Tuesday, August 14, 2018

Sendi berbangsa dan bernegara



SENDI SENDI BERBANGSA DAN BERNEGARA YANG SUKSES
Oleh: A. Faisal Marzuki



PENGANTAR


T
ulisan ini dibuat dalam mengenang perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajah yang menjajah Nusantara yang sebelumnya tenang aman dan damai menjadi bangsa tidak berdaulat di tanahnya sendiri.


Pendudukan tanah Nusantara oleh penjajah yang melakukan tekanan ekonomi dan psikologis serta kebebasan penduduk asli serta pengurasan kekayaan alam Nusantara menjadikan penduduk Nusantara sebagai penumpang atau budak di tanah negerinya sendiri.

Masa itu telah berlalu. Kini kita telah merdeka dan menjadi tuan di negerinya sendiri.

Tigaperempat abad kita telah merdeka, namun mental keterjajahan kita masih ada. Mestinya kita banyak belajar dari keterjajahan kita ini, karena mental pemerintahan kita hampir-hampir seperti mental penjajah dalam arti memperkaya diri sendiri dulu (korupsi, penyalah gunaan kekuasaan) dan “lupa” tugas dan fungsi pemerintahan sebenarnya, yaitu menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan mensejahteraan kehidupan rakyat yang sampai sekarang belum terlaksana secara baik, malah tersaingi dengan negara tetangga yang merdekanya belakangan dari kita.

Pertanyaan kenapa mereka bisa, kenapa kita tidak. Tentu disini kita, semua rakyat Indonesia, sebagai bangsa Indonesia, dalam hal ini mesti bermuhasabah diri baik sebagai individu, kelompok organisasi dan masyarakat merefleksi diri kebelakang guna maju ke depan menjadi bangsa yang berdaulat di negeri sendiri, adil dan sejahtera, berkembang dan maju.


PIJAKAN SOSIOLOGIS DALAM MEMBANGUN NEGARA


 
P
ada dasarnya individu manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial dengan ciri-cirinya ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Contoh yang amat mendasar sekali adalah, sepertihalnya, ada kepala keluarga memimpin anggota keluarganya. Kepala keluarga adalah bapak, wakilnya adalah ibu, anggotanya adalah anak-anaknya. Bapak mencari nafkah, ibu mengurus rumah tangga. Kesejahteraan dan pendidikan anak-anaknya sebagai anggota keluarga bergantung kepada ibu dan bapak, karena mereka masih kecil. Selanjutnya anak-anak besar, dewasa dan bisa berdiri sendiri. Kemudian berkeluarga, selanjutnya mengulangi proses (psikologi) sosial keluarga seperti tersebut diatas.


Dengan kata lain sukses individu manusia ada kaitan atau bergantung kepada hubungan sosial keluarga, kebiasaan-kebiasaan yang dibangun dan dicontohkan oleh pemimpinnya. Dan pemimpin ini bukan saja untuk dirinya, terutama bekerja bagi anggota keluarganya bisa siap dan maju. Nah siap dan maju ini bergantung kepada kecukupan ekonomi yang didapat dari bekerja atau berusaha, berpendidikan dari dasar ke tingkat atas dan (jika kapasitas kemampuan anak ada sampai) perguruan tinggi. Dari sini akan menghasilkan keterampilan (skill), menegerial (manajemen, wira usaha), intelektual (guru, professor), yang berkesadaran moral integritis, yaitu berakhlak - tahu mana yang buruk atau yang baik, amanah dan bertanggung jawab, jujur serta satria.

Kumpulan individu manusia dari keluarga-keluarga lain membentuk menjadi suku-suku (marga, etnis, bangsa). Kumpulan suku-suku (marga, etnis, bangsa) melahirkan negara-negara, sepertihalnya Nusantara yang terdiri dari suku-suku (marga-marga) yang kemudiannya sepakat menjadi negara (bangsa) Indonesia, berdaulat di negeri sendiri.


SEJARAH BANGSA INDONESIA



S
ejarah bangsa Indonesia lahir dari keluarga yang bersuku-suku ini dibangun dari dasar agama yang membentuk pemerintahan seperti Kerajaan Hindu, Kerajaan Budha dan Kesultanan-Kesultanan Islam sejak dari Sabang sampai Papua (sebelah barat), selebihnya masyarakat terpencil yang animisme yang berada di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua dan daerah-daerah lainnya.


Para Raja-Raja dan Sultan-Sultan inilah yang membina rakyat di Nusatara hidup sejahtera, aman dan damai.

Kemudian datanglah bangsa-bangsa Eropah yang bangun dari masa gelapnya menjadi moderen memerlukan rempah-rempah, karet, minyak, emas, besi untuk kebutuhan ekonomi dan industri mereka yang bersumber dari negara-negara tropis (sepanjang tahun alamnya dapat menghasilkan bahan pokok hidup dan industri mereka). Oleh karena itulah mereka berlomba-lomba menguasai tanah jajahan.

Semenjak itu Nusantra tidak berdaulat lagi. Karena sejak abad ke-15 tanah nusantara diduduki secara bergantian sejak dari bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda dan terakhir Jepang. Yang terlama adalah Belanda selama tigasetengah abad dan tersingkat adalah Jepang tigasetengah tahun.

Dengan datangnya bangsa-bangsa asing ini rusaklah tatanan bernegara dari Kesultanan-Kesultanan Islam yang terakhir di Nusantara ini. Penduduk asli Nusantara ini dijadikan warga kelas tiga oleh pemerintahan Kerajaan Belanda yang mengklaim Nusantara ini sebagai bagian dari negaranya yang disebut Hindia Belanda. Sedangkan warga Belanda dan Eropa sebagai kelas satu dan kelas duanya adalah Cina dan Arab. Terutama Cina diberi keistimewaan sebagai usahawan (menguasai ekonomi rakyat) dan diangkat sebagi pegawai pemerintah Belanda terutama dalam pemungutan pajak yang memajaki penduduk asli Nusantara yang disebut pula pribumi.

Bung Karno menyebutkan bahwa “cacing saja kalau diinjak-injak menggeliat” artinya walaupun “lemah” tapi tetap mengadakan perlawanan. Dengan semangat itulah mula-mula pribumi berjuang melawan penjajah, karena ketika itu kita tidak mempunyai persenjataan yang jauh dibanding dengan persenjataan moderen penjajah sejak dari pistol, senapan, granat, mitraliur, meriam, tank baja, pemboman dari kapal udara, meriam besar dari kapal laut.

Persenjataan militer yang amat dahsyat itu tidak berarti kita mundur, tapi tetap maju walaupun dengan “bambu runcing”, pedang dan golok. Selanjutnya kemudiannya khususnya Belanda menggunakan alat perang “psikologis” yaitu dengan teknik “devide et impera” yaitu memecah belah kesatuan dari antar suku, antar etnis bangsa, antar agama, dan antara golongan rakyat jelata dan bangsawan. Tekanan ekonomi yang sudah bangga mendapat “sebenggol atau segobang” (dua setengah sen) sementara golongan Belanda jauh jauh jauh lebih besar dari itu.


MENTAL PSIKOLOGI ARTI BERPEMERINTAHAN

N
ah mental “psikologis” semacam ini masih eksis sampai sekarang, tidak profesional. Tidak menjadi rahasia umum, sepertihalnya “freeport” gara-gara “sebenggol” yang didapat oleh oknum pejabat pemerintahan tapi lepas triliunan rupiah ketangan asing. Seperti pembuatan undang-undang yang menguntungkan pihak asing, karena per diem pasal-pasal undang-undang perjanjian yang menguntungkan mereka dibayar jutaan rupiah dan oknum itu menerimanya.


Kelakuan pejabat yang seolah-olah seperti “mental bangsawan” membagikan uang dari atas mobil yang diperebutkan rakyat jelata yang jatuh kejalan.

Kita sudah merdeka tapi mental psikologis pemerintahan (polisi, jaksa, lurah, petugas penjara, gubernur, bupati anggota DPR dan seterusnya, ada yang seperti itu, alias sama (mengkopi) mental psikologis pemerintahan penjajah di zaman kolonial. Sifat penjajah ini mesti diganti dengan membangun semangat kekeluargaan rumah tangga seperti yang telah diuraikan pada bab PIJAKAN SOSIOLOGIS DALAM MEMBANGUN NEGARA


PENUTUP

I
ndonesia ini besar dan kaya sumber alamnya yang membuat dunia ingin menguasainya. Terletak di negara tropis yang strategis baik ditinjau sekarang maupun masa depan dunia. Untuk itu diperlukan pemimpin yang kuat, kapabel, mempunyai jiwa patriot bangsa, bermoral integritas dan berwibawa didalam negeri dan luar negeri, mempunyai kemampuan orasi dan pandai berunding dalam berdiplomasi kelas dunia serta prorakyat dan kuat pribadinya dalam menghadapi godaan nafsu kekayaan untuk pribadi, dan tahu sejarah Indonesia yang sesungguhnya. Dan bagaimana penderitaan yang dideritanya ketika dijajah.


Mumpung dalam suasana memperingati kemerdekaan Republik Indonesia yang jangan hanya sekedar memperingati dan merayakannya saja, tapi ayo (mari) kembali kepada hakekat berpemerintahan yang sebenarnya yaitu berbuat untuk rakyat dengan cara-cara yang adil, jujur, satria (bermoral integritas) dan profesional. Diatas itu, baru kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tercapai sebagaimana mestinya - MARI KITA PERBAIKI SENDI SENDI BERNEGARA DAN BERPEMERINTAHAN YANG BAIK.

Karena tahun-tahun ini adalah tahun-tahun politik dalam arti kata pemilihan khususnya pemilihan umum kita sebagai rakyat jelata mesti pandai-pandai memilihnya. Yang utama adalah pilihlah pemimpin yang benar-benar jujur yaitu sesuai kata dengan perbuatannya (mempunyai moral integritas dan satria) disamping kapabel, mandiri (tidak bergantung kepada cukong yang terselip disana ada pesan sponsor), mampu berunding dengan orang asing dengan kemampuan bahasa asing yang cukup. Tidak sekedar pencintraan, dan pandai berkilah (membuat alasan) saja, dalam menghadapi kegagalannya (janji dan hasil kerja yang berbeda). Tapi mempunyai visi dan misi yang membuat rakyat sejahtera dan negara maju dan disegani dunia.

Bagi bangsa Indonesia ekonomi mesti berpihak kepada rakyat jelata, sehingga tidak ada lagi kemiskinan, karena hakekat dari kemerdekaan itu bukan untuk golongan atas saja tapi untuk semua rakyat Indonesia termasuk rakyat jelata yang tidak memandang kesukuan, agama, dan etnis dan golongan. Kita sudah sepakati dan pegang kuat-kuat bahwa negara nini dibangun dari semangat kesejarahan kita yang BHINEKA TUNGGAL IKA ini.

Industri dan Pertanian (perkebunan, peternakan, perikanan) dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang dapat dijangkau, dimana kebutuhan import pangan (selama ini) dan kebutuhan sehari-hari dapat diproduksi dalam negeri (menghidupkan lapangan pekerjaan). Dengan itu strategi import beras, gula, garam dan kebutuhan lainnya tidak diperlukan lagi.

Pengusaha-pengusaha besar (jangan jadi jago dalam kandang saja yang mengambil keuntungan besar dari kebutuhan rakyat jelata), namun mesti mampu mengeksport produksi jadi hasil industri dalam negeri. Korea Selatan yang tiga atau empat dekade lalu sama pendapatan perkapitanya dengan kita, kenapa kita tidak bisa berbuat seperti itu!

Begitu pula kualitas sekolah bagi rakyat jelata mesti diperhatikan betul-betul mulai dari TK sampai SMA yang memeprhatikan pula pendidikan agama bagi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk pendidikan santri (agama) yang memperhatikan pula pendidikan sekolah umum - tidak ada dikhotomi pendidikan dalam hal ini.

Demikianlah uraian ini disampaikan dengan memperhatikan betul dasar-dasar dari filosofis bab PIJAKAN SOSIOLOGIS DALAM MEMBANGUN NEGARA Republik Indonesia seperti yang diuraikan diatas, dimana ke depan dipersiapkan benar-benar menjadi bangsa yang sejahtera, kuat serta maju dan disegani dunia (tidak dipermainkan dunia). Mudah-mudah bermanfaat tulisan ini, Allahu ‘alam bish-Shawab. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM