KONSEP SABAR
Oleh A. Faisal Marzuki
Demi
masa (keadaan, waktu). Sungguh, manusia berada (dalam keadaan) rugi, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati
untuk kebenaran, dan saling menasehati untuk kesabaran
(bersabar). (QS Al-‘Ashr 103:1-3)
Payung memang tak menghentikan hujan, tetapi dengan payung
kita mampu berjalan dalam hujan tanpa kebasahan. Begitu juga dengan KESABARAN. Ia
mungkin tak memberi kita kemenangan, tapi ia mampu memberi kita kekuatan untuk
menghadapi berbagai cobaan dan masalah yang kita hadapi.
PENDAHULUAN
S
|
abar, ialah tahan menderita atas yang
tidak disenangi dan dengan rela dan menyerahkan diri (tawakal) kepada Allah.
Dengan demikian sabar yang benar, ialah sabar yang menyerahkan diri (tawakal) kepada
Allah dan menerima ketetapan-Nya yang telah terjadi (namun tetap proaktif) dengan
dada yang lapang, bukan karena terpaksa.
Sabar adalah produk dari mengingat
janji-janji Allah, yang akan diberikan kepada orang-orang - atas kejadian yang
telah menimpanya - yang rela memikul kesusahannya; melaksanakan amal-amal bakti
yang walaupun sukar dikerjakan; rela menanggung kepahitan, karena mengekang
diri dari syahwat yang diharamkan serta ia sadar bahwa segala rencana itu dari
perbuatan Allah dan dari tasharruf-Nya
(ucapan-Nya) kepada makhluk-Nya.
Sesungguhnya sabar adalah salah satu
kekuatan jiwa yang dapat memasukkan peraturan-Nya ke dalam segala amal jiwa
itu. Apabila sabar dapat berjalan dengan baik dalam segala urusan, maka ia akan
memelihara manusia dari kerugian. la akan melindungi hak manusia dari perkosaan
nafsu tamak yang angkara murka. la memelihara kemuliaan manusia di ketika
tertimpa hal-hal yang tidak disukai. Hal ini telah dinyatakan dalam firman-Nya
dalah Surah al-‘Ashr yang artinya:
Demi
masa (keadaan, waktu). Sungguh, manusia berada (dalam keadaan) rugi, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran,
dan saling menasehati untuk kesabaran (bersabar). (QS Al-‘Ashr 103:1-3)
Sesempurna-sempurna sabar, ialah sabar
atas mengerjakan sesuatu syariat dengan terus-menerus, baik di kala senang
maupun di kala susah. Maka di ketika berhembus badai syahwat menggoncangkan
itikad, hanya sabar sajalah yang dapat; menetapkan iman dengan memaksakan diri
supaya berhenti di perbatasan syara'. Sabar adalah sesuatu yang (sudah menjadi)
melekat dalam jiwa. Dengan kekuatan melekat
itu, mudahlah kita memikul beban yang berat dan rela menanggung akibat yang
tidak disenangi selama kita di jalan kebenaran.
MAKNA SABAR & MANIFESTASINYA
Makna sabar adalah suatu budi pekerti atau
akhlak yang dari padanya memancar perangai, tabiat atau perilaku utama dalam
dirinya. Karena itu, tidak ada kerugian yang lebih besar dari pada kerugian
kehilangan kesabaran. Maka tiap-tiap orang, masyarakat atau bangsa yang telah
lemah sifat sabarnya, maka lemahlah sifat-sifat utama yang lain-lain dan hilanglah
kekuatannya.
Harus dimaklumi serta disadari bahwa
mencari ketetapan pada sesuatu pekerjaan, menimbang sesuatu urusan dengan
sematang-matangnya sebelum diambil sesuatu keputusan, termasuk pula ke dalam
kategori sabar. Firman Allah swt yang
artinya:
Wahai
orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasiq datang kepadamu membawa suatu
berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohan (kecerobosan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
(QS Al-Hujurāt 49:6).
…
Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.
(QS Az-Zumar 39:10)
… Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.
(QS Āli-‘lmrān 3:146).
Adapun cara mengambil pertolongan
dengan sabar dan cara menghasilkannya, ialah kita melihat sebab-sebab yang
memalingkan diri manusia dari syariat, seperti mengikuti syahwat atau hawanafsu.
Sesudah itu kita membanding dan mengukur syahwat-syahwat atau hawanafsu itu
dengan janji-janji Allah atau ancaman-Nya. Kemudian kita memperhatikan, selanjutnya
memelihara diri dari ancaman Allah lebih sangat patut dan bahwa janji-janji
Allah itu lebih layak diharap dan dipinta. Kalau sudah sedemikian, kita pun
dapat bersabar dari menuruti keinginan-keinginan syahwat atau hawanafsu lainnya.
Dengan berlaku sabar, maka terpeliharalah kita dari keterjerumusan kubangan
dosa. Firman Allah swt menyebutkan yang
artinya:
Wahai
orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah
bersiap siaga (atas segala peristiwa yang melemahkan iman atau yang merusak
tali silaturahim hablum minan nās)
dan bertawakallah kepada Allah agar kamu
beruntung. (QS Āli-‘lmrān 3:200).
Dan
Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan dan kekurangan
harta, (kesenangan) jiwa dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “innā lillāhi wa innā
ilaihi rōjiūn” (sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya-lah
kami kembali - sabar). “Merekalah yang memperoleh
ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS Al-Baqarah 2:155-157).
Mereka
itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga), atas kesabaran
mereka, dan disana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam. (QS Al-Furqān
25:75).
…
Dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa. (QS al-Baqarah 2:177).
JENIS-JENIS SABAR
Menurut TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, ada
tiga macam sabar yaitu,
Pertama:
Menahan diri dari berbuat jahat dan menuruti hawa nafsu dan dari melakukan
segala rupa pekerjaan yang dapat menghinakan diri atau mencemarkan nama baik.
Kedua: Menahan kesusahan,
kepedihan dan kesengsaraan dalam menjalankan sesuatu kewajiban.
Ketiga:
menahan diri dari "surut ke belakang" di tempat-tempat yang tidak patut dan tidak
layak kita mengundurkan diri, seperti di kala menegakkan kebenaran, menyebarkan
kemaslahatan, menjaga dan memelihara kemuliaan diri, bangsa dan Agama. Sabar
yang ketiga inilah yang disebut berani (syaja'ah).
Memang sabar itu menghendaki syaja'ah.
Maka berlaku sabar dan berani, adalah tugas-tugas hidup manusia.
Sabar dan berani adalah pokok
kebahagiaan, pangkal keutamaan. Berani itu sebenarnya suatu bagian dari sabar
dan dengan demikian nyatalah, bahwa berani menyikapi kesulitan
(prihatin) termasuk ke dalam sabar. Firman Allah swt
menyebutkan yang artinya:
…
Dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa
peperangan. … (QS Al-Baqarah 2:177).
Berlaku sabar dalam kemiskinan
(kemelaratan), maksudnya ialah tidak mengeluh dan mengadu kepada siapapun,
bukan tidak berusaha menghilangkan kemiskinan itu. Berlaku sabar dalam
peperangan ialah tidak lari dari medan perang. Kata sebahagian hukama (orang cerdik pandai - KBBI):
"Bukanlah sabar yang dipuji, menahan diri bekerja dari pagi hingga petang,
untuk mencari sesuap nasi; karena sabar yang serupa itu terdapat juga pada
binatang-binatang. Sabar yang dipuji ialah menahan diri dari surut ke belakang;
menahan diri dalam menanggung berbagai kesusahan; menahan diri dari menuruti
hawa-nafsu kemarahan dan serakah (tamak, loba). Sifat “sabar dan berani”,
adalah tiang Agama, karena itu wajib terdapat (ada) pada tiap-tiap pribadi
muslim.
Apabila kita selidiki sebab-sebab
kemajuan Islam dan umatnya di masa dahulu, maka nyatalah bahwa sabar dan berani
yang dimiliki oleh para sahabatlah yang menjadi sumber kekuatan utama.
Amirul Mukminin Ali Ibn Abi Thalib ra pernah
berkata: "Ambillah dari padaku lima perkara. Pertama: Jangan anda mengharapkan seseorang selain dari Tuhan-mu. Kedua: Jangan anda takuti sesuatu pun,
selain dari kemurkaan Ilahi. Ketiga: Jangan
anda segan mempelajari yang belum diketahui, walaupun dari siapa saja. Keempat: Hendaklah anda berani mengatakan
"belum mengetahui" apa yang belum anda ketahui. Kelima: Hendaklah anda senantiasa berlaku sabar, karena sabar itu
adalah kepala (pokok dari adanya) iman".
Sahabat Ali ra pernah juga berkata: "Orang yang bersabar itu, pasti
mendapat kemenangan, walaupun (mungkin) hasilnya terlambat." Sabar dan
berani itulah yang meninggikan sesuatu bangsa dan meninggikan sesuatu umat.
Karena itulah al-Qur'an memerintahkan kita supaya berlaku sabar dan berani.
Sabar (dan berani) itu adalah tabiat
atau perilaku yang di dukung (atau dibawa) al-Qur'an. Banyak sungguh ayat
al-Qur'an yang menggerakkan kita supaya berlaku sabar, bahkan lebih dari tujuh
puluh ayat yang membicarakan sifat sabar ini. Diantaranya firman Tuhan yang
artinya:
…
Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu
termasuk perkara yang penting. (QS Luqmān 31:17).
Tegasnya, Allah sangat menyukai
keberanian (menghadapi kenyataan yang ada atau sudah terjadi) dan (dengan itu) mewajibkan
kita bersabar dan menahan diri, tidak mundur kebelakang dalam menghadapi
bencana dan menolak gangguan, walaupun sekurang-kurangnya ada niat dan tekad
mempersiapkan diri jangan terjadi lagi atau mengatasinya.
Sungguh Islam itu menghendaki agar
umatnya bersifat sabar dan berani, karena sifat kecut dan surut ke belakang
tidak berani menghadapi bencana, membawa kepada kemunduran dan kehinaan. Firman
Allah swt yang artinya:
…
Dan mereka berkata: “Jangan kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik
ini”. Katakanlah (Muhammad), “Api neraka jahannam lebih panas,” jika mereka mengetahui.
Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai balasan
terhadap apa yang selalu mereka perbuat. (QS At-Taubah 9:81-82)
Tidak ada suatu sifat yang lebih buruk
dan lebih hina selain dari sifat penakut dan pengecut. Sifat penakut, apabila
telah berakar dalam jiwa seseorang atau masyarakat dan sesuatu bangsa, maka
kehinaan dan kerendahan sajalah yang menjadi nasib orang, masyarakat dan bangsa
itu. Orang, masyarakat dan bangsa yang penakut, bukan saja menjadi lemah dan
tidak berkemajuan, tetapi juga akhirnya akan kehilangan eksistensinya.
Sifat penakut itulah yang menghambat
kita bergerak, yang menghalangi kita berjuang dan yang menyurutkan kita dari
melangkah maju ke muka. Untuk memberanikan kita dan menghidupkan sifat sabar yang
proaktif, Tuhan berfirman yang artinya:
Dan
janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka)
telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS Al-Baqarah
2:154).
Sifat penakut tidak sedikit pun
berpadanan dengan semangat iman dan Islam. Orang yang mukmin, percaya sungguh,
bahwa baik buruk itu semata-mata datangnya dari ketetapan, kehendak (Qada) dan ketentuan,
kepastian (Qadar) dari Allah sendiri. Maka apa alasannya kita memiliki sifat
penakut dan pengecut?
Sifat penakut itu timbulnya karena
kurang percaya kepada janji-janji Allah dan karena kebodohan semata-mata. Maka
barangsiapa menyangka, bahwa iman dapat berkumpul dengan sifat penakut di dalam
jiwa, nyatalah orang itu menipu dirinya sendiri.
HIKMAH SABAR
Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie Tuhan
yang bersifat Rauf (Terbaik, Pengasih) dan Rahim (Penyayang), menggerakkan kita
kepada sabar dan berhati-hati serta cermat dalam melaksanakan segala rupa pekerjaan,
agar kita menjadi orang yang berbuat baik.
Tuhan telah menjadikan sabar itu dari
tanda kekukuhan cita-cita. Tuhan telah menerangkan, bahwa umat yang dahulu
mendapat kebaikan yang sempurna lantaran sabar dan ada umat yang mendapat dua
ganda pahala disebabkan sabar. Tuhan juga menerangkan bahwa inayat (pertolongan dan bantuan)-Nya
dilimpahkan atas orang-orang yang sabar. Seterusnya, Tuhan memerintahkan kita
supaya mempergunakan sabar itu menjadi senjata sakti buat mencapai tiap-tiap
maksud; bahkan Tuhan mewajibkan kita bersabar.
Maka apakah gerangan rahasia-rahasia
sabar itu? Manusia bila dapat bersabar dan tidak berkeluh kesah jika tertimpa
bencana dan kesulitan, akan dapat mematahkan tipu muslihat musuhnya dan
menggembirakan temannya, dan sanggup berpikir jauh untuk melepaskan diri dari
bencana yang menimpanya.
Kalau ia dimusuhi oleh seseorang dan
menerimanya dengan kesabaran, maka ia (dengan kesabaran yang pro aktif) sanggup
menanti waktu yang terbaik untuk membalasnya, jika ia kehendaki.
PENUTUP
Apabila ia menyelesaikan sesuatu
pekerjaan dengan bersenjatakan sabar, besarlah harapan akan diperolehnya
penyelesaian yang baik. Sebaliknya, jika ia menjauhkan sabar, maka ia tidak
akan dapat mencapai maksudnya. Kalaupun juga dapat dicapainya, pasti tidak akan
kekal. Karena apa? Karena, berdasarkan hawanafsunya saja, bukan dijalan yang
semestinya, sebab amalan itu bergantung kepada “niat-nya” dan di “jalan-Nya serta
ridho-Nya”. Semoga bermanfaat. Billāhit
Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD. 17 Jumādī Tsāni 1441 / 11 Februari 2020
M. □ AFM
Referensi:
http://eprints.walisongo.ac.id/2915/4/1103027_Bab%203.pdf