Friday, February 21, 2020

Konsep Ridho, Ikhtiar dan Do’a





KONSEP RIDHO, IKHTIAR dan DO’A
Oleh: A. Faisal Marzuki


PENDAHULUAN

R
asulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mengucapkan di waktu pagi dan petang - rodhītu billāhi robbā wabil islāmi dīnā wabi muhammadin nabiyyā wa rosūla - niscaya Allāh meridhoinya,” HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa-I, dan Al-Hakim. Haditsnya Marfu’.

Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaan (usaha, ikhtiar)-mu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan,  QS At-Taubah 9:105.

“Lahā mā kasabat wa ‘alayhā maktasabat”. -  “Dia mendapat (pahala, hasil usaha) dari kebajikan (amalan, menejemen yang baik) yang ia kerjakan; dan dia mendapat (siksa, ketidakberhasilan) dari (kejahatan, mismenejemen, salah niat) yang diperbuatnya”, QS Al-Baqarah 2:286.

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya…” (HR Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

“Ud’ūnī astajib lakum” - “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu”, “Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku (beribadah dan melaksanakan petunjuk-Nya) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina,” QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:60

Berdasarkan dua sabda Rasul shallallāhu ‘alaihi wasallam dan tiga firman Allah subhānahu wa ta’ālā dapat dipahami bahwa Konsep Ridho dan Ikhtiar serta Do’a adalah pangkal dari segala amalan akan berhasil dan diterima. Berikut ini akan diterangkan hubungan antar Konsep Ridho, Konsep Ikhtiar serta Konsep Do’a yang saling kait berkait menjadi kesatuan yang perlu kita ketahui dan kemudian mengamalkannya. Dengan itu insya Allāh akan membuahkan hasil yang diridhoi-Nya dari ikhtiar yang diusahakan (dikerjakan) sebagaimana akan dipaparkan  berikut ini.





KONSEP RIDHO

Ridho-Nya adalah pangkal dari segala amalan akan diterima. Lawan dari kata ridho (rela, diterima) adalah tidak diridhoi (tidak direlakan, tidak diterima). Walaupun baik cara kerjanya, tapi jika dilaksanakan tidak dengan ke-ikhlas-an (terpaksa, niatnya lain) maka ridho (kerelaan) dari-Nya tidak akan datang. Maka sia-sialah pekerjaan kita. Tentu dalam hal ini, hendaknya usaha atau ikhtiar atau pelaksanaan yang kita kerjakan mendatangkan ridho-Nya.

Bagaimana cara menjemputnya?

Untuk mencapai ridho yang berdimensi menyeluruh, yaitu bernilai untuk kehidupan di dunia dan begitu pula di akhirat, maka ada satu sikap hati dan tekad yang kita tentukan terlebih dahulu sebelum berusaha atau bertindak seperti yang diajarkan Rasul shallallāhu ‘alaihi wasallam, yaitu:

Rodhītu billāhi robbā wabil islāmi dīnā wabi muhammadin nabiyyā wa rosūla. Maknanya, Niscaya Allāh meridhoinya, yaitu ada kerelaan lebih dulu dari manusia dengan keyakinan penuh bahwa “aku rela Allah menjadi Tuhanku, Islam menjadi agamaku, dan Muhammad menjadi Rasulku dan Nabiku, HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa-i, dan Al-Hakim - Haditsnya Marfu’.


Insya Allah segala amalan-amalan (kerja-kerja, usaha-usaha) dari niat atau tekad sebelum beramal kita tidak terbuang percuma, dengan kata lain diridhoi-Nya - berhasil baik di dunia maupun di akhirat.


KONSEP IKHTIAR

Perhatikanlah firman-firman Allah subhānahu wa ta’ālā yang berkaitan dengan keharusan berikhtiar para hambanya dalam mencapai sesuatu tujuan hidupnya yang artinya sebagai berikut:

Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaan (usaha, ikhtiar)-mu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan,  QS At-Taubah 9:105

Firman lainnya dari Allah subhānahu wa ta’ālā: 

“Lahā mā kasabat wa ‘alayhā maktasabat”. - “Dia mendapat (pahala, hasil usaha) dari kebajikan (amalan, menejemen yang baik) yang ia kerjakan; dan dia mendapat (siksa, ketidakberhasilan) dari (kejahatan, mismenejemen, salah niat) yang diperbuatnya”, QS Al-Baqarah 2:286.

Konsep Ikhtiar yang terbaik dilakukan dengan ilmunya. Dalam hal ini ilmu menejemen. Secara umum ilmu manajemen disebutkan bahwa ilmu menejemen yang berhasil setidaknya ada 4 unsur yang disebut “P” “O” “A” “C” yang mesti diketahui lebih dahulu arti dan maksud dari kata tersebut, setelah paham baru dikerjakan sesuai dengan urutannya yaitu P->O->A->C.

Artinya, suatu amalan atau pekerjaannya akan tercapai (sukses) perlu “ilmu”, dalam hal ini ilmu menejemen - bagaimana cara melaksanakannya dengan baik agar berhasil, sebagai berikut.

Adanya Unsur “P” (Planning -> Perencanaan):

Untuk mencapai tujuan mesti tahu apa yang akan dicapai, perlu niat dulu:

Innamal a’mālu binniat wa likulli mā amrī mā nawa’” - “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya…” (HR Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Dari niat ini dibuatlah perencanaan yang sesuai dengan apa yang ingin dituju. Berangkat dari niat yang hendak dicapai atau dituju itu baru membuat  perencanaan.

Adanya Unsur “O” (Organizing - Pengorganisasian):

Tergantung seberapa besar niat atau tujuan yang hendak dicapai. Tujuannya besar perlu pengorganisasian yang besar dan ini tidak bisa dikerjakan sendiri, perlu bantuan atau kerja sama dengan selain dirinya dalam “teamwork”. Perlu dibentuk organisasi, misalnya ada ketua, sekretaris, bendahara dan team lainnya. Ada departemen-departemen yang bertalian dengan tujuan yang akan dicapai, perlu peralatan, kantor dst. Kalau tujuannya sebatas pribadi maka cukup dikerjakan sendiri. Semuanya amalan (pekerjaan) mesti konsisten dengan niat (tekad), dikerjakan dengan waktu yang cukup efisien, terencana dan profesional.

Adanya Unsur “A” (Actuating - Pelaksanaan):

Unsur aksi “A” (pelaksanaan) ini mesti dilaksanakannya (dikerjakan) sesuai dengan “P” (perencanaan) yang telah ditetapkan. Melalui atau dengan cara “O” (organizing) terorganisir atau terkoordinasi baik, yaitu sebagai kelanjutan dari “P” dan “O” diatas.

Adanya Unsur “C” (Controlling - Pengendalian):

Contoh sederhananya dari pengendalian adalah seperti dalam berkendaraan untuk sampai ketujuan atau tempat yang dimaksud, kendaraannya mesti disetir. Perlunya disetir atau dikendalikan kendaraan (dalam hal ini maksudnya organisasi), dengan itu kendaraan (organisasi) yang disetir (yang dikendalikan) mesti sesuai berada pada jalan yang langsung membawanya agar sampai ke tempat yang dituju.

Dengan adanya pengendalian (“C”) ini maksudnya adalah agar niat atau rencana yang dibuat membawa dan sampai kepada tujuan yang hendak dituju. Dengan dicapainya tujuan sesuai rencana (“P”) yang  diorganisir rapih (“O”) dan dilaksanakan atau dikerjakan (“A”) secara terkendali (“C”) sampai pada tujuan yang dimaksud, inilah yang disebut sukses. Ilmu menejemen dalam unsur-unsur “POAC” ini boleh disebut menjalankan “sunatullah”-Nya - ikhtiar sebagai sunatullah yang mesti dikerjakan.

Ridho atau keberhasilan datang sesuai dengan adanya “niat” - tujuannya. Dikerjakan dengan ikhlas, dan sabar yang proaktif yang disertai ilmunya.

Jadi, berikhtiar adalah wajib. Maka barangsiapa mau berikhtiar, ikhtiarnya akan dicatat sebagai ibadah. Jika ikhtiarnya membuahkan hasil, maka setidaknya ia akan mendapat dua keuntungan. Pertama, ia akan memperoleh pahala dari Allah subhānahu wa ta’ālā. Kedua, ia akan mendapat keberhasilan atau manfaat dari apa yang telah ia usahakan.

Tetapi jika ikhtiarnya belum berhasil, maka setidaknya ia akan mendapat pahala dari Allah subhānahu wa ta’ālā, karena sudah berusaha (berikhtiar). Jika ia sabar, karena belum berhasil sambil berintrospeksi atau memperbaikinya - tidak putus asa, maka ia akan mendapatkan pahala yang berlipat.


KONSEP DO’A

Untuk memperlancar atau mempermudah ikhtiar kita dalam mencapai keberhasilan, kita perlu dan bahkan mesti melakukan do’a sebagai usaha bathiniah. Allah subhānahu wa ta’ālā berfirman dalam Surah Al-Mu’min/ Ghāfir:
 
“Ud’ūnī astajib lakum” Artinya: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu”, QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:60.

Allah subhānahu wa ta’ālā akan memberikan jawaban atau merespons apa yang menjadi keinginan atau usaha kita, kalau kita berdo’a kepada-Nya (sebelum berikhtiar, berusaha). Dimana hikmah berdo’a kepada Allah subhānahu wa ta’ālā dalam kaitannnya dengan ikhtiar (usaha, kerja) adalah bahwa do’a akan mendekatkan kita kepada Allah subhānahu wa ta’ālā, dan karenanya akan memperlancar tercapainya apa yang kita usahakan.

Hikmah lain adalah bahwa dengan berdo’a, kita akan terhindar dari klaim bahwa keberhasilan kita semata-mata karena ikhtiar (usaha, kerja) kita sendiri - tanpa campur tangan dari Allah subhānahu wa ta’ālā. Tentu berfikir semacam itu akan menjadi kesombongan yang luar biasa, sebagaimana disebutkan dalam ayat yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku (beribadah dan melaksanakan petunjuk-Nya) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina,” QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:60

Jadi Do’a dan Ikhtiar memiliki keterkaitan yang sangat erat. Ketika kerja misalnya dari 8 pagi sampai 4 sore, sepekan 5 hari kerja, ini membuat orang semakin tenggelam dan terikat pada pekerjaan. Dalam suasana rutinitas seperti itu, kadangkala menimbulkan kebosanan yang bisa menjadi malas dalam bekerja. Dalam kondisi semacam itu tentu semakin dibutuhkan kekuatan dan dorongan atau motivasi untuk bekerja baik, dengan berdo’a dapat menjadi kekuatan bagi orang beriman jangan sampai timbul malas atau bosan. Maka do’a yang dimaksud sebagai pendorong kerja yang harus ditingkatkan supaya kerja tetap ikhlas dalam segala aspek.

Kesimpulannya, berdo’a mempunyai peranan penting dalam pekerjaan kita. Dapat disebut antara lain: Do’a dapat menjadi daya dorong bagi kita untuk bekerja lebih tekun, lebih tabah dan tawakal. Apabila sudah kehilangan makna dalam memenuhi kebutuhan hidup perlu ikhtiar (bekerja), maka berdo’a dapat memurnikan pola kerja, motivasi dan orientasi kerja kita. Do’a juga dapat menimbulkan kesabaran proaktif yang sangat efektif dalam bekerja. Do’a dapat menjadikan kerja manusia menjadi ikhlas.


PENUTUP

Demikianlah paparan dari tema seperti tersebut diatas menjadikan kita lebih mengetahui hubungan proporsional (kait berkait) antar RidhoNya - disukaiNya, Ikhtiar (termasuk niat sepelaku) - keharusan bekerja untuk mendapatkan rezeki dalam memenuhi keperluan hidup dan pengembangan usaha, dan Do’a - memohon kepada-Nya yang dapat menghindari atau setidaknya meringankan stress dan kebosanan dalam bekerja.

Kalau tidak diatasi dapat mengakibatkan apa yang hendak dituju tidak berhasil, karena akan berpengaruh kepada pekerjaan yang sedang dilakukan - bekerjanya menjadi tidak seprofesional (sebaik) mungkin, maka hasil kerjanya tidak baik. Akibat yang lebih jauh lagi adalah sebagai pegawai bisa diberhentikan, sebagai pengusaha usaha perusahaannya merugi atau bangkrut. Sebagai organisasi dakwah tidak menjadi efektif. Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan menjadi berantakan karena disebab bukan atas keikhlasan bersama melainkan (niat) egodiri masing-masing yang lebih menonjol. Tentu hal-hal yang terakhir itu tidak diinginkan.

Dengan itu kesuksesan akan dapat dicapai bila ada pemahaman sebagaimana yang disebutkan dalam dua Hadits dan tiga Firman-Nya beserta penjelasannya sebagaimana disebutkan diatas. Semoga apa yang disampaikan dalam tulisan ini bermanfaat hendaknya bagi kita semua, baik di dunia maupun di akhirat, āmīn. Wallāhu A’lam bish-Shawāb. Germantown, MD. 27 Jumādī Tsāni 1441 / 21 Februari 2020 M. □ AFM