SENDI SENDI BERBANGSA DAN BERNEGARA YANG SUKSES
Oleh: A. Faisal Marzuki
PENGANTAR
T
|
ulisan ini dibuat dalam mengenang perjuangan
kemerdekaan Indonesia dari penjajah yang menjajah Nusantara yang sebelumnya tenang
aman dan damai menjadi bangsa tidak berdaulat di tanahnya sendiri.
Pendudukan tanah Nusantara oleh penjajah yang
melakukan tekanan ekonomi dan psikologis serta kebebasan penduduk asli serta
pengurasan kekayaan alam Nusantara menjadikan penduduk Nusantara sebagai
penumpang atau budak di tanah negerinya sendiri.
Masa itu telah berlalu. Kini kita telah merdeka
dan menjadi tuan di negerinya sendiri.
Tigaperempat abad kita telah merdeka, namun
mental keterjajahan kita masih ada. Mestinya kita banyak belajar dari
keterjajahan kita ini, karena mental
pemerintahan kita hampir-hampir seperti mental penjajah dalam arti memperkaya
diri sendiri dulu (korupsi, penyalah gunaan kekuasaan) dan “lupa” tugas dan
fungsi pemerintahan sebenarnya, yaitu menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia dan mensejahteraan kehidupan rakyat yang sampai sekarang belum terlaksana
secara baik, malah tersaingi dengan negara tetangga yang merdekanya belakangan
dari kita.
Pertanyaan kenapa mereka bisa, kenapa kita
tidak. Tentu disini kita, semua rakyat Indonesia, sebagai bangsa Indonesia, dalam
hal ini mesti bermuhasabah diri baik sebagai individu, kelompok organisasi dan
masyarakat merefleksi diri kebelakang guna maju ke depan menjadi bangsa yang berdaulat
di negeri sendiri, adil dan sejahtera, berkembang dan maju.
PIJAKAN SOSIOLOGIS DALAM MEMBANGUN NEGARA
P
|
ada dasarnya individu manusia ditakdirkan
sebagai makhluk sosial dengan ciri-cirinya ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
Contoh yang amat mendasar sekali adalah, sepertihalnya, ada kepala keluarga
memimpin anggota keluarganya. Kepala keluarga adalah bapak, wakilnya adalah
ibu, anggotanya adalah anak-anaknya. Bapak mencari nafkah, ibu mengurus rumah
tangga. Kesejahteraan dan pendidikan anak-anaknya sebagai anggota keluarga
bergantung kepada ibu dan bapak, karena mereka masih kecil. Selanjutnya
anak-anak besar, dewasa dan bisa berdiri sendiri. Kemudian berkeluarga,
selanjutnya mengulangi proses (psikologi) sosial keluarga seperti tersebut
diatas.
Dengan kata lain sukses individu manusia ada
kaitan atau bergantung kepada hubungan sosial keluarga, kebiasaan-kebiasaan
yang dibangun dan dicontohkan oleh pemimpinnya. Dan pemimpin ini bukan saja
untuk dirinya, terutama bekerja bagi anggota keluarganya bisa siap dan maju.
Nah siap dan maju ini bergantung kepada kecukupan ekonomi yang didapat dari
bekerja atau berusaha, berpendidikan dari dasar ke tingkat atas dan (jika
kapasitas kemampuan anak ada sampai) perguruan tinggi. Dari sini akan
menghasilkan keterampilan (skill), menegerial (manajemen, wira usaha), intelektual
(guru, professor), yang berkesadaran moral integritis, yaitu berakhlak - tahu
mana yang buruk atau yang baik, amanah dan bertanggung jawab, jujur serta
satria.
Kumpulan individu manusia dari keluarga-keluarga
lain membentuk menjadi suku-suku (marga, etnis, bangsa). Kumpulan suku-suku (marga,
etnis, bangsa) melahirkan negara-negara, sepertihalnya Nusantara yang terdiri
dari suku-suku (marga-marga) yang kemudiannya sepakat menjadi negara (bangsa)
Indonesia, berdaulat di negeri sendiri.
SEJARAH BANGSA INDONESIA
S
|
ejarah bangsa Indonesia lahir dari keluarga yang
bersuku-suku ini dibangun dari dasar agama yang membentuk pemerintahan seperti
Kerajaan Hindu, Kerajaan Budha dan Kesultanan-Kesultanan Islam sejak dari
Sabang sampai Papua (sebelah barat), selebihnya masyarakat terpencil yang
animisme yang berada di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua dan
daerah-daerah lainnya.
Para Raja-Raja dan Sultan-Sultan inilah yang
membina rakyat di Nusatara hidup sejahtera, aman dan damai.
Kemudian datanglah bangsa-bangsa Eropah yang bangun
dari masa gelapnya menjadi moderen memerlukan rempah-rempah, karet, minyak,
emas, besi untuk kebutuhan ekonomi dan industri mereka yang bersumber dari
negara-negara tropis (sepanjang tahun alamnya dapat menghasilkan bahan pokok
hidup dan industri mereka). Oleh karena itulah mereka berlomba-lomba menguasai
tanah jajahan.
Semenjak itu Nusantra tidak berdaulat lagi.
Karena sejak abad ke-15 tanah nusantara diduduki secara bergantian sejak
dari bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda dan terakhir Jepang. Yang
terlama adalah Belanda selama tigasetengah abad dan tersingkat adalah Jepang
tigasetengah tahun.
Dengan datangnya bangsa-bangsa asing ini
rusaklah tatanan bernegara dari Kesultanan-Kesultanan Islam yang terakhir di
Nusantara ini. Penduduk asli Nusantara ini dijadikan warga kelas tiga oleh
pemerintahan Kerajaan Belanda yang mengklaim Nusantara ini sebagai bagian dari
negaranya yang disebut Hindia Belanda. Sedangkan warga Belanda dan Eropa
sebagai kelas satu dan kelas duanya adalah Cina dan Arab. Terutama Cina diberi
keistimewaan sebagai usahawan (menguasai ekonomi rakyat) dan diangkat sebagi
pegawai pemerintah Belanda terutama dalam pemungutan pajak yang memajaki penduduk
asli Nusantara yang disebut pula pribumi.
Bung Karno menyebutkan bahwa “cacing saja kalau
diinjak-injak menggeliat” artinya walaupun “lemah” tapi tetap mengadakan
perlawanan. Dengan semangat itulah mula-mula pribumi berjuang melawan penjajah,
karena ketika itu kita tidak mempunyai persenjataan yang jauh dibanding dengan
persenjataan moderen penjajah sejak dari pistol, senapan, granat, mitraliur, meriam,
tank baja, pemboman dari kapal udara, meriam besar dari kapal laut.
Persenjataan militer yang amat dahsyat itu tidak
berarti kita mundur, tapi tetap maju walaupun dengan “bambu runcing”, pedang
dan golok. Selanjutnya kemudiannya khususnya Belanda menggunakan alat perang “psikologis”
yaitu dengan teknik “devide et impera” yaitu memecah belah kesatuan dari antar suku,
antar etnis bangsa, antar agama, dan antara golongan rakyat jelata dan bangsawan.
Tekanan ekonomi yang sudah bangga mendapat “sebenggol atau segobang” (dua
setengah sen) sementara golongan Belanda jauh jauh jauh lebih besar dari itu.
MENTAL PSIKOLOGI ARTI BERPEMERINTAHAN
N
|
ah mental “psikologis” semacam ini masih eksis
sampai sekarang, tidak profesional. Tidak menjadi rahasia umum, sepertihalnya “freeport”
gara-gara “sebenggol” yang didapat oleh oknum pejabat pemerintahan tapi lepas
triliunan rupiah ketangan asing. Seperti pembuatan undang-undang yang
menguntungkan pihak asing, karena per diem pasal-pasal undang-undang perjanjian yang menguntungkan mereka dibayar
jutaan rupiah dan oknum itu menerimanya.
Kelakuan pejabat yang seolah-olah seperti “mental
bangsawan” membagikan uang dari atas mobil yang diperebutkan rakyat jelata yang
jatuh kejalan.
Kita sudah merdeka tapi mental psikologis pemerintahan
(polisi, jaksa, lurah, petugas penjara, gubernur, bupati anggota DPR dan
seterusnya, ada yang seperti itu, alias sama (mengkopi) mental psikologis
pemerintahan penjajah di zaman kolonial. Sifat penjajah ini mesti diganti
dengan membangun semangat kekeluargaan rumah tangga seperti yang telah
diuraikan pada bab PIJAKAN SOSIOLOGIS DALAM MEMBANGUN NEGARA
PENUTUP
I
|
ndonesia ini besar dan kaya sumber alamnya yang
membuat dunia ingin menguasainya. Terletak di negara tropis yang strategis baik
ditinjau sekarang maupun masa depan dunia. Untuk itu diperlukan pemimpin yang
kuat, kapabel, mempunyai jiwa patriot bangsa, bermoral integritas dan berwibawa
didalam negeri dan luar negeri, mempunyai kemampuan orasi dan pandai berunding
dalam berdiplomasi kelas dunia serta prorakyat dan kuat pribadinya dalam
menghadapi godaan nafsu kekayaan untuk pribadi, dan tahu sejarah Indonesia yang
sesungguhnya. Dan bagaimana penderitaan yang dideritanya ketika dijajah.
Mumpung dalam suasana memperingati kemerdekaan
Republik Indonesia yang jangan hanya sekedar memperingati dan merayakannya
saja, tapi ayo (mari) kembali kepada hakekat berpemerintahan yang sebenarnya
yaitu berbuat untuk rakyat dengan cara-cara yang adil, jujur, satria (bermoral
integritas) dan profesional. Diatas itu, baru kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia tercapai sebagaimana mestinya - MARI KITA PERBAIKI SENDI SENDI
BERNEGARA DAN BERPEMERINTAHAN YANG BAIK.
Karena tahun-tahun ini adalah tahun-tahun
politik dalam arti kata pemilihan khususnya pemilihan umum kita sebagai rakyat
jelata mesti pandai-pandai memilihnya. Yang utama adalah pilihlah pemimpin yang
benar-benar jujur yaitu sesuai kata dengan perbuatannya (mempunyai moral
integritas dan satria) disamping kapabel, mandiri (tidak bergantung kepada cukong
yang terselip disana ada pesan sponsor), mampu berunding dengan orang asing
dengan kemampuan bahasa asing yang cukup. Tidak sekedar pencintraan, dan pandai
berkilah (membuat alasan) saja, dalam menghadapi kegagalannya (janji dan hasil kerja
yang berbeda). Tapi mempunyai visi dan misi yang membuat rakyat sejahtera dan negara
maju dan disegani dunia.
Bagi bangsa Indonesia ekonomi mesti berpihak
kepada rakyat jelata, sehingga tidak ada lagi kemiskinan, karena hakekat dari
kemerdekaan itu bukan untuk golongan atas saja tapi untuk semua rakyat Indonesia
termasuk rakyat jelata yang tidak memandang kesukuan, agama, dan etnis dan golongan. Kita
sudah sepakati dan pegang kuat-kuat bahwa negara nini dibangun dari semangat
kesejarahan kita yang BHINEKA TUNGGAL IKA ini.
Industri dan Pertanian (perkebunan, peternakan,
perikanan) dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang dapat
dijangkau, dimana kebutuhan import pangan (selama ini) dan kebutuhan sehari-hari
dapat diproduksi dalam negeri (menghidupkan lapangan pekerjaan). Dengan itu
strategi import beras, gula, garam dan kebutuhan lainnya tidak diperlukan lagi.
Pengusaha-pengusaha besar (jangan jadi jago
dalam kandang saja yang mengambil keuntungan besar dari kebutuhan rakyat
jelata), namun mesti mampu mengeksport produksi jadi hasil industri dalam
negeri. Korea Selatan yang tiga atau empat dekade lalu sama pendapatan
perkapitanya dengan kita, kenapa kita tidak bisa berbuat seperti itu!
Begitu pula kualitas sekolah bagi rakyat jelata
mesti diperhatikan betul-betul mulai dari TK sampai SMA yang memeprhatikan pula
pendidikan agama bagi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk pendidikan santri
(agama) yang memperhatikan pula pendidikan sekolah umum - tidak ada dikhotomi
pendidikan dalam hal ini.
Demikianlah uraian ini disampaikan dengan
memperhatikan betul dasar-dasar dari filosofis bab PIJAKAN SOSIOLOGIS DALAM
MEMBANGUN NEGARA Republik Indonesia seperti yang diuraikan diatas, dimana ke depan
dipersiapkan benar-benar menjadi bangsa yang sejahtera, kuat serta maju dan
disegani dunia (tidak dipermainkan dunia). Mudah-mudah bermanfaat tulisan ini, Allahu
‘alam bish-Shawab. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM