Thursday, August 3, 2023

Bedah Buku Homo Deus (I)


 

KATA PENGANTAR

Inti dari pembahasan dalam buku Homo Deus ini adalah bagaimana peradaban mulai didominasi dengan menggunakan teknologi baru dan maju yang perlahan menjadikan manusia terasa bagaikan dewa. Salah satu yang disorot adalah soal penggunaan kecerdasan buatan dan rekayasa genetika. Penulis juga membahas jika kelaparan (miskin), perang dan wabah penyakit sudah semakin bisa dikendalikan oleh manusia.

Sebaliknya, masih banyak tantangan lain yang dihadapi oleh peradaban termasuk bagaimana kemajuan yang diciptakan malah merusak manusia. Salah satu contoh yang diutarakannya ialah kini lebih banyak manusia mati karena obesitas dibandingkan kelaparan, hal yang ironis jika dibandingkan masa lalu.

           Kata homo deus yang diambil dari kata “homo”, artinya sapiens atau manusia moderen, kemudian kata “deus” yang diambil dari bahasa latin yang artinya tuhan. Dalam buku ini menceritakan dimana manusia seperti ‘bermain-main” dengan kekuasaan Tuhan’, berusaha memanipulasi organisme, mengeksploitasi organisme, membuat kecerdasan baru dan menggambarkan manusia dimasa depan itu seperti ‘Tuhan’ yang memiliki kekuasaan ilahiah.

           Pada era modern, manusia semakin meninggalkan keyakikan keyakinan pra-modern mereka. Kultur modern menolak keyakinan tentang rencana kosmis, yang diatur Tuhan dan dewa-dewa. Kehidupan tidak memiliki naskah drama, tidak punya pengarang, tidak punya sutradara, tidak punya produser dan tak punya makna.

           Dalam buku ini menceritakan agenda-agenda yang akan dilakukan umat manusia seperti mengincar keabadian, dimana mereka membayangkan bagaimana hari-hari kematian itu bisa ditentukan dan tidak ada kaitannya dengan ‘sang pencipta’. Kemudian mereka mengumpulkan uang dan membangun gedung megah, namun ternyata mereka masih tidak juga bahagia. Bahkan banyak yang mengakhiri nyawanya karena deperesi.

           Selanjutnya mari telusuri paparan selanjutnya dari buku tersebut melalui blog ini, dan bagaimana tanggapan pembaca buku “Homo Deus” ini yang dibagi menjadi 4 serial tulisan. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM


BEDAH BUKU HOMO DEUS

Oleh: Ahmad Faisal Marzuki

PENDAHULUAN

B

uku yang tebalnya 513 halaman ini berjudul ‘Homo Deus - A Brief History of Tomorrow’, penulisnya Yuval Noah Harari masuk dalam nomor pertama (teratas) surat kabar New York Times yang terlaris (bestseller).

           Untuk lebih memahami kenapa buku ‘Homo Deus menjadi buku terlaris sebagai berikut: Pertama, Membahas soal penggunaan teknologi, dimana di akhir melinium II dan awal millenium III penggunaannya sangat popular terutama di negara maju yang menguasai dunia saat ini, dan menjadi idaman atau kiblat dari negara-negara berkembang. Kedua, Buku Homo Deus ini merupakan sekuel dari Homo Sapiens yang juga buku terlaris. Ketiga, Bagian dari trilogy penulisan buku-buku, ‘Sapiens’ - A Brief History of Humankind (2014); ‘Homo Deus’ - A Brief History of Tomorrow (2016); ‘21 Lessons’ for the 21st Century (2018). Keempat, Penulis adalah seorang yang berlatarbelakangi sebagai ahli sejarah yang menjadi professor Sejarah di the Hebrew University of Jeruslem. Kelima, Salah satu bacaan favorit Bill Gates seorang komputer programer, enterprenur dan salah seorang pendiri Microsoft Corporation.

Membahas soal penggunaan teknologi

Inti dari buku Homo Deus adalah bagaimana peradaban mulai didominasi dengan menggunakan teknologi baru dan maju yang perlahan menjadikan manusia terasa bagaikan dewa. Salah satu yang disorot adalah soal penggunaan kecerdasan buatan (AI - Artifial Intelligent) dan rekayasa genetika. Penulis juga membahas jika kelaparan (miskin), perang dan wabah penyakit sudah semakin bisa dikendalikan oleh manusia.

Sebaliknya, masih banyak tantangan lain yang dihadapi oleh peradaban termasuk bagaimana kemajuan yang diciptakan malah merusak manusia. Salah satu contoh yang diutarakannya ialah kini lebih banyak manusia mati karena obesitas (berat badan diatas normal) dibandingkan kelaparan, hal yang ironis jika dibandingkan masa lalu.

Sekuel dari Homo Sapiens

Buku Homo Sapiens ini merupakan lanjutan karya sebelumnya yang berjudul Sapiens dari penulis yang sama. Buku yang juga sangat populer ini membahas soal bagaimana manusia bisa menjadi puncak dari evolusi berbagai ras yang ada di dunia.

Buku berjudul Sapiens - a Brief History of Humankind ini menjabarkan sejarah manusia dari masa evolusi sampai berbagai inovasi yang terjadi dalam peradaban. Berdasarkan ilmu biologi, antropologi, palenotologi dan ekonomi, Harari menggambarkan bagaimana sejarah telah membentuk manusia seperti yang ada sekarang.

Bagian dari trilogy

Buku Homo Deus ini bagian dari rentetan penulisan buku-bukunya Sapiens - A Brief Histoy of Humankind; Homo Deus - A Brief Histoy of Tomorrow; 21 Lessons for 21 st Century. Buku Homo Deus diterbitkan pertama kali tahun 2016. Homo Deus sebenarnya punya lanjutanya yang berjudul 21 Lessons for 21st Century yang terbit dua tahun setelahnya.

Trilogi ini memotret soal perjalanan peradaban manusia sejak awal evolusi, kehidupan masa kini dan prediksinya akan perkembangan  teknologi di masa depan.

Karena itulah, buku ketiga membahas soal berbagai masalah yang kita rasakan saat ini. Misalnya soal bagaimana perkembangan hoax yang begitu pesat, kalau dibiarkan dapat merusak tatanan hidup bermayarakat (bernegara dan antar negara). Dan isu kerahasiaan data yang semakin tak terkontrol di era internet ini. Hoax dan kerahasian data termasuk pendeletan (penghapusan) data sejarah dalam komputer, bukan di negara berkembang saja, bahkan di negara maju pun.

Ditulis oleh seorang profesor sejarah

Penulis buku ini, Yuval Noah Harari, merupakan akademisi dari Departemen Sejarah di Universitas Hebrew Yerusalem. Sejak lulus dari Oxford pada 2002 lalu, pria berkebangsaan Israel ini mulai melanjutkan kiprahnya di ilmu ini.

Spesialisasi keilmuannya berkisar pada tema sejarah dunia, sejarah militer dan abad pertengahan. Buku-buku yang ditulisnya merangkum bagaimana ketiga ilmu tersebut berpadu dalam tulisan yang berhasil menyihir jutaan pembacanya.

Ia kini juga fokus pada penelitian makro sejarah termasuk keterkaitannya dengan ilmu biologi, efek psikologis, dan arah sejarah itu sendiri.

Salah satu bacaan favorit Bill Gates

 Popularitas buku ini bukan hanya karena temanya yang provokatif, namun juga karena menjadi favorit miliarder dunia, Bill Gates. Ia kerap menyebutkannya sebagai salah satu bacaan kesukaannya dalam berbagai wawancara.

Meski tak sepenuhnya setuju dengan pemikiran si penulis, Gates menilai buku ini menantang, enak dibaca dan mengajak kita berpikir lebih kritis. Isi buku ini, menurutnya, mengajak kita berpikir kembali soal perkembangan peradaban manusia dan nilai-nilai yang berhasil diwujudkan selama ini.

Homo Deus - Bagaimana Sejarah Masa Depan Umat Manusia (A Brief Histoy of Tomorrow) adalah sebuah buku karya Yuval Noah Harari yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Ibrani pada tahun 2015, dan dalam bahasa Inggris pada September 2016 di Britania Raya, dan pada Februari 2017 di Amerika Serikat.

Dalam buku ini, Harari menjabarkan berbagai prediksi manusia mengenai masa depan yang disertai dengan latar belakang sejarahnya. Ia juga mendiskusikan berbagai isu filosofis, seperti pengalaman manusia, individualisme, emosi manusia dan kesadaran. □

GAMBARAN ISI BUKU HOMO DEUS

DAN TANGGAPAN PEMBACA

Judul buku ini Homo Deus yang diambil dari kata “homo”, artinya sapiens atau manusia moderen, kemudian kata “deus” yang diambil dari bahasa latin yang artinya tuhan. Dalam buku ini menceritakan dimana manusia seperti ‘bermain-main” dengan kekuasaan Tuhan’, berusaha memanipulasi organisme, mengeksploitasi organisme, membuat kecerdasan baru dan menggambarkan manusia dimasa depan itu seperti ‘Tuhan’ yang memiliki kekuasaan ilahiah.

Buku ini terbagi menjadi 4 bagian, satu bagian pembuka dan tiga bagian inti sebagai berikut: Pada bagian pembuka, terdiri atas masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia modern. Bagian kedua, menceritakan bagaimana hubungan manusia dengan ciptaan lainnya. Bagian ketiga, bagaimana manusia itu memberikan makna di bumi. Bagian terakhir, menceritakan bagaimana manusia merubah realitas yang terjadi di bumi ini.

Inti dari buku ini terletak diakhir bagaimana manusia itu kehilangan kendali dari apa yang diciptakannya sendiri, seperti teknologi-teknologi yang dibuat oleh manusia modern.

Bagian Pembuka

Penulis menggambarkan bahwa hubungan manusia itu sangat berbeda dengan hewan, seperti apabila 10 simpanse dikumpulkan dalam satu ruangan maka mereka tidak berbuat apa-apa, namun berbeda dengan manusia yang apabila dikumpulkan maka mereka akan berkomunikasi dan menciptakan suatu hal. Namun ada agenda-agenda lama manusia yang disebutkan juga seperti garis kemelaratan biologis, armada bayangan, melanggar hukum rimba yang banyak mengubah kehidupan manusia.

           Dalam buku ini menceritakan agenda-agenda yang akan dilakukan umat manusia seperti mengincar keabadian, dimana mereka membayangkan bagaimana hari-hari kematian itu bisa ditentukan dan tidak ada kaitannya dengan ‘sang pencipta’. Kemudian mereka mengumpulkan uang dan membangun gedung megah, namun ternyata mereka masih tidak juga bahagia. Bahkan banyak yang mengakhiri nyawanya (bunuh diri) karena deperesi (tekanan mental). Selain itu mereka menganggap Tuhan di planet bumi, dan menjelaskan bahwa dewa-dewa memiliki kekuasaan sendiri. Dimana manusia menginginkan untuk dapat mengendalikan kekuatan-kekuatan tersebut.

Homo Sapiens Menaklukan Dunia

Manusia menunjukkan kekuasaannya dengan menciptakan berbagai teknologi-teknologi mutakhir. Kemudian dalam bagian ini memuat bagaimana perbedaan antara manusia dan semua ciptaan lainnya, bagaimana spesies manusia menaklukkan dunia, dan bagaimana kehidupan manusia, apakah memiliki bentuk kehidupan superior atau hanya jargon belaka.

Kemudian, manusia menganggap dirinya adalah pusat. Dalam antroposen - usaha manusia mengubah hubungan manusia dengan manusia dan alam lingkungannya - untuk kali pertama planet bumi menjadi satu kesatuan ekologis tunggal, dan manusia menyebabkan organisme dari seluruh dunia bercampur secara regular, tanpa terkendala jarak geografi. Pada zaman nenek moyang dan kesepakatan ilahi; justifikasi perlakuan Sapiens terhadap binatang lain dan selain itu revolusi agrikultur juga merubah segalanya.

Dalam hal ini manusia juga dikatakan sebagai organisme algoritma. Dimana algoritma adalah urutan logis pengambilan putusan untuk pemecahan suatu masalah. Dalam buku ini dijelaskan bahwa binatang memiliki kebutuhan objektif. Dalam kehidupan sehari-hari mereka menganggap bahwa segala perilaku-perilaku alamiah yang dilakukan oleh manusia semua itu merupakan suatu program.

Selain itu, manusia memiliki 3 komponen yaitu jiwa, pikiran dan kesadaran. Sains modern mengatakan berbeda, bagaimana manusia tahu dirinya sendiri atau punya jiwa, dimana sains tidak bisa menemukan bagian ini. Manusia tidak tau bagaimana asal kesadaran ini namun manusia modern menemukan bahwa kesadaran itu berasal dari sinyal elektrik, proses fisika dan proses biokimiawi dalam tubuh. Namun, sejauh ini sains modern belum bisa membuktikan secara sepenuhnya kesadaran manusia dan pengalaman subjektif yang dirasakannya, namun tak menafikan keberadaannya. Teori paling terakhir mengatakan bahwa ‘kesadaran adalah semacam polusi mental’ yang dihasilkan oleh sinyal jaringan neuron. Ia tidak melakukan apa-apa, ia hanya ada.

Homo Sapiens Memberi Makna Bagi Dunia

Dalam bagian ini kita akan tahu bagaimana manusia memberi arti untuk dunia, seperti bagaimana manusia menjadi yakin bahwa mereka tidak hanya menguasai dunia, tetapi juga memberinya makna dan bagaimana humanisme-menyembah manusia-menjadi agama yang paling penting bagi mereka. Manusia menganggap apa yang kita ciptakan didunia ini adalah hasil dari imajinasi kita sebagai homo sapiens. Seperti Perusahaan, Hukum-Hukum, bahkan Negara-Negara, perjanjian-perjanian, dokumen dokumen di atas kertas, dan lain-lain semuanya adalah hal-hal yang tidak ada sebelumnya, kemudian kita wujudkan baik secara individu maupun secara kolektif. Kemudian, manusia mendokumentasikan kehidupannya diatas kertas-kertas dokumennya. Namun alih-alih kertas dokumen itu menggambarkan realita, jika dokumen itu tak sama realitas pada nyatanya, kita membuat realita itu sendiri menjadi sesuai “Kitab-Kitab Suci” yang kita buat.

Dalam buku ini dikatakan bahwa sains selalu membutuhkan bantuan agama dalam rangka menciptakan institusi-institusi kemanusiaan yang tangguh. Para ilmuwan mempelajari bagaimana dunia berfungsi, tetapi tidak ada metode saintifik untuk memastikan bagaimana manusia harus diperlakukan. Sains memberi tahu kita bahwa manusia tidak bisa bertahan tanpa oksigen. Namun apakah boleh mengeksekusi penjahat dengan pembekapan nafas? Sains tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan semacam itu. Hanya agama yang bisa memberi kita pedoman yang diperlukan”.

Pada era modern, manusia semakin meninggalkan keyakikan keyakinan pra-modern mereka. Kultur modern menolak keyakinan tentang rencana kosmis, yang diatur Tuhan dan dewa-dewa. Kehidupan tidak memiliki naskah drama, tidak punya pengarang, tidak punya sutradara, tidak punya produser dan tak punya makna.  Karena itu, perjanjian modern, memberi manusia godaan besar, yang berpasangan dengan ancaman kolosal. Kemahakuasaan ada di depan kita, tetapi di bawah kita menguap neraka ketiadaan paripurna. Pada level praktis, kehidupan modern berisi pemburuan terus menerus kekuasaan dalam sebuah alam tanpa makna. Ya, kita orang modern telah berjanji untuk membuang makna, ditukar dengan kekuasaan. Seperti bagaimana manusia modern menyelesaikan permasalahan ekonomi modern, namun menukarkannya dengan mengeksplorasi dan menaklukkan lahan-lahan baru.

Homo Sapiens Kehilangan Kendali

Pada bagian ini, dimana sebelumnya dikatakan bahwa manusia moden telah banyak melakukan penelitian dan penemuan hal-hal baru namun bagaimana manusia terus menjalankan dunia dan memberinya makna? Kemudian apakah bioteknologi dan kecerdasan artifisial mengancam humanisme? Dan siapa yang mungkin mewarisi umat manusia dan apa agama baru yang mungkin menggantikan humanisme?

Pada abad pertengahan, kita meyakini bahwa homo sapiens adalah sebuah kotak hitam misterius, yang system kerjanya diluar jangkauan kita.  Namun Ketika sains modern, membuka kotak hitam itu, mereka menyimpulkan tidak ada “diri”, tidak ada jiwa, tidak ada kehendak bebas. Yang ada hanyalah gen-gen, hormon-hormon, dan neuron-neuron yang mematuhi hukum fisika dan kimia yang sama dengan yang mengatur seluruh realitas lainnya. Apa yang manusia kira selama ini adalah kehendak bebas ternyata hanyalah, sinyal elektrik yang dikirim oleh neuron untuk menimbulkan sensasi sensasi biokimiawi, dan membuat manusia mengambil keputusan berdasarkan sensasi-sensasi itu.

Maka apa implikasinya? Jika manusia mempercayai akan ketidakadaannya jiwa, maka secara logis, kita bisa mengendalikan kehendak bebas mereka dengan menggunakan obat, rekayasa genetika, atau stimulasi otak langsung. Dan Implikasi lain adalah, kesadaran, perasaan rumit seperti cinta, marah, takut, dan depresi dapat dimanipulasi melalui sinyal sinyal elektrik pada titik yang tepat.

Setelah kita tahu bahwa sains modern, memiliki nilai individualisme kita seperti kehendak bebas. Beberapa manusia mulai mempertanyakan, pertanyaan “siapa saya”. Karena secara biologis, manusia adalah kumpuluan 37 triliun sel, namun jika sel itu sendiri dipisahkan dari manusia, ia dapat hidup tanpa manusianya.  Sel manusia itu sendiri mengalami kematian dan berganti setiap detiknya, membuat bagian penyusun baru di dalam tubuh kita.

Pertanyaan “siapakah saya” ini bergesar dari pertanyaan filosofis menjadi pertanyaan bioteknolgi dan ilmiah setelah kita mengetahui bahwa manusia tak ubahnya seperti sebuah algoritma seperti organisme lain, rubah algoritma itu, maka kita bisa mengubah manusia itu.

Percobaan percobaan neurosains yang ada membuktikan bahwa pengalaman kesadaran manusia bisa dimanipulasi, pun begitu dengan memori atau ingatan manusia itu, ia dapat di fabrikasi dengan cerita-cerita buatan atau false memory. Lalu sebenarnya apa makna kehidupan? Setelah sains-sains modern melemahkan nilai nilai indvidualisme pada liberalisme, dengan argumentasi bahwa kehendak bebas hanyalah sebuah fiksi yang dikarang oleh susunan algoritma biokimia. Setiap saat mekanisme biokimia itu menciptakan sekilas pengalaman baru, dan kemudian langsung hilang.  Diri yang bercerita berusaha memaksakan keteraturan pada kekacauan ini dengan merajut sebuah cerita tanpa akhir, yang didalamnya mempunyai pengalaman tersendiri dan memiliki makna yang langgeng, namun betapapun meyakinkannya dan menggodanya cerita ini, ia hanyalah fiksi. Kaum liberalis modern percaya bahwa pilihan bebas individu memberi makna bagi kehidupan. Namun mereka semua sama-sama delusional.

Agama baru tidak mungkin muncul dari gua-gua. Namun kemungkinan agama baru itu akan muncul dari laboratorium-laboratorium riset. Sebagaimana sosialisme mengambil alih dunia dengan menjanjikan penyelamatan melalui mesin uap dan listrik, Agama tekno humanisme menjanjikan manusia lewat penyerapan melalui algoritma dan gen-gen.

Agama tekno humanisme menganggap, masa Homo Sapiens di dunia ini telah usai, ia harus segera digantikan oleh manusia-manuisa super, Homo Deus, ras manusia yang jauh lebih unggul. Yang mempunyai fitur penting manusia, namun memiliki kemampuan fisik dan mental yang terbarukan, yang akan memungkinkannya tegak menghadapi algoritma non-kesadaran yang paling canggih. Menurut mereka, manusia harus secara aktif memperbarui diri mereka jika ingin menjadi pemain di dunia. Maka agama tekno humanis ini, secara aktif memodifikasi kemampuan manusia lewat kesadarannya. Namun ini hanyalah transisi menuju fase agama berikutnya.

Dataisme mendeklarasikan bahwa alam semesta terdiri dari alian data dan nilai setiap fenomena atau entitas ditentukan oleh kontribusinya pada pemprosesan data. Bagi manusia, dataisme menawarkan superpower yang tidak mereka miliki sebelumnya. Menguasai data, berarti kita menguasai dunia.

Big data mengubah manusia dalam mengambil keputusan. Seorang ekonom mampu menganalisa prediksi keadaan ekonomi 10 tahun mendatag dari data-data ekonomi, seorang insinyur mampu menganalisa kerusakan mesin dari aliran data getaran mesin itu, seorang dokter mampu memprediksi penyakit pasien dari data-data simpton pasien.

Perang manusia abad-21 tidak lagi didasarkan perang fisik, namun perang didasarkan, siapa yang paling banyak menguasai data dan paling cepat pemprosesan datanya. Manusia abad-21 berlomba-lomba meningkatkan kekuatan komputasi untuk pemprosesan data. [Bersambung] □ AFM

 

Bedah Buku Homo Deus

(klik->) (I)  (II)  (III)  (IV)