KARAKTERISTIK (AJARAN) ISLAM
Keimanan adalah sumber tenaga jiwa yang mendorong manusia untuk merealisasikan kebaikan dan kehendak Allah swt dalam kehidupan ril (senyatanya). Islam memandang bahwa, keimanan yang tidak dapat mendorong manusia untuk bekerja mengeksplorasi potensi alam dan potensi dirinya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, adalah keimanan yang negatif dan fatal.
Itulah sebabnya Islam memberi penghargaan besar kepada kerja sebagai bukti sikap positif dan dinamika dalam mengelola kehidupannya. Allah swt berfirman: Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (mukmin)….” (QS At-Taubah 9:105).
S |
ebagai sebuah sistim, Islam
mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan sistim-sistim yang lain.
Karakteristik adalah ciri-ciri umum yang menjadi bingkai dari keseluruhan
ajaran Islam. Cara pandang Islam terhadap berbagai permasalahan eksistensial
seperti Tuhan, alam, manusia dan kehidupan, serta interpretasinya terhadap
berbagai peristiwa selamanya akan berada dalam bingkai ciri-ciri umum tersebut.
Karakteristik ini pula yang kemudian menjadi letak keunggulan Islam terhadap
sistim-sistim lainnya. Ciri-ciri umum tersebut adalah rabbaniyah, syumuliyah, insaniyah, tsabat,
tawazun, waqi’iyyah, dan ijabiyyah. Paparan
penjelasannya dari karateristik-karakteristik tersebut sebagai berikut uraian
dibawah ini.
Rabbaniyyah
Rabbaniyyah adalah nisbat kepada kata
Rabb yang berarti Tuhan. Artinya Islam ini adalah agama atau jalan hidup yang
bersumber dari Tuhan. Ia bukan kreasi manusia, juga bukan kreasi nabi yang
membawanya. Maka Islam adalah jalan Tuhan. Tugas para nabi adalah menerima,
memahami dan menyampaikan ajaran itu kepada umat manusia:
“Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu
kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau
tidak menyampaikan amanat-Nya. ...” (QS
Al-Mā’idah 5:67).
Sumber ajaran merupakan titik perbedaan paling signifikan antara
berbagai ideologi. Sumber ajaran Islam adalah Allah swt, Tuhan
semesta alam, Tuhan yang menciptakan manusia dan yang paling mengetahui hakikat
manusia serta apa saja yang dibutuhkannya; kebutuhan fisik, ruh dan akalnya. Ia
adalah sumber yang terpercaya yang memiliki semua hak dan kelayakan untuk
mengatur manusia. Kekuatan sumber itu melahirkan rasa aman untuk menerima
kebenaran dan menghilangkan keraguan. Ia bukan saja mambawa kebenaran mutlak,
tapi juga terjaga validitasnya sepanjang masa, sebagai firman-Nya dalam Kitab
Suci Al-Qur'an yang artinya:
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka janganlah
sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah 2:147).
Semua ideologi lain memiliki kelemahan mendasar karena sumbernya adalah
manusia yang tidak pernah bisa membebaskan diri dari hawa nafsu, katerbatasan,
kelemahan dan ketidakberdayaan. Ideologi manusia tidak pernah sanggup melampaui
hambatan ruang dan waktu dan dengan mudah menjadi usang dan dibuang ke ruang
masa lalu oleh ketidaksesuaian.
Syumuliyyah
Syumuliyyah, artinya ajaran. Ajaran ini
mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia. Yaitu mulai dari pribadi, keluarga,
masyarakat hingga negara; dari sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan,
lingkungan, pendidikan hingga kebudayaan; dari etnis Arab dan non-Arab yaitu
meliputi seluruh etnis manusia, dari kepercayaan, sistim hingga akhlak; dari
Adam hingga manusia terakhir; dari sejak kita bangun tidur hingga kita tidur
kembali; dari kehidupan dunia hingga kehidupan akhirat. Jadi kecakupan Islam
dapat kita dari beberapa dimensi; yaitu ● dimensi waktu, ● dimensi demografis, ● dimensi geografis
dan ● dimensi kehidupan. Apa
yang dimaksudkan dengan dimensi-dimensi tersebut, paparannya adalah seperti
berikut dibawah ini.
Yang dimaksud dengan dimensi waktu adalah bahwa Islam telah diturunkan Allah swt sejak
Nabi Adam as hingga mata rantai kenabian ditutup pada masa
Rasulullah Muhammad saw. Dan Islam bukan agama yang hanya
diturunkan untuk masa hidup Rasulullah saw, tapi untuk masa hidup
seluruh umat manusia di muka bumi, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah
berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke
belakang (murtad)? Siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak dapat
merugikan Allah sedikitpun. Allah akan memberi balasan kepada orang
yang bersyukur.” (QS
Āli ‘Imrān 3:144).
Yang dimaksud dengan dimensi demografis adalah
bahwa Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia dengan seluruh etnisnya, dan
bahwa mereka semua sama di mata Allah swt sebagai ciptaan-Nya
dan dibedakan satu sama lain karena asas ketakwaan: “Wahai manusia! Sungguh,
Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS
Al-Hujarāt 49:13).
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan
kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Saba’ 34:28).
Yang dimaksud dengan dimensi geografis adalah
bahwa ajaran Islam diturunkan untuk diterapkan di seluruh penjuru bumi. Maka
Islam tidak dapat diidentikkan dengan kawasan Arab (Arabisme), karena itu hanya
tempat lahirnya. Islam tidak mengenal sekat-sekat tanah air, sama seperti ia
tidak mengenal batasan-batasan etnis, firman-Nya menyebutkan yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhamu berfirman kepada para
malaikat: “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Mereka berkata: “Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami kami senantiasa bertasbih, memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu?”
Dia berfirman; ”Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS Al-Baqarah 2:30).
“Al-Qur’an itu tidak
lain adalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu
yang menghendaki menempuh jalan yang lurus.” (QS At-Takwīr 81:27-28).
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS
Al-Anbiyā’ 21:107).
Yang dimaksud dengan dimensi kehidupan adalah
bahwa Islam membawa ajaran-ajaran yang terkait dengan seluruh dimensi kehidupan
manusia dalam sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, pendidikan, lingkungan
dan kebudayaan. Itulah sebabnya Allah swt
menyuruh berislam secara kaffah, atau berislam dalam semua dimensi kehidupan
kita.
”Wahai orang-orang
yang berirman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan jangankah
kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata
bagimu.” (QS Al-Baqarah 2: 208).
Ini pula yang dimaksud Allah swt bahwa Ia telah menyempurnakan
agama ini dan karena itu meridhoinya sebagai agama terbaik bagi umat manusia:
“...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu,
dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai
agamamu...” (QS Al-Mā’idah 5:3).
Insaniyyah
Insaniyyah, artinya bahwa ajaran Islam
mendudukan manusia pada posisi kunci dalam struktur kehidupan ini. Manusia
adalah pelaku yang diberi tanggungjawab dan wewenang untuk mengimplementasikan
kehendak-kehendak Allah swt dimuka bumi (khalifah). Maka
Allah swt memberi penghormatan tertinggi kepada manusia dalam
firman-Nya menyebutkan yang artinya:
“Dan sunguh, Kami
telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di daratan dan di laut,
dam Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
(QS Al-Isrā’ 17:70).
Selanjutnya Allah swt menyusun ajaran-ajaran Islam
sedemikian rupa sesuai dengan fitrah dasar manusia, sebagaimana firman-Nya yang
menyebutkan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama
(Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut
(fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Rūm 30:30).
Islam
datang untuk membebaskan umat manusia dari perbudakan sesama manusia. Di
hadapan Rustum menjelang Perang Qadisiyah, Rub’i bin ‘Amir menjelaskan misi itu
ketika beliau berkata: “Kami datang untuk membebaskan manusia dari penghambaan
kepada manusia yang lain.”
Hak asasi manusia - dalam semua bentuknya - merupakan bagian paling
inheren dalam keseluruhan ajaran-ajaran Islam. Hak-hak asasi itu merupakan
seperangkat kondisi dan wilayah kewenangan yang mutlak dibutuhkan manusia untuk
menjalankan misinya dalam kehidupan ini.
Hal ini tercatat dalam sejarah Islam sebagai berikut: “Sejak kapan kamu
memperbudak manusia, padahal ibu-ibu mereka telah melahirkan mereka dalam
keadaan bebas”, kata Umar Bin Khattab
kepada ‘Amru Bin ‘Ash saat puteranya menampar wajah seorang warga Qibthy
(Kristen).
Tsabat dan Tathawwur
Tsabat artinya permanen, sedang Tathawwur artinya
pertumbuhan. Ciri permanensi adalah turunan dari ciri Rabbaniyyah.
Maksudnya adalah bahwa Islam membawa ajaran yang berisi hakikat-hakikat besar
yang bersifat tetap dan permanen dan tidak akan pernah berubah dalam semua
ruang dan waktu. Hakikat-hakikat itu melampaui batas-batas ruang dan waktu,
serta bersifat abadi.
Seperti hakikat abadi tentang wujud dan keesaan Allah swt, hakikat penyembahan kepada Allah swt, hakikat alam sebagai ciptaan dan
wadah fisik bagi kehidupan kita, hakikat manusia sebagai makhluk yang paling
terhormat karena misi khilafahnya, hakikat iman kepada Allah, malaikat, rasul,
kitab suci dan takdir baik dan buruk serta hari akhirat adalah syarat
diterimanya semua amal manusia, hakikat ibadah sebagai tujuan hidup manusia,
hakikat aqidah sebagai ikatan komunitas Muslim, hakikat dunia sebagai tempat
ujian, hakikat Islam sebagai agama satu-satunya yang diterima Allah swt.
Semua hakikat itu bersifat abadi dan permanen dan tidak berubah karena
faktor ruang dan waktu. Hakikat-hakikat dasar dan nilai-nilai itu bukan saja
tidak dapat berubah, tapi juga tidak mungkin bertumbuh; sebagaimana realitas
dan pola-pola kehidupan manusia terus berubah dan bertumbuh, sebagaimana
firman-Nya menyebutkan yang artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama
(Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut
(fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Rūm 30:30).
Itu sama sekali tidak berarti bahwa Islam mengebiri dan membekukan
gerakan pemikiran dan kehidupan secara keseluruhan. Yang dilakukan Islam
hanyalah memberi bingkai (frame of reference) di dalam mana pemikiran
dan kehidupan manusia bergerak dan bertumbuh. Dalam bingkai itulah kaum
Muslimin bergerak dan berkreasi, menghadapi tantangan perubahan hidup secara
pasti dan elastis, bermetamorfosis secara teratur dan terarah, bertumbuh secara
dinamis dan terkendali.
Bingkai seperti ini mutlak dibutuhkan untuk menciptakan rasa aman dan
kepastian, keterarahan dan keutuhan, konsistensi dan kesinambungan. Kalau ada
rahasia di balik soliditas dunia Islam selama lebih dari seribu tahun, itu
karena adanya frame of reference tersebut. Itu kekuatan
ideologi dan spiritual yang senantiasa memproteksi Islam dari penyimpangan dan
keusangan, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
“Dan seandai kebenaran itu menuruti keinginan mereka,
pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami
telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari
peringatan itu.” (QS
Al-Mu’minūn 23:71).
Tawazun
Tawazun, artinya keseimbangan. Ajaran-ajaran Islam seluruhnya seimbang dan
memberi porsi kepada seluruh aspek kehidupan manusia secara proporsional. Tidak
ada yang berlebihan atau kekurangan, tidak ada perhatian yang ekstrim terhadap
satu aspek dengan mengorbankan aspek yang lain. Karena semua aspek itu adalah
satu kesatuan dan menjalankan fungsi yang sama dalam struktur kehidupan
manusia.
Ada keseimbangan antara bagian-bagian yang bersifat fisik (lahir,
konkrit) dan metafisik (gaib, abstrak) dalam keimanan. Ada keseimbangan antara
kecondongan kepada materialisme dan spiritualisme dalam kehidupan. Ada
keseimbangan antara aspek ketegasan hukum dan persuasi moral dalam bernegara.
Ada keseimbangan antara Sunnah Kauniyah yang eksak dan pasti dengan kehendak
Allah yang tetap bebas dan tidak terbatas (seperti dalam kasus istri nabi
Ibrahim yang melahirkan di usia yang sangat tua, atau Maryam yang melahirkan
tanpa proses biologis normal, atau pendinginan api bagi Ibrahim dan lainnya,
semua ini tanpa harus mengganggu kepastian gerak alam yang dapat diobservasi
oleh manusia secara empiris). Ada keseimbangan antara ibadah yang bersifat mahdhah (khusus)
dengan ibadah dengan wilayah yang luas. Firman-Nya menyebutkan yang artinya:
“Sungguh, Kami menciptakan sesuatu menurut ukuran (kadarnya masing-masing).” (QS Al-Qamar 54:49).
Dalam firman-Nya yang lain
menyebutkan yang artinya:
“...Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih.” (QS
Al-Mulk 67:3).
Ciri keseimbangan ini telah memproteksi Islam dari keterpecahan dan
dikhotomi yang selalu ada dalam ideologi lainnya. Ada spiritualisme yang
ekstrim dalam gereja di abad pertengahan, tapi juga ada materialisme yang
ekstrim pada kaum sekuler. Ada porsi kelompok yang berlebihan dalam sosialisme,
tapi juga ada porsi individu yang ekstrim dalam kapitalisme liberal. Ini
menciptakan pertentangan-pertentangan dalam struktur ideologi dan senantiasa
mewariskan kegoncangan psikologis akibat ketidakutuhan dalam diri pada
pemeluknya.
Waqi’iyyah
Waqi’iyyah, artinya realisme. Islam
diturunkan untuk berinteraksi dengan realitas-realitas obyektif yang
nyata-nyata ada sebagaimana ia adanya. Selain itu ajaran-ajarannya didisain
(di-design) sedemikian rupa yang memungkinkannya diterapkan secara nyata
dalam kehidupan manusia. Ia bukan nilai-nilai ideal yang enak dibaca tapi tidak
dapat diterapkan. Ia merupakan idealisme yang realistis, tapi juga realisme
yang idealis.
Tuhan adalah realitas obyektif yang benar-benar wujud dan wujud-Nya
diketahui melalui ciptaan-Nya dan kehendak-Nya diketahui melalui gerakan alam.
Alam dan manusia juga realitas obyektif, sebagaimana firman-Nya menyebutkan
yang artinya:
“Sungguh, Allah menumbuhkan butir (padi-padian) dan
biji (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup. Itulah (kekuasaan) Allah, maka mengapa kamu masih
berpaling? Dia menyingsingkan pagi dan manjadikan malam untuk
beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah
ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An’ām 6:95-96).
Tapi konsep Islam juga didisain sesuai dengan realitas obyektif manusia,
kondisi ruang dan waktu yang melingkupinya, hambatan internal dan eksternalnya,
potensi ril yang dimiliki manusia untuk menjalani hidup. Islam memandang
manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya; dengan ruh, akal dan fisiknya;
dengan harapan-harapan dan ketakutannya; dengan mimpi dan keterbatasannya. Lalu
berdasarkan itu semua Islam menyusun konsep hidup ideal yang dapat diimplementasikan
dalam kehidupan nyata manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya. Islam
bukan idealisme yang tidak mempunyai akar dalam kenyataan (fitrah manusia dan
sunatullahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ...” (QS Al-Baqarah 2:286).
Ijabiyyah
Ijabiyyah, artinya sikap positif dalam
menjalani kehidupan sebagai lawan dari pesimisme dan fatalisme. Keimanan
bukanlah sesuatu yang beku dan kering yang tidak sanggup menggerakkan manusia.
Keimanan adalah sumber tenaga jiwa yang mendorong manusia untuk merealisasikan
kebaikan dan kehendak Allah dalam kehidupan ril. Islam memandang bahwa, keimanan yang tidak
dapat mendorong manusia untuk bekerja mengeksplorasi potensi alam dan potensi
dirinya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, adalah keimanan yang
negatif dan fatal.
Itulah sebabnya Islam memberi penghargaan besar kepada kerja sebagai bukti sikap positif dan dinamika dalam mengelola kehidupannya. Allah swt berfirman yang artinya: “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (mukmin),...” (QS At-Taubah 9:105).
KESIMPULAN
P |
emahaman makna (Tasawur) Islam ini memberi gambaran umum
dan menyeluruh tentang ciri-ciri utama yang menjadikan agama Islam begitu
istimewa dan tetap relevan untuk memandu kehidupan sepanjang zaman.
Secara umum, ciri-ciri utama bagi agama Islam boleh disimpulkan kepada
beberapa ciri yang penting (yang ciri-ciri utamanya bersifat) seperti berikut: Ketuhanan (Rabbaniyyah); Lengkap (Syumuliyyah); Realistik (Waqi’iyyah); Sejagat (Universal, ‘Alamiyyah);
Tetap tetapi Anjal - elastic, Keras
tapi Lembut (Al-Thabat wa
Al-Murunah); Seimbang (Al-Tawazun);
Sederhana (beraturan-tidak ribet-praktis,
Wasatiyyah). Positif (Ijabiyyah).
Paparan dalam bahasa Inggris (dan diartikan dalam bahasa Indonesia), dalam
bentuk ringkasannya sebagai berikut:
Rabbaniyyah - Derived from Rab. It simply means godliness. In
Islam, all Muslim must believe that all deeds are connected with the willing of
God. - Berasal
dari kata Rabb. Yang berarti
kesalehan. Dalam Islam, semua Muslim mesti percaya
bahwa semua perbuatan berhubungan
dengan keridhaan Tuhan
Syumuliyyah - Comprehensive. Muslims believe that Islamic
teaching include every single thing in their daily life. - Lengkap (dan sempurna). Seorang Muslim
percaya bahwa ajaran Islam mencakup setiap hal yang ada dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
Waqi'iyyah - Realistic. It means that Islam is suitable
for humanity or human needs. For instance, people naturally need sexual
relation. So in Islam, there is a way to channel this need in the best way,
which is through marriage. - Realistis.
Artinya Islam cocok untuk
fitrah kemanusiaan atau kebutuhan manusia. Misalnya, orang
secara alami membutuhkan hubungan seksual. Jadi dalam Islam, ada cara untuk
menyalurkan kebutuhan ini dengan cara terbaik, yaitu melalui pernikahan.
Alamiyah - Universal. Islam is not only for Arab even
though it was revealed initially to Arab people. It is however, suitable for
all ethnics and races. - Universal.
Islam tidak hanya untuk Arab meskipun ia diturunkan pada awalnya di seputar orang-orang
Arab (karena mulai turunnya di
tanah Arab). Namun demikian, cocok untuk semua suku dan ras manusia yang ada di muka bumi.
Thabat and Murunah
- Firm yet flexible. For example, it is compulsory
for Muslims to cover their aurat. This ruling is fixed. However, the way you
cover it is flexible. For instance, men can wear jean or trouser or sarong.
Women can wear either niqab or hijab or tudung. - Tegas (Tetap) namun
fleksibel. Sebagai contoh, wajib bagi umat Islam untuk menutupi aurat mereka.
Putusan ini sudah tegas
(tetap). Namun, cara Anda menutupnya fleksibel. Misalnya,
pria bisa mengenakan jean atau celana panjang atau sarung. Perempuan bisa
mengenakan niqab atau hijab atau tudung (kerudungan).
Tawazun - Balanced between
spiritual and material. For
instance, Muslims are recommended to become wealthy by striving to get money.
This is for their material needs. However, they are also obligated to pay
charity, to fulfill their spiritual needs. - Seimbang antara spiritual dan material. Misalnya, umat
Islam dianjurkan untuk menjadi kaya dengan berusaha mendapatkan uang yang halal. Ini untuk
kebutuhan material mereka. Namun, mereka juga berkewajiban untuk membayar zakat dan memberikan sedekah, sebagai amalan dalam memenuhi
kebutuhan spiritual mereka.
Wasatiyah - Moderate. In Islamic civilization,
Muslims must keep everything lawful, based on shari'ah, in moderate way, i.e.
not to extreme and not too inferior. - Moderat.
Dalam peradaban Islam, umat Islam harus menjaga segala hal yang halal, (yaitu) berdasarkan
syari'ah (akhlak dan peraturan atau
ajaran Islam), dengan cara moderat, yaitu tidak ekstrim dan
tidak pula merendah aturan pokok yang ada.
Penutup pembahasan tajuk ini ada baiknya di kutip pendapat Yusuf
al-Qaradawi yang menerangkan ke-alsyumuliyyah-an (ajaran, paradigma,
aturan) Islam sebagai berikut:
Al-Syumuliyyah
merupakan satu keistimewaan Islam yang membedakan Islam dengan agama, falsafah
dan aliran lain yang diketahui oleh manusia dengan segala makna dan dimensi
yang terkandung di dalam perkataan syumul itu sendiri. Ia meliputi semua zaman,
seluruh kehidupan dan seluruh unsur manusia, (Yusuf al-Qaradawi, 2000:256)
Di dalam al-Qur’an, Allah swt telah menyebut dengan
jelas tentang kesyumulan Islam. Firman Allah swt yang tersebut
seperti itu yang artinya:
“... Tidak ada sesuatu
pun yang Kami luputkan (melainkan ada) di dalam Kitab, ...” (QS Al-An’am 6:38.)
Selain itu, Allah swt berfirman:
... “Alyawma akmaltu lakum dīnakum wa atmamtu
‘alykum ni’matī wa radhītu lakumul islāma dīnā”...- ... “Pada hari ini
telah Aku sempurnakan agamamu (din al Islam) untukmu dan, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”... (QS al-Ma’idah 5:3).
Demikianlah ajaran dan cita Islam yang sesungguhnya bagi kemanusian yang
berkemajuan dalam peradabannya. Luar biasa cakupan serta isi dari ajaran dan
paradigma Islam itu.
Dari kejelasan (al-bayān) yang didapat, kemudiannya, mari kita
pedomani dan amalkan dalam keseharian hidup kita seperti yang telah dipaparkan
dalam pembelajaran yang bertajuk Sistim Lengkap Ajaran Islam (1) dan Sistim Lengkap Ajaran Islam (2) diatas. Billāhi taufiq
wal hidāyah. □ AFM
Sumber:
Terjemahan ayat-ayat berdasarkan
Terjemahan Tafsir Per Kata AlFatih, Pustaka AlFatih.
http://pksrancah.blogspot.com/2012/01/syumuliyah-islam-kemenyuluruhan-islam.html
https://quizlet.com/28519394/characteristic-of-islamic-civilization-flash-cards/□□□