KATA PENGANTAR
Wabah penyakit pada masyarakat muslimin tempo doeloe sebelum Virus Corona COVID-19,
sempat terjadi pada Masyarakat Islam tempo doeloe ada delapan macam wabah
terjadi. Wabah penyakit juga pernah terjadi di zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Kala itu banyak
masyarakat yang juga menjadi korban dan meninggal dunia.
Jadi sebelum Virus Corona COVID-19 yang
mengancam kematian dan ekonomi seperti yang sedang dialami masyarakat dunia
sekarang ini, masyarakat muslim sempat merasakan beratnya menghadapi wabah
penyakit yang mengakibat kematian masal yang menakutkan. Kisahnya
selanjutnya dapat diikuti sebagai berikut dibawah ini.
WABAH
PENYAKIT YANG MEMATIKAN
Oleh: A. Faisal Marzuki
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah
kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan
tinggalkan tempat itu (karena akan menularkan kepada orang lain).”
[Hadits Riwayat Al-Bukhari]
“Kita akan lari dari takdir Allah (kejadian yang buruk) menuju
takdir Allah yang lainnya (kejadian yang baik),” [Umar bin Khattab]
A
|
pakah penyakit tulah
(plague) atau wabah seperti sampar, pes, bakteria
dan kini virus, sebagai penyakit yang merusak dan mengancam kematian itu, akan memotivasi
yakni
mencari jalan keluar dalam mengatasinya. Atau sebaliknya sebagai faktor penghambat
yakni
menjadi apatis dan tidak berbuat apa-apa dalam mengatasinya dalam Komunitas Awal Kaum Muslimin?
Berikut menurut catatan sejarahnya ada delapan (8)
wabah yang sempat terjadi pada masyarakat muslimin tempo doeloe.
1. Wabah Shirawayh (Plague
of Shirawayh)
Wabah ini dianggap sebagai kejadian pendemik pertama yang terjadi pada masyarakat muslim. Wabah Shirawayh terjadi pada tahun
627-628 di ibukota Persia. Nama Wabah Shirawayh diperoleh dari Siroes, Raja Persia
dari Dinasti Sassanian yang meninggal karena penyakit ini pada tahun 629. Dalam
kitab Tarikh al-Omam wal-Muluk dari Muhammad Al-Tabari dikatakan, wabah ini
membunuh banyak warga Persia meski tidak ada kepastian berapa jumlah muslim
yang meninggal. Bukti dan jejak terkait wabah ini sangat jarang, namun
masyarakat Semenanjung Arab percaya ketika itu sempat diserang wabah tersebut.
2. Wabah Amwas (Plague of
Amwas)
Sesuai namanya, Wabah Amwas awalnya menyerang
sebuah desa kecil bernama Amwas yang terletak di Palestina atara Jerusalem dan
Al-Ramlah. Wabah ini menyerang tentara Arab yang sedang berada di Amwas pada
bulan Muharram dan Safar pada tahun 638 dan 639. Wabah Amwas kemungkinan adalah
wabah penyakit pes (bubonic plague)
berdasarkan catatan Jacob of Edessa.
Sebanyak 2.500 orang meninggal termasuk
orang-orang dekat Rasullah saw yaitu
Abu Ubaidah, Yazid bin Abu Sufyan, Muaz bin Jabal dan puteranya Shurahbil din
Hasanah, Al-Fadl bin Al-Abbas, Abu Malik Al-Ashari, Al-Hareth bin Hisham, Abu
Jandal, Uwais Al-Qarni, serta Suhail bin Amr. Mengutip Al-Tabari, musuh Islam
sempat mempertimbangkan mengadakan serangannya untuk mengalahkan pasukan muslimin
ini, karena serangan wabah yang melemahkan kekuatan pasukan muslimin dan
membuat panik.
Sebelum wabah sempat terjadi kelaparan parah,
hingga tahun ini disebut Al-Ramadah. Di wilayah Suriah dan Palestina, banyak
masyarakatnya yang terserang penyakit ini. Banyaknya serangan wabah dipengaruhi
rendahnya daya tahan tubuh dan adanya tikus yang terinfeksi bakteri penyebab
penyakit. Tikus ini menyerang persediaan pangan dan bersarang dekat sumber air
warga.
3. Wabah Kufah (Plague of
Kufah)
Wabah ini terjadi di Kufah pada tahun 669 di
masa khalifah Muawiyah dari Bani Umayyah. Gubernur setempat, Al-Mughirah bin
Shubah dilaporkan keluar dari wilayahnya saat terjadi serangan wabah. Dia baru
kembali saat serangan mulai reda dan meninggal karena penyakit tersebut pada tahun
670. Serangan wabah bertepatan dengan kedatangan tentara Arab ke pesisir Asia
melalui selat Bosphorus yang memisahkan daratan Asia dan Eropah pada tahun 668.
Namun udara dingin, minim baju hangat, dan minimnya sarana lain mengakibatkan
mereka terserang wabah serta disentri yang menghancurkan tentara yang berada
dalam perkemahan-perkemahan mereka.
4. Wabah Al-Jarif (Plague
of Al-Jarif)
Jenis wabah ini menyapu Irak selatan lewat Basrah
seperti banjir pada tahun 688-689. Dalam tiga hari sebanyak 70 ribu, 71 ribu,
dan 73 ribu orang meninggal pada bulan April tahun 689. Kebanyakan korban
meninggal pada setelah terinfeksi wabah tersebut. Masyarakat dan pemerintah
kesulitan menguburkan jenazah, dan juga harus mencegah mayat jangan sampai
dimangsa hewan buas.
Jenazah akhirnya dikumpulkan dalam satu tempat
tertutup dan dikunci, yang diharapkan mencegah kedatangan binatang liar. Tidak
ada data pasti asal dan tanggal serangan, yang kemungkinan diakibatkan wabah
yang muncul beberapa kali. Penulis John bar Penkaye menyatakan wabah ini
menjadi kejadian paling parah yang pernah terjadi selama hidup. Saking
parahnya, penduduk di wilayah Irak utara keluar dari rumahnya demi berlindung
dari wabah. Sayangnya, penduduk tersebut justru menjadi korban perampokan dan
mengundang niat jahat lain. John ber Penkaye berharap tak perlu lagi melihat
wabah serupa Wabah Al-Jarif ini.
5. Wabah Fatayat (Plague
of Fatayat)
Wabah Fatayat terjadi di Basrah, Kufah, Waset,
dan Damaskus pada tahun 706. Diberi nama Wabah Fatayat karena kebanyakan korban
yang meninggal adalah pelayan perempuan dan wanita muda. Tingginya angka
kematian mengindikasikan wabah kemungkinan besar adalah wabah penyakit pes (bubonic plague)
6. Wabah Al-Ashraf (Plague
of Al-Ashraf)
Sesuai namanya, korban Wabah Al-Ashraf
kebanyakan adalah laki-laki dari kalangan bangsawan. Wabah terjadi di Irak dan
Suriah pada tahun 716 selama pemerintahan Al-Hajjaj, gubernur Irak dari Bani
Umayyah yang terkenal. Putera mahkota Sulaiman bin Abd Al-Malik dikabarkan
meninggal karena wabah ini.
7. Wabah 743-744 (Plague
of 743-744)
Wabah yang terjadi pada tahun 743-744 ini
dilaporkan membunuh 100 ribu orang di wilayah Mesopotamia (Irak sekarang) dan
20 ribu jiwa tiap hari selama satu bulan di wilayah Basrah dan Hawran. Wabah
yang ternyata wabah penyakit pes (bubonic
plague) ini menyerang bersamaan dengan kelaparan seperti dijelaskan dalam
Zuqnin Chronicle. Serangan wabah ditandai bengkak, sakit, dan luka pada
kebanyakan kepala keluarga. Sayangnya karena wabah menyerang saat musim dingin,
mayat tidak bisa dikuburkan sehingga dibuang di tempat umum.
Akibatnya mereka yang hidup berisiko terkontaminasi
jenazah yang mulai membusuk dan terjadinya kelaparan. Mereka yang punya makanan
ternyata tidak bernasib lebih baik. Stok makanan mereka dimangsa tikus yang
membawa wabah ini dan berdampak buruk pada manusia.
8. Wabah Salam (Plague of
Salam)
Serangan wabah terjadi di Basrah pada tahun 750 dan
Damaskus pada tahun 754. Serangan paling parah terjadi saat bulan Ramadhan
dengan tingkat kematian seribu per hari. Sekitar 70 ribu orang mati di hari
pertama serangan dan jumlah yang sama meninggal di hari kedua.
PENUTUP
Umar bin Khattab dalam menghadapi serangan Wabah
Penyakit Aswam (Plague of Aswam)
menghadirkan kisah leadership (kepemimpinan)
Khalifah Umar bin Khattab ra saat
menghadapi serangan wabah tersebut. Sikap Umar menginspirasi dan menjadi suri
teladan yang baik dalam upaya pencegahan atau mengurangi akibat infeksi wabah
penyakit di kehidupan sekarang ini dimana Virus Corono COVID-19 telah mengancam
dalam tingkat global atas kematian dan keterpuruknya ekonomi dunia. Sebelumnya Umar
sempat dianggap melarikan diri dari takdir Allah swt.
“Kita akan lari dari takdir Allah (kejadian yang
buruk) menuju takdir Allah yang lainnya (kejadian
yang baik),” jawab Umar bin Khattab saat ditanya Abu Ubaidah terkait
kemungkinan melarikan diri dari takdir Tuhan.
Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah sempat bertukar
fikiran dalam masalah yang dihadapi, karena Khalifah Umar bin Khattab ingin
membawa pulang pasukannya ke Madinah. Sedangkan Abu Ubaidah ingin tetap berada
di Syam yang terserang wabah. Karena Abu Ubaidah tetap mempertahankan
pendapatnya, kemudian terkena wabah dan meninggal dunia. Muaz bin Jabal yang
menggantikan Abu Ubaidah sebagai Gubernur Syam juga meninggal dunia terkena
wabah.
Sikap Umar bin Khattab ra didasarkan kepada Hadist yang menjelaskan sikap Rasulullah saw saat mendengar ada wilayah terserang
wabah.
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
idzā sami’tum bith-tho’ūni biardhin falā tad-khulū hā, wa idzā
waqo’a bi-ardhin wa antum bihā falā takhrujū minhā
Artinya:
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah
kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan
tinggalkan tempat itu.” (HR Al-Bukhari).
Peristiwa berjangkitnya wabah tersebut mengajarkan
kaum muslimin untuk mengkaji lebih dalam sikap dan perkataan Rasulullah saw saat menghadapi wabah. Tuntunan Hadits
tersebut berjalan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga masyarakat
muslim mampu memperbaiki derajat kesehatan dan kehidupannya.
Penerapan ilmu pengetahuan dan prinsip agama
yang sejalan memungkinkan muslim menjadi kelompok yang sangat kooperatif dalam
mencegah penularan penyakit sebagai mana yang disebutkan dalam Hadits Riwayat
Al-Bukhari yaitu: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah
kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan
tinggalkan tempat itu (karena akan menularkan kepada orang lain).”
Jadi apa yang dinamakan “Social Distance” - menjaga
jarak dengan orang lain untuk menghindari tertular dari meluasnya wabah
berjangkitnya penyakit. Atau sekarang - karena
yang terkena wabah tersebut makin bertambah banyak begitu pula kematiannya,
maka ada cara pencegahan yang lebih ketat lagi dari Social Distance yaitu “Lockdown” - dilarang keluar rumah, ini adalah keputusan yang dibuat oleh badan
otoritas yang berwenang seperti Presiden dan Gubernur serta Walikota. Esensi dari Executive
Order - perintah Presiden dan Gubernur serta Walikota ini sama halnya dengan Hadits diatas dan ijtihad
dari Khalifah Umar bin Khattab ra
atas Hadits Riwayat Al-Bukhari tersebut yaitu: "Kita akan lari dari takdir
Allah (kejadian yang buruk) menuju takdir Allah yang lainnya (kejadian yang
baik)," jawab Umar bin Khattab saat ditanya Abu Ubaidah.
Meski ancaman wabah penyakit yang mematikan itu,
muslim telah banyak belajar dari peristiwa ancaman wabah tersebut sehingga bisa
meningkatkan kualitas hidup mereka.
Demikianlah umat yang cerdas telah mengambil
pelajaran bagaimana mengatasi wabah ganas yang mematikan itu, sejak dari dulu,
seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra yang patut dan telah diteladani umat manusia sekarang ini. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD 7 Sha’bān 1441 H / 31 Maret 2020 M. □ AFM
Referensi:
Tulisan ini bersumber dari Kepala International Society for History of
Islamic Medicine (ISHIM) Abdul Nasser Kaadan MD, Ph. D dan pengajar di Health
Institute of Aleppo Mahmud Angrini MD dengan tema “Was the Plague Disease a
Motivating or an Inhibiting Factor in the Early Muslim Community?” via news.detik.com.
https://news.detik.com/berita/d-4958416/sebelum-covid-19-ini-8-wabah-yang-sempat-terjadi-pada-masyarakat-islam
Photo Credit: Mike Segar/Reuters | Jeenah
Moon/Reuters | Moon/Reuters | Mary Altaffer/AP Photo via www.aljazeera.com
https://www.aljazeera.com/indepth/inpictures/pictures-york-coronavirus-epicentre-200331072157721.html □□