D
|
iabad
informasi ini dimana facebook, whatsup, twitter, video, dan media sosial lainnya
seperti tv, koran dll marak digunakan orang, ini baik dalam artian kita dapat
informasinya. Namun tidak disadari, ada dari informasi yang kita dapati itu
berita pemutaran balik fakta, fitnah, bohong (hoax) dalam bentuk berita dan gambar yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan. Bagaimana mengantisipasinya atau menyikapinya dengan bijak? Tulisan
dibawah ini akan mengupasnya.
Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari
kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara
istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam
memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas
benar permasalahannya.
Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan. Hadits-hadits Rasulullah saw dapat diteliti keshahihannnya antara lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini. Begitu pula dalam kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesamanya karena ia melakukan tabayyun dengan baik. Oleh karena itu, pantaslah Allah swt memerintahkan kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam menghadapi berita yang disampaikan kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”. [QS Al-Hujurāt 49:6]
Bahaya
meninggalkan tabayyun
1. Menuduh
orang baik dan bersih dengan dusta.
Seperti kasus yang menimpa istri Rasulullah saw yaitu Aisyah ra. Ia telah dituduh dengan tuduhan palsu oleh Abdullah bin Ubai
bin Salul, gembong munafiqin Madinah. Isi tuduhan itu adalah bahwa Aisyah ra telah berbuat selingkuh dengan
seorang lelaki bernama Shofwan bin Muathal. Padahal bagaimana mungkin Aisyah ra akan melakukan perbuatan itu setelah
Allah swt memuliakannya dengan Islam
dan menjadikannya sebagai istri Rasulullah saw.
Namun karena gencarnya Abdullaah bin Ubai bin Salul menyebarkan kebohongan itu
sehingga ada beberapa orang penduduk Madinah yang tanpa tabayyun, koreksi dan
teliti, ikut menyebarkannya hingga hampir semua penduduk Madinah terpengaruh
dan hampir mempercayai berita tersebut. Tuduhan ini membuat Aisyah ra goncang dan stress, bahkan dirasakan
pula oleh Rasulullaah saw dan
mertuanya, Abu Bakar ra. Akhirnya
Allah swt menurunkan ayat yang isinya
mensucikan dan membebaskan Aisyah ra dari tuduhan keji ini.
(11) Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga).
Janganlah kamu mengira (bahwa) berita itu buruk bagi kamu bahkan itu (dianggap
berita) baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
diperbuatnya. Dan barang siapa diantara mereka yang mengambil bagian terbesar
(dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).
(12)
Mengapa orang-orang Mu’min dan Mu’minat tidak berbaik sangka terhadap diri
mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “ini
adalah (suatu berita) bohong yang nyata”. [QS An-Nūr 24:11,12]
Asbabun
Nuzul dari ayat diatas menyebutkan: Dari Aisyah bahwa ayat ini tentang
peristiwa Aisyah yang kalungnya hilang dan dituduh melakukan perbuatan keji
dengan seorang sahabat. Ayat ini turun yang menyatakan kesucian Aisyah. [HR
Bukhari Muslim]
2. Timbul
kecemasan dan penyesalan.
Diantara
shahabat yang terpengaruh oleh berita dusta yang disebarkan oleh Abdullah bin
Ubai bin Salul itu adalah antara lain Misthah bin Atsasah dan Hasan bin Tsabit.
Mereka itu mengalami kecemasan dan penyesalan yang dalam setelah wahyu turun
dari langit yang menerangkan duduk masalahnya. Mereka merasakan seakan-akan
baru memasuki Islam sebelum hari itu, bahkan kecemasan dan penyesalan tersebut
tetap mereka rasakan selamanya hingga mereka menemui Rabbnya.
“Wahai
orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu
berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohannya (kecerobohannya), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu
itu” [QS Al-Hujurāt 49:6]
3.
Terjadinya kesalahfahaman bahkan pertumpahan darah.
Usamah bin Zaid ra bertutur: Rasulullaah saw telah mengutus kami untuk suatu
pertempuran, maka kami tiba di tempat yang dituju pada pagi hari. Kami pun
meyerbu musuh. Pada saat itu saya dan seorang dari kaum Anshar mengejar salah
seorang musuh. Setelah kami mengepungnya, musuh pun tak bisa melarikan diri. Di
saat itulah dia mengucapkan: “Lā Ilāha Illallāh”. Temanku dari Anshar mampu
menahan diri, sedangkan saya langsung menghujamkan tombak hingga dia tewas.
Setelah saya tiba di Madinah, kabar itu sampai kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: “Hai Usamah,
mengapa engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Lā Ilāha Illallāah? Saya
jawab: “Dia mengucapkan itu hanya untuk
melindungi diri”. Namun Rasulullah saw
terus mengulang-ulang pertanyaan itu, hingga saya merasa belum pernah masuk
Islam sebelumnya [HR Bukhari].
Dalam riwayat Muslim, Nabi saw bertanya kepada Usamah dengan
“Apakah kamu telah membedah hatinya?” Hadits ini memberi pemahaman bahwa Nabi saw marah kepada Usamah bin Zaid ra karena ia telah membunuh musuhnya
yang telah mengucapkan Lā Ilāha Illallāh, hingga Nabi saw bertanya “Apakah engkau telah teliti dengan jelas (tabayyun) sampai ke lubuk hatinya bahwa
ia mengucapkan Lā Ilāha Illallāh itu karena ia takut senjata dan ingin
melindungi diri….dst?”
Penyebab
tiada tabayyun
1. Pada
masa kanak-kanak.
Seseorang yang hidup di bawah asuhan orang
tua yang tidak memiliki sikap tabayyun, maka sikap tersebut kelak akan meresap
ke dalam jiwa anaknya hingga akhirnya anak itupun menjadi potret dari kedua
orang tuanya yaitu tidak memiliki sikap tabayyun.
2. Tertipu
oleh kefasihan kata.
Adakalanya telinga seseorang itu jika
mendengarkan kata-kata manis dan menarik lantas menjadi tertipu, padahal itu
hanyalah rayuan dan bunga-bunga perkataan, sehingga ia lalai dan tidak
tabayyun. Karena itulah Nabi saw
bersabda tatkala merasakan gejala ini.
“Sesungguhnya
kalian mengajukan perkara kepadaku, dan barangkali sebagian dari kamu lebih
pintar berbicara dengan alasan-alasannya daripada yang lain, maka barangsiapa
yang aku putuskan dengan hak saudaranya karena kepintarannya bermain kata-kata,
maka berarti aku telah mengambilkan untuknya sepotong bara api neraka, maka
janganlah ia mengambilnya”. [HR. Bukhari].
3. Lalai
terhadap dampak buruknya.
Seseorang tidak menyadari bahaya buruk
meninggalkan tabayyun. Padahal akibatnya akan mencemarkan nama baik orang dan
penyesalan diri dan kalau tidak ditangani secara bijak akan berdampak lebih
parah lagi.
Terapi
terhadap sikap tiada tabayyun
1. Senatiasa meningkatkan ketaqwaan, karena salahsatu di antara keutamaan taqwa adalah Allah akan memberikan ‘Furqan’ kepadanya, yaitu kemampuan membedakan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang bohong.
Wahai
orang-orang yang beriman! Jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqān (kemampuan membedakan antara yang haq dan yang bathil)
kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Allah
memiliki karunia yang besar. [QS Al-Anfāl 8:29]
2. Bergaul
dengan orang-orang yang memiliki sikap tabayyun. Hal ini akan banyak memberi
manfaat baginya kepada sikap kritis, penuh pemikiran dan pertimbangan hingga ia
selamat dari ketergelinciran dan salah langkah dalam mengambil langkah dan
tindakan.
3. Membaca,
memahami, merenungi dan mengamalkan ayat-ayat yang membahas tabayyun.
“Wahai
orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu
berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohannya (kecerobohannya), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu
itu” [QS Al-Hujurāt 49:6]
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka
telitilah (fatabayyanū, carilah
keterangan), dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salam’
kepadamu, “Kamu bukan orang yang beriman”, (lalu kamu membunuhnya), dengan
maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal disisi Allah ada harta yang
banyak. Begitu pula kamu dahulu (orang itu belum nyata keislamannya oleh orang
ramai, kamu pun demikianpula dahulu), lalu Allah memberikan nikmat-Nya
kepadamu, maka telitilah (fatabayyanū).
Sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” [QS An-Nisā’ 4:94].
Adapun asbabun nuzul dari ayat itu dari Ibnu
Abbas bahwa seorang laki-laki dari Bani Sulaim melewati pada sahabat. Dia
mengembala kambing, dia mengucapkan salam kepada mereka, para sahabat berkata, “Dia
mengucapkan salam kepada kita selain agar dilindungi dari kita”. Lalu mereka
membunuhnya dan mendatangi Rasulullah saw dengan kambingnya (yang disitanya),
maka turunlah ayat ini. [HR Bukhari].
4. Membiasakan
diri untuk selalu berprasangka baik terhadap muslim yang mu’min dan mu’minat.
Mengapa orang-orang Mu’min dan Mu’minat (arti
dari mu’min dan mu’minat adalah tingkat dari orang yang benar-benar beriman
baik laki-laki maupun perempuan) tidak berbaik sangka terhadap diri mereka
sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “ini adalah
(suatu berita) bohong yang nyata”. [QS An-Nūr 24:12]
Demikianlah kupasan manfaat dari sikap tabayyun
ini. Dengan itu semoga kita terlepas dari ‘fitnah kubro’ yang telah
menggerayani kaidah (ajaran) Islam sebagai rahmatan lil ‘ālamīn yang artinya
aman dan damai ini. “Ya Allah, lapangkanlah dada kami, tenangkanlah jiwa dan
fikiran kami, karuniakanlah sifat tabayyun pada diri kami, sehingga kami dapat
menyikapi dan memfilter semua berita yang sampai kepada kami dengan benar
sesuai kehendak-Mu”. □
Sumber:
http://bit.ly/vQv3cW via http://www.iqbalnurhadi.com/2011/12/apa-sih-arti-atau-makna-tabayyun/□□□