggarjati.
Nah, demikianlah latar belakang dan isi Perjanjian Linggarjati serta kegagalan dalam memenuhi perjanjian tersebut yang tercatat menjadi peristiwa sejarah Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya dari rongrongan penjajahan Belanda.
Semoga menjadi pelajaran kedepan bagi rakyat bangsa Indonesia bahwa memperjuangan kemerdekaan dan kedaulatan serta mempertahankan eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah mudah, selalu didapati dengan cara yang tidak terelakkan yaitu bersimbah darah seperti yang dilakukan oleh para pejuang
garis depan dalam menghadapi musuh (Belanda) yaitu para syuhada yang gugur dalam membela tanah
airnya. Jangan khianati kebenaran sejarahnya yang seperti itu.
Mari pertahankan kemerdekaan dan kedaulatan
serta eksistensi Nusantara (Indonesia) dalam berbangsa dan bernegara. Mari dahulukan kepentingan bersama seluruh rakyat
Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini. "Jangan tanyakan apa yang dapat NKRI perbuat untuk kita, tapi tanyalah apa
yang dapat kita perbuat untuk NKRI" - agar tetap eksis secara utuh, tumbuh, maju, kuat
serta rakyatnya memperoleh pendidikan yang baik dan hidupnya sejahtera, āmīn Allāhumma āmīn. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Lampiran:
Adapun
isi dari Perundingan Linggarjati secara lengkap terdiri dari 17 pasal dengan 1
pasal penutup sebagai berikut:
PERSETUJUAN
Pemerintah Belanda
Dalam hal ini berwakilkan Komisi Jenderal
dan
Pemerintah Republik Indonesia
Dalam hal ini berwakilkan Delegasi
Indonesia
Oleh karena mengandung keinginan yang ikhlas
hendak menetapkan perhubungan yang baik antara kedua bangsa, Belanda dan
Indonesia, dengan mengadakan cara bentuk bangun yang baru, bagi kerjasama
dengan sukarela, yang merupakan jaminan sebaik-baiknya bagi kemajuan yang
bagus, serta dengan kokoh teguhnya dari pada kedua negara itu, di dalam masa
datang dan membukakan jalan kedua bangsa itu untuk mendasarkan perhubungan
antara kedua belah pihak atas dasar-dasar yang baru, menetapkan mupakat seperti
berikut dengan ketentuan akan menganjurkan persetujuan ini selekas-lekasnya
untuk memperoleh kebenaran dari pada majelis-majelis perwakilan rakyat
masing-masing.
Pasal 1
Pemerintah Belanda Mengakui kenyataan kekuasaan
De-Facto Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Adapun
daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Serikat atau tentara Belanda dengan
berangsur-angsur dan dengan kerjasama antara kedua belah pihak akan dimasukan
pula kedalam daerah Republik Indonesia untuk menyelenggarakan yang demikian
itu, maka dengan segera akan dimulai melakukan tindakan yang perlu, supaya
lambatnya pada waktu yang disebutkan dalam pasal 12, termaksudnya daerah-daerah
yang tersebut itu telah selesai.
Pasal 2
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik
Indonesia bersama-sama menyelenggarakan segera berdirinya sebuah negara
berdaulat dan berdemokratis, yang berdasarkan perserikatan dan dinamakan Negara
Indonesia Serikat.
Pasal 3
Negara Indonesia Serikat itu akan meliputi daerah
Hindia-Belanda seluruhnya dengan ketentuan, bahwa jika kaum penduduk daripada
suatu bagian daerah setelah dimusyawarahkan dengan lain-lain bagian daerahun
juga, menyatakan meurut aturan Demokratis, tidak atau masih belum suka masuk ke
dalam perserikatan Negara Indonesia Serikat itu. Maka untuk bagian dengan
itulah diwujudkan semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia Serikat
itu dan terhadap Kerajaan Belanda.
Pasal 4
(1) Adapun negara-negara yang kelak merupakan
Negara Indonesia Serikat itu, ialah Republik Indonesia, Borneo, dan Timur
Besar, yaitu dengan tidak mengurangi hak kaum penduduk dari pada sesuatu bagian
daerah, untuk menyatakan kehendaknya, menurut aturan Demokratis supaya
kedudukannya dan Negara Indonesia Serikat itu diatur dengan cara lain.
(2) Dengan tidak menyalahi ketentuan di dalam
pasal 3 tadi dan di dalam ayat (1) pasal ini, Negara Indonesia Serikat boleh
mengadakan aturan istimewa tentang daerah ibu negerinya.
Pasal 5
(1) Undang-undang Dasar dari pada Negara
Indonesia Serikat itu ditetapkan nanti oleh sebuah persidangan pembentuk
Negara. Yang akan didirikan dari pada wakil-wakil Republik Indonesia dan
wakil-wakil sekutu lain yang akan termasuk kelak dalam Negara Indonesia Serikat
itu, yang wakil-wakil itu ditujukan dengan jalan Demokratis serta dengan
mengingat ketentuan ayat yang berikut dalam pasal itu.
(2) Kedua belah pihak akan bermusyawarah tentang
cara turut campurnya dalam persidangan pembentuk negara itu oleh Republik
Indonesia, oleh daerah-daerah yang termasuk dalam daerah kekuasaan Republik itu
dan oleh golongan-golongan penduduk yang tidak ada atau tidak cukup
perwakilannya segala itu dengan mengingat tanggungjawab dari pada Pemerintah
Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia masing-masing.
Pasal 6
(1) Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Belanda, untuk membela-perliharakan kepentingan-kepentingan bersama dari pada
Negara Belanda dan Indonesia akan bekerja sama untuk membentuk persekutuan
Belanda – Indonesia, yang dengan terbentuknya itu Kerajaan Belanda, yang
meliputi Negeri Belanda, Hindia – Belanda, Suriname, dan Curacao ditukar
sifatnya menjadi persetujuan itu yang terdiri pada satu pihak dari pada
Kerajaan Belanda, yang meliputi Negari Belanda, Suriname dan Curacao dan pada
pihak lainnya dari pada Negara Indonesia Serikat.
(2) Yang tersebut di atas tidaklah mengurangi
kemungkinan untuk mengadakan pula aturan kelak kemudian berkenaan dengan
kedudukan antara negeri Belanda dengan Suriname dan Curacao satu dengan
lainnya.
Pasal 7
(1) Untuk membela peliharakan
kepentingan-kepentingan yang tersebut di dalam pasal di atas ini, Persekutuan
Belanda Indonesia itu akan mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
(2) Alat – alat kelengkapan itu akan dibentuk
kelak oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan Pemerintah Negara Indonesia Serikat,
mungkin juga oleh majelis-majelis perwakilan negara-negara itu.
(3) Adapun yang akan dianggap
kepentingan-kepentingan bersama itu ialah kerja bersama dalam hal perhubungan
luar negeri, pertahanan dan seberapa perlu keuangan, serta juga hal-hal ekonomi
dan kebudayaan.
Pasal 8
Dipucuk persekutuan Belanda – Indonesia itu
duduklah Raja Belanda . Keputusan-keputusan bagi mengusahakan kepentingan -
kepentingan bersama itu ditetapkan oleh kelengkapan persekutuan itu atas nama
Baginda Raja.
Pasal 9
Untuk membela peliharakan
kepentingan-kepentingan Negara Indonesia Serikat, dan kepentingan-kepentingan
Kerajaan Belanda di Indonesia, maka pemerintah masing-masingnya kelak
mengangkat komisaris luhur.
Pasal 10
Anggar – anggar persekutuan Belanda-Indonesia
itu antara lain-lain akan mengandung ketentuan – ketentuan tentang:
a) Pertanggungan hak-hak kedua belah pihak yang
satu terhadap yang lain dan jaminan-jaminan kepastian kedua belah pihak
menetapi kewajiban-kewajiban yang satu kepada yang lain.
b) Hak kewarganegaraan untuk warga negara
Belanda dan Warga Negara Indonesia masing-masing di daerah lainnya.
c) Aturan cara bagaimana menyelesaikannya,
apabila dalam alat-alat kelengkapan Kerajaan Belanda memberi bantuan kepada
Negara Indonesia Serikat untuk selama masa Negara Indonesia Serikat itu tidak
akan cukup mempunyai alat - alat kelengkapan sendiri.
d) pertangungjawaban dalam kedua bagian
persekutuan itu, akan ketentuan hak - hak dasar kemanusiaan dan kebebasan -
kebebasan, yang dimaksudkan juga oleh Piagam Persekutuan Bangsa - Bangsa.
Pasal 11
(1) Anggar – anggar itu akan direncanakan kelak
oleh suatu permusyawarahan antara wakil-wakil Kerajaan Belanda dan Negara
Indonesia Serikat yang hendak dibentuk itu.
(2) Anggar – anggar itu terus berlaku setelah
dibenarkan oleh majelis – majelis perwakilan rakyat kedua belah pihak
masing-masingnya.
Pasal 12
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik
Indonesia akan mengusahakan supaya berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan
Persekutuan Belanda – Indonesia itu telah selesai, sebelum tanggal 1 Januari
1949.
Pasal 13
Pemerintah Belanda dengan segera akan melakukan
tidakan-tindakan agar supaya setelah terbentuknya persekutuan Belanda –
Indonesia itu, dapatlah Negara Indonesia Serikat diterima menjadi anggota di
dalam Perserikatan Bangsa – Bangsa.
Pasal 14
Pemerintah Republik Indonesia mengakui hak-hak
orang-orang bukan bangsa Indonesia akan menuntut dipulihkan hak-hak mereka yang
dibekukan dan dikembalikan barang-barang milik mereka, yang lagi berada di
dalam daerah kekuasaannya de facto. Sebuah panitia bersama akan dibentuk untuk
menyelenggarakan pemulihan atau pengembalian itu.
Pasal 15
Untuk mengubah sifat Hindia, sehingga susunannya
dan cara bekerjanya seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia
dan dengan bentuk susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka
Pemerintah Belanda akan mengusahakan,supaya dengan segera dilakukan
aturan-aturan undang-undang, akan supaya sementara menantikan berwujudnya
Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu, kedudukan
Kerajaan Belanda dalam hukum negara dan hukum bangsa-bangsa disesuaikan dengan
keadaan itu.
Pasal 16
Dengan segera setelah persetujuan itu menjadi,
maka kedua belah pihak melakukan pengurangan kekuatanbalatentaranya
masing-masing. Kedua belah pihak akan bermusyawarah tentang sampai seberapa dan
lambat cepatnya melakukan pengurangan itu, demikian juga tentang kerja bersama
dalam hal ketentaraan.
Pasal 17
(1) Untuk kerja bersama yang dimaksudkan dalam
persetujuan ini Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, hendak
diwujudkan sebuah badan yang terdiri dari pada delegasi-delegasi yang ditujukan
oleh tiap-tiap pemerintah itu masing-masingnya dengan sebuah sekretariat
bersama.
(2)Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik
Indonesia bilamana ada tumbuh perselisihan berhubung dengan persetujuan ini,
yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan antara dua delegasi yang
tersebut itu, maka menyerahkan keputusan kepada arbitrase. Dalam hal itu
persidangan delegasi-delegasi itu akan ditambah dengan ketua bangsa lain,
dengan suara memutuskan, yang diangkat dengan semupakat antara dua pihak
delegasi itu, atau jika tidak berhasil semupakat itu, diangkat oleh ketua Dewan
Pengadilan Internasional.
Pasal Penutup
Persetujuan ini dikarangkan dalam bahasa Belanda
dan Bahasa Indonesia.
Kedua -duanya naskah itu sama kekuatannya
Jakarta, 15 November 1946.
Pada
hari ini tanggal 25 Maret 1947 persetujuan ini dengan mengindahkan oleh kedua
belah pihak, surat menyurat dan nota-nota antara delegasi-delegasi yang
berhubungan dengan persetujuan itu, dilampirkan pada persetujuan ini,
ditandatangani atas nama pemerintah yang dikuasakan untuk ini. Empat lembar
dari persetujuan ini di tandatangani dalam bahasa Belanda dan empat lembar
dalam Bahasa Indonesia.□□
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_(1942-1945)
http://id.wikisource.org/wiki/Perjanjian_Linggarjati
https://www.satujam.com/perjanjian-linggarjati/
http://www.ipsmudah.com/2017/05/isi-perjanjian-linggarjati-latar-belakang.html
http://sejarahakademika.blogspot.co.id/2013/11/perundingan-linggarjati.html
http://gpp-nkri.blogspot.co.id/2013/01/perundingan-linggarjati-tgl-10-sd-13.html
http://cerinus.blogspot.co.id/2014/06/perjanjian-linggarjati-25-maret-1947.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelidik_Usaha_Persiapan_Kemerdekaan_Indonesia□□□