Tuesday, February 11, 2020

Konsep Sabar




KONSEP SABAR
Oleh A. Faisal Marzuki

Demi masa (keadaan, waktu). Sungguh, manusia berada (dalam keadaan) rugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran, dan saling menasehati untuk kesabaran (bersabar). (QS Al-‘Ashr 103:1-3)

Payung memang tak menghentikan hujan, tetapi dengan payung kita mampu berjalan dalam hujan tanpa kebasahan. Begitu juga dengan KESABARAN. Ia mungkin tak memberi kita kemenangan, tapi ia mampu memberi kita kekuatan untuk menghadapi berbagai cobaan dan masalah yang kita hadapi.


PENDAHULUAN

S
abar, ialah tahan menderita atas yang tidak disenangi dan dengan rela dan menyerahkan diri (tawakal) kepada Allah. Dengan demikian sabar yang benar, ialah sabar yang menyerahkan diri (tawakal) kepada Allah dan menerima ketetapan-Nya yang telah terjadi (namun tetap proaktif) dengan dada yang lapang, bukan karena terpaksa.

Sabar adalah produk dari mengingat janji-janji Allah, yang akan diberikan kepada orang-orang - atas kejadian yang telah menimpanya - yang rela memikul kesusahannya; melaksanakan amal-amal bakti yang walaupun sukar dikerjakan; rela menanggung kepahitan, karena mengekang diri dari syahwat yang diharamkan serta ia sadar bahwa segala rencana itu dari perbuatan Allah dan dari tasharruf-Nya (ucapan-Nya) kepada makhluk-Nya.

Sesungguhnya sabar adalah salah satu kekuatan jiwa yang dapat memasukkan peraturan-Nya ke dalam segala amal jiwa itu. Apabila sabar dapat berjalan dengan baik dalam segala urusan, maka ia akan memelihara manusia dari kerugian. la akan melindungi hak manusia dari perkosaan nafsu tamak yang angkara murka. la memelihara kemuliaan manusia di ketika tertimpa hal-hal yang tidak disukai. Hal ini telah dinyatakan dalam firman-Nya dalah Surah al-‘Ashr yang artinya:

Demi masa (keadaan, waktu). Sungguh, manusia berada (dalam keadaan) rugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran, dan saling menasehati untuk kesabaran (bersabar). (QS Al-‘Ashr 103:1-3)

Sesempurna-sempurna sabar, ialah sabar atas mengerjakan sesuatu syariat dengan terus-menerus, baik di kala senang maupun di kala susah. Maka di ketika berhembus badai syahwat menggoncangkan itikad, hanya sabar sajalah yang dapat; menetapkan iman dengan memaksakan diri supaya berhenti di perbatasan syara'. Sabar adalah sesuatu yang (sudah menjadi) melekat  dalam jiwa. Dengan kekuatan melekat itu, mudahlah kita memikul beban yang berat dan rela menanggung akibat yang tidak disenangi selama kita di jalan kebenaran.


MAKNA SABAR & MANIFESTASINYA

Makna sabar adalah suatu budi pekerti atau akhlak yang dari padanya memancar perangai, tabiat atau perilaku utama dalam dirinya. Karena itu, tidak ada kerugian yang lebih besar dari pada kerugian kehilangan kesabaran. Maka tiap-tiap orang, masyarakat atau bangsa yang telah lemah sifat sabarnya, maka lemahlah sifat-sifat utama yang lain-lain dan hilanglah kekuatannya.

Harus dimaklumi serta disadari bahwa mencari ketetapan pada sesuatu pekerjaan, menimbang sesuatu urusan dengan sematang-matangnya sebelum diambil sesuatu keputusan, termasuk pula ke dalam kategori sabar. Firman Allah swt yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasiq datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobosan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (QS Al-Hujurāt 49:6).

… Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. (QS Az-Zumar 39:10)

 … Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. (QS Āli-‘lmrān 3:146).

Adapun cara mengambil pertolongan dengan sabar dan cara menghasilkannya, ialah kita melihat sebab-sebab yang memalingkan diri manusia dari syariat, seperti mengikuti syahwat atau hawanafsu. Sesudah itu kita membanding dan mengukur syahwat-syahwat atau hawanafsu itu dengan janji-janji Allah atau ancaman-Nya. Kemudian kita memperhatikan, selanjutnya memelihara diri dari ancaman Allah lebih sangat patut dan bahwa janji-janji Allah itu lebih layak diharap dan dipinta. Kalau sudah sedemikian, kita pun dapat bersabar dari menuruti keinginan-keinginan syahwat atau hawanafsu lainnya. Dengan berlaku sabar, maka terpeliharalah kita dari keterjerumusan kubangan dosa. Firman Allah swt menyebutkan yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga (atas segala peristiwa yang melemahkan iman atau yang merusak tali silaturahim hablum minan nās) dan bertawakallah  kepada Allah agar kamu beruntung. (QS Āli-‘lmrān 3:200).

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan dan kekurangan harta, (kesenangan) jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata innā lillāhi wa innā ilaihi rōjiūn (sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya-lah kami kembali - sabar). “Merekalah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqarah 2:155-157).

Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga), atas kesabaran mereka, dan disana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam. (QS Al-Furqān 25:75).

… Dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS al-Baqarah 2:177).


JENIS-JENIS SABAR

Menurut TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tiga macam sabar yaitu,

Pertama: Menahan diri dari berbuat jahat dan menuruti hawa nafsu dan dari melakukan segala rupa pekerjaan yang dapat menghinakan diri atau mencemarkan nama baik.

Kedua: Menahan kesusahan, kepedihan dan kesengsaraan dalam menjalankan sesuatu kewajiban.

Ketiga: menahan diri dari "surut ke belakang" di tempat-tempat yang tidak patut dan tidak layak kita mengundurkan diri, seperti di kala menegakkan kebenaran, menyebarkan kemaslahatan, menjaga dan memelihara kemuliaan diri, bangsa dan Agama. Sabar yang ketiga inilah yang disebut berani (syaja'ah). Memang sabar itu menghendaki syaja'ah. Maka berlaku sabar dan berani, adalah tugas-tugas hidup manusia.

Sabar dan berani adalah pokok kebahagiaan, pangkal keutamaan. Berani itu sebenarnya suatu bagian dari sabar dan dengan demikian nyatalah, bahwa berani menyikapi kesulitan (prihatin) termasuk ke dalam sabar. Firman Allah swt menyebutkan yang artinya:

… Dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. … (QS Al-Baqarah 2:177).

Berlaku sabar dalam kemiskinan (kemelaratan), maksudnya ialah tidak mengeluh dan mengadu kepada siapapun, bukan tidak berusaha menghilangkan kemiskinan itu. Berlaku sabar dalam peperangan ialah tidak lari dari medan perang. Kata sebahagian hukama (orang cerdik pandai - KBBI): "Bukanlah sabar yang dipuji, menahan diri bekerja dari pagi hingga petang, untuk mencari sesuap nasi; karena sabar yang serupa itu terdapat juga pada binatang-binatang. Sabar yang dipuji ialah menahan diri dari surut ke belakang; menahan diri dalam menanggung berbagai kesusahan; menahan diri dari menuruti hawa-nafsu kemarahan dan serakah (tamak, loba). Sifat “sabar dan berani”, adalah tiang Agama, karena itu wajib terdapat (ada) pada tiap-tiap pribadi muslim.

Apabila kita selidiki sebab-sebab kemajuan Islam dan umatnya di masa dahulu, maka nyatalah bahwa sabar dan berani yang dimiliki oleh para sahabatlah yang menjadi sumber kekuatan utama.

Amirul Mukminin Ali Ibn Abi Thalib ra pernah berkata: "Ambillah dari padaku lima perkara. Pertama: Jangan anda mengharapkan seseorang selain dari Tuhan-mu. Kedua: Jangan anda takuti sesuatu pun, selain dari kemurkaan Ilahi. Ketiga: Jangan anda segan mempelajari yang belum diketahui, walaupun dari siapa saja. Keempat: Hendaklah anda berani mengatakan "belum mengetahui" apa yang belum anda ketahui. Kelima: Hendaklah anda senantiasa berlaku sabar, karena sabar itu adalah kepala (pokok dari adanya) iman".

Sahabat Ali ra pernah juga berkata: "Orang yang bersabar itu, pasti mendapat kemenangan, walaupun (mungkin) hasilnya terlambat." Sabar dan berani itulah yang meninggikan sesuatu bangsa dan meninggikan sesuatu umat. Karena itulah al-Qur'an memerintahkan kita supaya berlaku sabar dan berani.

Sabar (dan berani) itu adalah tabiat atau perilaku yang di dukung (atau dibawa) al-Qur'an. Banyak sungguh ayat al-Qur'an yang menggerakkan kita supaya berlaku sabar, bahkan lebih dari tujuh puluh ayat yang membicarakan sifat sabar ini. Diantaranya firman Tuhan yang artinya:

… Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (QS Luqmān 31:17).

Tegasnya, Allah sangat menyukai keberanian (menghadapi kenyataan yang ada atau sudah terjadi) dan (dengan itu) mewajibkan kita bersabar dan menahan diri, tidak mundur kebelakang dalam menghadapi bencana dan menolak gangguan, walaupun sekurang-kurangnya ada niat dan tekad mempersiapkan diri jangan terjadi lagi atau mengatasinya.

Sungguh Islam itu menghendaki agar umatnya bersifat sabar dan berani, karena sifat kecut dan surut ke belakang tidak berani menghadapi bencana, membawa kepada kemunduran dan kehinaan. Firman Allah swt yang artinya:

… Dan mereka berkata: “Jangan kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini”. Katakanlah (Muhammad), “Api neraka jahannam lebih panas,” jika mereka mengetahui. Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai balasan terhadap apa yang selalu mereka perbuat. (QS At-Taubah 9:81-82)

Tidak ada suatu sifat yang lebih buruk dan lebih hina selain dari sifat penakut dan pengecut. Sifat penakut, apabila telah berakar dalam jiwa seseorang atau masyarakat dan sesuatu bangsa, maka kehinaan dan kerendahan sajalah yang menjadi nasib orang, masyarakat dan bangsa itu. Orang, masyarakat dan bangsa yang penakut, bukan saja menjadi lemah dan tidak berkemajuan, tetapi juga akhirnya akan kehilangan eksistensinya.

Sifat penakut itulah yang menghambat kita bergerak, yang menghalangi kita berjuang dan yang menyurutkan kita dari melangkah maju ke muka. Untuk memberanikan kita dan menghidupkan sifat sabar yang proaktif, Tuhan berfirman yang artinya:

Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS Al-Baqarah 2:154).

Sifat penakut tidak sedikit pun berpadanan dengan semangat iman dan Islam. Orang yang mukmin, percaya sungguh, bahwa baik buruk itu semata-mata datangnya dari ketetapan, kehendak (Qada) dan ketentuan, kepastian (Qadar) dari Allah sendiri. Maka apa alasannya kita memiliki sifat penakut dan pengecut?

Sifat penakut itu timbulnya karena kurang percaya kepada janji-janji Allah dan karena kebodohan semata-mata. Maka barangsiapa menyangka, bahwa iman dapat berkumpul dengan sifat penakut di dalam jiwa, nyatalah orang itu menipu dirinya sendiri.


HIKMAH SABAR

Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie Tuhan yang bersifat Rauf (Terbaik, Pengasih) dan Rahim (Penyayang), menggerakkan kita kepada sabar dan berhati-hati serta cermat dalam melaksanakan segala rupa pekerjaan, agar kita menjadi orang yang berbuat baik.

Tuhan telah menjadikan sabar itu dari tanda kekukuhan cita-cita. Tuhan telah menerangkan, bahwa umat yang dahulu mendapat kebaikan yang sempurna lantaran sabar dan ada umat yang mendapat dua ganda pahala disebabkan sabar. Tuhan juga menerangkan bahwa inayat (pertolongan dan bantuan)-Nya dilimpahkan atas orang-orang yang sabar. Seterusnya, Tuhan memerintahkan kita supaya mempergunakan sabar itu menjadi senjata sakti buat mencapai tiap-tiap maksud; bahkan Tuhan mewajibkan kita bersabar.

Maka apakah gerangan rahasia-rahasia sabar itu? Manusia bila dapat bersabar dan tidak berkeluh kesah jika tertimpa bencana dan kesulitan, akan dapat mematahkan tipu muslihat musuhnya dan menggembirakan temannya, dan sanggup berpikir jauh untuk melepaskan diri dari bencana yang menimpanya.

Kalau ia dimusuhi oleh seseorang dan menerimanya dengan kesabaran, maka ia (dengan kesabaran yang pro aktif) sanggup menanti waktu yang terbaik untuk membalasnya, jika ia kehendaki.


PENUTUP

Apabila ia menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan bersenjatakan sabar, besarlah harapan akan diperolehnya penyelesaian yang baik. Sebaliknya, jika ia menjauhkan sabar, maka ia tidak akan dapat mencapai maksudnya. Kalaupun juga dapat dicapainya, pasti tidak akan kekal. Karena apa? Karena, berdasarkan hawanafsunya saja, bukan dijalan yang semestinya, sebab amalan itu bergantung kepada “niat-nya” dan di “jalan-Nya serta ridho-Nya”. Semoga bermanfaat. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD. 17 Jumādī Tsāni 1441 / 11 Februari 2020 M. □ AFM



Referensi:
http://eprints.walisongo.ac.id/2915/4/1103027_Bab%203.pdf