KONSEP RIDHO, IKHTIAR dan DO’A
Oleh: A. Faisal Marzuki
PENDAHULUAN
R
|
asulullah shallallāhu
‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mengucapkan di waktu pagi dan petang
- rodhītu billāhi robbā wabil islāmi dīnā
wabi muhammadin nabiyyā wa rosūla - niscaya Allāh meridhoinya,” HR Abu
Dawud, Tirmidzi, Nasa-I, dan Al-Hakim. Haditsnya Marfu’.
Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka
Allah akan melihat pekerjaan (usaha, ikhtiar)-mu, begitu juga Rasul-Nya dan
orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan, QS At-Taubah 9:105.
“Lahā mā kasabat wa ‘alayhā maktasabat”. - “Dia mendapat (pahala, hasil usaha) dari
kebajikan (amalan, menejemen yang baik) yang ia kerjakan; dan dia mendapat
(siksa, ketidakberhasilan) dari (kejahatan, mismenejemen, salah niat) yang
diperbuatnya”, QS Al-Baqarah 2:286.
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang
hanya mendapatkan sesuai niatnya…” (HR Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli
Hadits)
“Ud’ūnī astajib lakum” - “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya
akan Aku perkenankan bagimu”, “Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau
menyembah-Ku (beribadah dan melaksanakan petunjuk-Nya) akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina,” QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:60
Berdasarkan dua sabda Rasul shallallāhu ‘alaihi wasallam dan tiga firman Allah subhānahu wa ta’ālā dapat
dipahami bahwa Konsep Ridho dan Ikhtiar serta Do’a adalah pangkal dari segala
amalan akan berhasil dan diterima.
Berikut ini akan diterangkan hubungan antar Konsep Ridho, Konsep Ikhtiar serta
Konsep Do’a yang saling kait berkait menjadi kesatuan yang perlu kita ketahui
dan kemudian mengamalkannya. Dengan itu insya
Allāh akan
membuahkan hasil yang diridhoi-Nya dari ikhtiar yang diusahakan (dikerjakan) sebagaimana
akan dipaparkan berikut ini.
KONSEP RIDHO
Ridho-Nya adalah pangkal dari segala amalan akan
diterima. Lawan dari kata ridho (rela, diterima) adalah tidak diridhoi (tidak
direlakan, tidak diterima). Walaupun baik cara kerjanya, tapi jika dilaksanakan
tidak dengan ke-ikhlas-an (terpaksa, niatnya lain) maka ridho (kerelaan) dari-Nya tidak akan datang. Maka sia-sialah
pekerjaan kita. Tentu dalam hal ini, hendaknya usaha atau ikhtiar atau
pelaksanaan yang kita kerjakan mendatangkan ridho-Nya.
Bagaimana cara menjemputnya?
Untuk mencapai ridho yang berdimensi menyeluruh,
yaitu bernilai untuk kehidupan di dunia dan begitu pula di akhirat, maka ada
satu sikap hati dan tekad yang kita tentukan terlebih dahulu sebelum berusaha
atau bertindak seperti yang diajarkan Rasul shallallāhu
‘alaihi wasallam, yaitu:
Rodhītu billāhi robbā wabil
islāmi dīnā wabi muhammadin nabiyyā wa rosūla. Maknanya, Niscaya Allāh meridhoinya, yaitu ada kerelaan lebih
dulu dari manusia dengan keyakinan penuh bahwa “aku rela Allah menjadi Tuhanku,
Islam menjadi agamaku, dan Muhammad menjadi Rasulku dan Nabiku, HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa-i, dan Al-Hakim - Haditsnya
Marfu’.
Insya Allah segala amalan-amalan (kerja-kerja,
usaha-usaha) dari niat atau tekad sebelum beramal kita tidak terbuang percuma,
dengan kata lain diridhoi-Nya - berhasil baik di dunia maupun di akhirat.
KONSEP IKHTIAR
Perhatikanlah firman-firman Allah subhānahu wa ta’ālā yang
berkaitan dengan keharusan berikhtiar para hambanya dalam mencapai sesuatu
tujuan hidupnya yang artinya sebagai berikut:
Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat
pekerjaan (usaha, ikhtiar)-mu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan, QS At-Taubah 9:105
Firman lainnya dari Allah subhānahu wa ta’ālā:
“Lahā mā kasabat wa ‘alayhā maktasabat”. - “Dia mendapat
(pahala, hasil usaha) dari kebajikan (amalan, menejemen yang baik) yang ia
kerjakan; dan dia mendapat (siksa, ketidakberhasilan) dari (kejahatan,
mismenejemen, salah niat) yang diperbuatnya”, QS Al-Baqarah 2:286.
Konsep Ikhtiar yang terbaik dilakukan dengan
ilmunya. Dalam hal ini ilmu menejemen. Secara umum ilmu manajemen disebutkan
bahwa ilmu menejemen yang berhasil setidaknya ada 4 unsur yang disebut “P” “O”
“A” “C” yang mesti diketahui lebih dahulu arti dan maksud dari kata tersebut, setelah
paham baru dikerjakan sesuai dengan urutannya yaitu P->O->A->C.
Artinya, suatu amalan atau pekerjaannya akan
tercapai (sukses) perlu “ilmu”, dalam hal ini ilmu menejemen - bagaimana cara
melaksanakannya dengan baik agar berhasil, sebagai berikut.
Adanya Unsur “P” (Planning -> Perencanaan):
Untuk mencapai tujuan mesti tahu apa yang akan
dicapai, perlu niat dulu:
“Innamal a’mālu binniat wa
likulli mā amrī mā nawa’” - “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang
hanya mendapatkan sesuai niatnya…” (HR Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli
Hadits)
Dari niat ini dibuatlah perencanaan yang sesuai dengan apa yang ingin dituju. Berangkat dari niat yang hendak dicapai atau dituju itu baru membuat perencanaan.
Adanya Unsur “O” (Organizing - Pengorganisasian):
Tergantung seberapa besar niat atau tujuan yang
hendak dicapai. Tujuannya besar perlu pengorganisasian yang besar dan ini tidak
bisa dikerjakan sendiri, perlu bantuan atau kerja sama dengan selain dirinya
dalam “teamwork”. Perlu dibentuk organisasi, misalnya ada ketua, sekretaris,
bendahara dan team lainnya. Ada departemen-departemen yang bertalian dengan
tujuan yang akan dicapai, perlu peralatan, kantor dst. Kalau tujuannya sebatas
pribadi maka cukup dikerjakan sendiri. Semuanya amalan (pekerjaan) mesti
konsisten dengan niat (tekad), dikerjakan dengan waktu yang cukup efisien,
terencana dan profesional.
Adanya Unsur “A” (Actuating - Pelaksanaan):
Unsur aksi “A” (pelaksanaan) ini mesti dilaksanakannya
(dikerjakan) sesuai dengan “P” (perencanaan) yang telah ditetapkan. Melalui
atau dengan cara “O” (organizing) terorganisir atau terkoordinasi baik, yaitu sebagai
kelanjutan dari “P” dan “O” diatas.
Adanya Unsur “C” (Controlling - Pengendalian):
Contoh sederhananya dari pengendalian adalah seperti
dalam berkendaraan untuk sampai ketujuan atau tempat yang dimaksud, kendaraannya
mesti disetir. Perlunya disetir atau dikendalikan kendaraan (dalam hal ini
maksudnya organisasi), dengan itu kendaraan (organisasi) yang disetir (yang
dikendalikan) mesti sesuai berada pada jalan yang langsung membawanya agar sampai
ke tempat yang dituju.
Dengan adanya pengendalian (“C”) ini maksudnya
adalah agar niat atau rencana yang dibuat membawa dan sampai kepada tujuan yang
hendak dituju. Dengan dicapainya tujuan sesuai rencana (“P”) yang diorganisir rapih (“O”) dan dilaksanakan atau
dikerjakan (“A”) secara terkendali (“C”) sampai pada tujuan yang dimaksud, inilah
yang disebut sukses. Ilmu menejemen dalam unsur-unsur “POAC” ini boleh disebut
menjalankan “sunatullah”-Nya - ikhtiar sebagai sunatullah yang mesti dikerjakan.
Ridho atau keberhasilan datang sesuai dengan adanya
“niat” - tujuannya. Dikerjakan dengan ikhlas, dan sabar yang proaktif yang
disertai ilmunya.
Jadi, berikhtiar adalah wajib. Maka barangsiapa
mau berikhtiar, ikhtiarnya akan dicatat sebagai ibadah. Jika ikhtiarnya
membuahkan hasil, maka setidaknya ia akan mendapat dua keuntungan. Pertama, ia akan memperoleh pahala dari Allah subhānahu wa ta’ālā. Kedua, ia akan mendapat keberhasilan atau manfaat dari
apa yang telah ia usahakan.
Tetapi jika ikhtiarnya belum berhasil, maka
setidaknya ia akan mendapat pahala dari Allah subhānahu wa ta’ālā, karena sudah berusaha (berikhtiar).
Jika ia sabar, karena belum berhasil sambil berintrospeksi atau memperbaikinya
- tidak putus asa, maka ia akan mendapatkan pahala yang berlipat.
KONSEP DO’A
Untuk memperlancar atau mempermudah ikhtiar kita
dalam mencapai keberhasilan, kita perlu dan bahkan mesti melakukan do’a sebagai
usaha bathiniah. Allah subhānahu
wa ta’ālā berfirman dalam Surah Al-Mu’min/ Ghāfir:
“Ud’ūnī astajib lakum” Artinya: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu”, QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:60.
Allah subhānahu
wa ta’ālā akan memberikan jawaban atau merespons apa yang menjadi keinginan
atau usaha kita, kalau kita berdo’a kepada-Nya (sebelum berikhtiar, berusaha).
Dimana hikmah berdo’a kepada Allah subhānahu
wa ta’ālā dalam kaitannnya dengan ikhtiar (usaha, kerja) adalah bahwa do’a
akan mendekatkan kita kepada Allah subhānahu
wa ta’ālā, dan karenanya akan memperlancar tercapainya apa yang kita
usahakan.
Hikmah lain adalah bahwa dengan berdo’a, kita
akan terhindar dari klaim bahwa keberhasilan kita semata-mata karena ikhtiar
(usaha, kerja) kita sendiri - tanpa campur tangan dari Allah subhānahu wa ta’ālā. Tentu
berfikir semacam itu akan menjadi kesombongan yang luar biasa, sebagaimana
disebutkan dalam ayat yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku (beribadah
dan melaksanakan petunjuk-Nya) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina,” QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:60
Jadi Do’a dan Ikhtiar memiliki keterkaitan yang
sangat erat. Ketika kerja misalnya dari 8 pagi sampai 4 sore, sepekan 5 hari
kerja, ini membuat orang semakin tenggelam dan terikat pada pekerjaan. Dalam
suasana rutinitas seperti itu, kadangkala menimbulkan kebosanan yang bisa
menjadi malas dalam bekerja. Dalam kondisi semacam itu tentu semakin dibutuhkan
kekuatan dan dorongan atau motivasi untuk bekerja baik, dengan berdo’a dapat
menjadi kekuatan bagi orang beriman jangan sampai timbul malas atau bosan. Maka
do’a yang dimaksud sebagai pendorong kerja yang harus ditingkatkan supaya kerja
tetap ikhlas dalam segala aspek.
Kesimpulannya, berdo’a mempunyai peranan penting
dalam pekerjaan kita. Dapat disebut antara lain: Do’a dapat menjadi daya dorong
bagi kita untuk bekerja lebih tekun, lebih tabah dan tawakal. Apabila sudah
kehilangan makna dalam memenuhi kebutuhan hidup perlu ikhtiar (bekerja), maka
berdo’a dapat memurnikan pola kerja, motivasi dan orientasi kerja kita. Do’a juga
dapat menimbulkan kesabaran proaktif yang sangat efektif dalam bekerja. Do’a
dapat menjadikan kerja manusia menjadi ikhlas.
PENUTUP
Demikianlah paparan dari tema seperti tersebut
diatas menjadikan kita lebih mengetahui hubungan proporsional (kait berkait) antar
RidhoNya - disukaiNya, Ikhtiar (termasuk niat sepelaku) - keharusan bekerja
untuk mendapatkan rezeki dalam memenuhi keperluan hidup dan pengembangan usaha,
dan Do’a - memohon kepada-Nya yang dapat menghindari atau setidaknya meringankan
stress dan kebosanan dalam bekerja.
Kalau tidak diatasi dapat mengakibatkan apa yang
hendak dituju tidak berhasil, karena akan berpengaruh kepada pekerjaan yang sedang
dilakukan - bekerjanya menjadi tidak seprofesional (sebaik) mungkin, maka hasil
kerjanya tidak baik. Akibat yang lebih jauh lagi adalah sebagai pegawai bisa
diberhentikan, sebagai pengusaha usaha perusahaannya merugi atau bangkrut.
Sebagai organisasi dakwah tidak menjadi efektif. Sebagai organisasi sosial
kemasyarakatan menjadi berantakan karena disebab bukan atas keikhlasan bersama
melainkan (niat) egodiri masing-masing yang lebih menonjol. Tentu hal-hal yang
terakhir itu tidak diinginkan.
Dengan itu kesuksesan akan dapat dicapai bila
ada pemahaman sebagaimana yang disebutkan dalam dua Hadits dan tiga Firman-Nya
beserta penjelasannya sebagaimana disebutkan diatas. Semoga apa yang
disampaikan dalam tulisan ini bermanfaat hendaknya bagi kita semua, baik di
dunia maupun di akhirat, āmīn. Wallāhu A’lam
bish-Shawāb. Germantown, MD. 27 Jumādī Tsāni 1441 / 21
Februari 2020 M. □ AFM