KATA PENGANTAR
Inti dari pembahasan dalam buku Homo Deus ini adalah
bagaimana peradaban mulai didominasi dengan menggunakan teknologi baru dan maju
yang perlahan menjadikan manusia terasa bagaikan dewa. Salah satu yang disorot adalah
soal penggunaan kecerdasan buatan dan rekayasa genetika. Penulis juga membahas
jika kelaparan (miskin), perang dan wabah penyakit sudah semakin bisa
dikendalikan oleh manusia.
Sebaliknya, masih banyak tantangan lain yang
dihadapi oleh peradaban termasuk bagaimana kemajuan yang diciptakan malah
merusak manusia. Salah satu contoh yang diutarakannya ialah kini lebih banyak
manusia mati karena obesitas dibandingkan kelaparan, hal yang ironis jika
dibandingkan masa lalu.
Kata homo deus yang diambil dari kata “homo”, artinya sapiens
atau manusia moderen, kemudian kata “deus” yang diambil dari bahasa
latin yang artinya tuhan. Dalam buku ini menceritakan dimana manusia seperti ‘bermain-main”
dengan kekuasaan Tuhan’, berusaha memanipulasi organisme, mengeksploitasi
organisme, membuat kecerdasan baru dan menggambarkan manusia dimasa depan itu
seperti ‘Tuhan’ yang memiliki kekuasaan ilahiah.
Pada era modern, manusia semakin
meninggalkan keyakikan keyakinan pra-modern mereka. Kultur modern menolak
keyakinan tentang rencana kosmis, yang diatur Tuhan dan dewa-dewa. Kehidupan
tidak memiliki naskah drama, tidak punya pengarang, tidak punya sutradara,
tidak punya produser dan tak punya makna.
Dalam buku ini menceritakan
agenda-agenda yang akan dilakukan umat manusia seperti mengincar keabadian,
dimana mereka membayangkan bagaimana hari-hari kematian itu bisa ditentukan dan
tidak ada kaitannya dengan ‘sang pencipta’. Kemudian mereka mengumpulkan uang
dan membangun gedung megah, namun ternyata mereka masih tidak juga bahagia. Bahkan
banyak yang mengakhiri nyawanya karena deperesi.
Selanjutnya mari telusuri paparan selanjutnya dari buku tersebut melalui blog ini, dan bagaimana tanggapan pembaca buku “Homo Deus” ini yang dibagi menjadi 4 serial tulisan. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM
BEDAH BUKU HOMO DEUS
Oleh: Ahmad Faisal Marzuki
PENDAHULUAN
B |
uku
yang tebalnya 513 halaman ini berjudul ‘Homo Deus - A Brief History of Tomorrow’,
penulisnya Yuval Noah Harari masuk dalam nomor pertama (teratas) surat kabar
New York Times yang terlaris (bestseller).
Untuk lebih memahami kenapa buku ‘Homo
Deus menjadi buku terlaris sebagai berikut: Pertama, Membahas soal
penggunaan teknologi, dimana di akhir melinium II dan awal millenium III penggunaannya
sangat popular terutama di negara maju yang menguasai dunia saat ini, dan
menjadi idaman atau kiblat dari negara-negara berkembang. Kedua, Buku Homo Deus ini
merupakan sekuel dari Homo Sapiens yang juga buku terlaris. Ketiga,
Bagian dari trilogy penulisan buku-buku, ‘Sapiens’ - A Brief History of
Humankind (2014); ‘Homo Deus’ - A Brief History of Tomorrow (2016); ‘21 Lessons’
for the 21st Century (2018). Keempat, Penulis adalah seorang yang
berlatarbelakangi sebagai ahli sejarah yang menjadi professor Sejarah di the
Hebrew University of Jeruslem. Kelima, Salah satu bacaan favorit
Bill Gates seorang komputer programer, enterprenur dan salah seorang pendiri
Microsoft Corporation.
Membahas
soal penggunaan teknologi
Inti dari buku Homo Deus adalah bagaimana
peradaban mulai didominasi dengan menggunakan teknologi baru dan maju yang
perlahan menjadikan manusia terasa bagaikan dewa. Salah satu yang disorot adalah
soal penggunaan kecerdasan buatan (AI - Artifial Intelligent) dan
rekayasa genetika. Penulis juga membahas jika kelaparan (miskin), perang dan
wabah penyakit sudah semakin bisa dikendalikan oleh manusia.
Sebaliknya, masih banyak tantangan lain yang
dihadapi oleh peradaban termasuk bagaimana kemajuan yang diciptakan malah
merusak manusia. Salah satu contoh yang diutarakannya ialah kini lebih banyak
manusia mati karena obesitas (berat badan diatas normal) dibandingkan kelaparan,
hal yang ironis jika dibandingkan masa lalu.
Sekuel
dari Homo Sapiens
Buku Homo Sapiens ini merupakan lanjutan karya
sebelumnya yang berjudul Sapiens dari penulis yang sama. Buku yang juga sangat
populer ini membahas soal bagaimana manusia bisa menjadi puncak dari evolusi
berbagai ras yang ada di dunia.
Buku berjudul Sapiens - a Brief History of
Humankind ini menjabarkan sejarah manusia dari masa evolusi sampai berbagai
inovasi yang terjadi dalam peradaban. Berdasarkan ilmu biologi, antropologi,
palenotologi dan ekonomi, Harari menggambarkan bagaimana sejarah telah
membentuk manusia seperti yang ada sekarang.
Bagian
dari trilogy
Buku Homo Deus ini bagian dari rentetan
penulisan buku-bukunya Sapiens - A Brief Histoy of Humankind; Homo Deus - A
Brief Histoy of Tomorrow; 21 Lessons for 21 st Century. Buku Homo Deus diterbitkan
pertama kali tahun 2016. Homo Deus sebenarnya punya lanjutanya yang berjudul 21
Lessons for 21st Century yang terbit dua tahun setelahnya.
Trilogi ini memotret soal perjalanan peradaban
manusia sejak awal evolusi, kehidupan masa kini dan prediksinya akan
perkembangan teknologi di masa depan.
Karena itulah, buku ketiga membahas soal
berbagai masalah yang kita rasakan saat ini. Misalnya soal bagaimana
perkembangan hoax yang begitu pesat, kalau dibiarkan dapat merusak
tatanan hidup bermayarakat (bernegara dan antar negara). Dan isu kerahasiaan
data yang semakin tak terkontrol di era internet ini. Hoax dan kerahasian data termasuk pendeletan (penghapusan) data sejarah
dalam komputer, bukan di negara berkembang saja, bahkan di negara maju pun.
Ditulis
oleh seorang profesor sejarah
Penulis buku ini, Yuval Noah Harari, merupakan
akademisi dari Departemen Sejarah di Universitas Hebrew Yerusalem. Sejak lulus
dari Oxford pada 2002 lalu, pria berkebangsaan Israel ini mulai melanjutkan
kiprahnya di ilmu ini.
Spesialisasi keilmuannya berkisar pada tema
sejarah dunia, sejarah militer dan abad pertengahan. Buku-buku yang ditulisnya
merangkum bagaimana ketiga ilmu tersebut berpadu dalam tulisan yang berhasil
menyihir jutaan pembacanya.
Ia kini juga fokus pada penelitian makro sejarah
termasuk keterkaitannya dengan ilmu biologi, efek psikologis, dan arah sejarah
itu sendiri.
Salah
satu bacaan favorit Bill Gates
Popularitas
buku ini bukan hanya karena temanya yang provokatif, namun juga karena menjadi
favorit miliarder dunia, Bill Gates. Ia kerap menyebutkannya sebagai salah satu
bacaan kesukaannya dalam berbagai wawancara.
Meski tak sepenuhnya setuju dengan pemikiran si
penulis, Gates menilai buku ini menantang, enak dibaca dan mengajak kita
berpikir lebih kritis. Isi buku ini, menurutnya, mengajak kita berpikir kembali
soal perkembangan peradaban manusia dan nilai-nilai yang berhasil diwujudkan
selama ini.
Homo Deus - Bagaimana Sejarah Masa Depan Umat
Manusia (A Brief Histoy of Tomorrow) adalah sebuah buku karya Yuval Noah Harari
yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Ibrani pada tahun 2015, dan dalam
bahasa Inggris pada September 2016 di Britania Raya, dan pada Februari 2017 di
Amerika Serikat.
Dalam buku ini, Harari menjabarkan berbagai
prediksi manusia mengenai masa depan yang disertai dengan latar belakang
sejarahnya. Ia juga mendiskusikan berbagai isu filosofis, seperti pengalaman
manusia, individualisme, emosi manusia dan kesadaran. □
GAMBARAN
ISI BUKU HOMO DEUS
DAN TANGGAPAN PEMBACA
Judul buku ini Homo Deus yang diambil dari kata
“homo”, artinya sapiens atau manusia moderen, kemudian kata “deus”
yang diambil dari bahasa latin yang artinya tuhan. Dalam buku ini menceritakan
dimana manusia seperti ‘bermain-main” dengan kekuasaan Tuhan’, berusaha memanipulasi
organisme, mengeksploitasi organisme, membuat kecerdasan baru dan menggambarkan
manusia dimasa depan itu seperti ‘Tuhan’ yang memiliki kekuasaan ilahiah.
Buku ini terbagi menjadi 4 bagian, satu bagian
pembuka dan tiga bagian inti sebagai berikut: Pada bagian pembuka, terdiri atas masalah-masalah yang dihadapi
oleh manusia modern. Bagian kedua,
menceritakan bagaimana hubungan manusia dengan ciptaan lainnya. Bagian ketiga, bagaimana manusia itu
memberikan makna di bumi. Bagian terakhir,
menceritakan bagaimana manusia merubah realitas yang terjadi di bumi ini.
Inti dari buku ini terletak diakhir bagaimana
manusia itu kehilangan kendali dari apa yang diciptakannya sendiri, seperti
teknologi-teknologi yang dibuat oleh manusia modern.
Bagian
Pembuka
Penulis menggambarkan bahwa hubungan manusia itu
sangat berbeda dengan hewan, seperti apabila 10 simpanse dikumpulkan dalam satu
ruangan maka mereka tidak berbuat apa-apa, namun berbeda dengan manusia yang
apabila dikumpulkan maka mereka akan berkomunikasi dan menciptakan suatu hal.
Namun ada agenda-agenda lama manusia yang disebutkan juga seperti garis
kemelaratan biologis, armada bayangan, melanggar hukum rimba yang banyak
mengubah kehidupan manusia.
Dalam buku ini menceritakan
agenda-agenda yang akan dilakukan umat manusia seperti mengincar keabadian,
dimana mereka membayangkan bagaimana hari-hari kematian itu bisa ditentukan dan
tidak ada kaitannya dengan ‘sang pencipta’. Kemudian mereka mengumpulkan uang
dan membangun gedung megah, namun ternyata mereka masih tidak juga bahagia. Bahkan
banyak yang mengakhiri nyawanya (bunuh diri) karena deperesi (tekanan mental). Selain itu mereka menganggap Tuhan
di planet bumi, dan menjelaskan bahwa dewa-dewa memiliki kekuasaan sendiri.
Dimana manusia menginginkan untuk dapat mengendalikan kekuatan-kekuatan
tersebut.
Homo
Sapiens Menaklukan Dunia
Manusia menunjukkan kekuasaannya dengan
menciptakan berbagai teknologi-teknologi mutakhir. Kemudian dalam bagian ini
memuat bagaimana perbedaan antara manusia dan semua ciptaan lainnya, bagaimana
spesies manusia menaklukkan dunia, dan bagaimana kehidupan manusia, apakah
memiliki bentuk kehidupan superior atau hanya jargon belaka.
Kemudian, manusia menganggap dirinya adalah
pusat. Dalam antroposen - usaha manusia mengubah hubungan manusia dengan
manusia dan alam lingkungannya - untuk kali pertama planet bumi menjadi satu
kesatuan ekologis tunggal, dan manusia menyebabkan organisme dari seluruh dunia
bercampur secara regular, tanpa terkendala jarak geografi. Pada zaman nenek
moyang dan kesepakatan ilahi; justifikasi perlakuan Sapiens terhadap binatang
lain dan selain itu revolusi agrikultur juga merubah segalanya.
Dalam hal ini manusia juga dikatakan sebagai
organisme algoritma. Dimana algoritma adalah urutan logis pengambilan putusan
untuk pemecahan suatu masalah. Dalam buku ini dijelaskan bahwa binatang memiliki
kebutuhan objektif. Dalam kehidupan sehari-hari mereka menganggap bahwa segala
perilaku-perilaku alamiah yang dilakukan oleh manusia semua itu merupakan suatu
program.
Selain itu, manusia memiliki 3 komponen yaitu
jiwa, pikiran dan kesadaran. Sains modern mengatakan berbeda, bagaimana manusia
tahu dirinya sendiri atau punya jiwa, dimana sains tidak bisa menemukan bagian
ini. Manusia tidak tau bagaimana asal kesadaran ini namun manusia modern
menemukan bahwa kesadaran itu berasal dari sinyal elektrik, proses fisika dan
proses biokimiawi dalam tubuh. Namun, sejauh ini sains modern belum bisa
membuktikan secara sepenuhnya kesadaran manusia dan pengalaman subjektif yang
dirasakannya, namun tak menafikan keberadaannya. Teori paling terakhir
mengatakan bahwa ‘kesadaran adalah semacam polusi mental’ yang dihasilkan oleh
sinyal jaringan neuron. Ia tidak melakukan apa-apa, ia hanya ada.
Homo
Sapiens Memberi Makna Bagi Dunia
Dalam bagian ini kita akan tahu bagaimana
manusia memberi arti untuk dunia, seperti bagaimana manusia menjadi yakin bahwa
mereka tidak hanya menguasai dunia, tetapi juga memberinya makna dan bagaimana
humanisme-menyembah manusia-menjadi agama yang paling penting bagi mereka.
Manusia menganggap apa yang kita ciptakan didunia ini adalah hasil dari
imajinasi kita sebagai homo sapiens. Seperti Perusahaan, Hukum-Hukum, bahkan
Negara-Negara, perjanjian-perjanian, dokumen dokumen di atas kertas, dan
lain-lain semuanya adalah hal-hal yang tidak ada sebelumnya, kemudian kita
wujudkan baik secara individu maupun secara kolektif. Kemudian, manusia
mendokumentasikan kehidupannya diatas kertas-kertas dokumennya. Namun alih-alih
kertas dokumen itu menggambarkan realita, jika dokumen itu tak sama realitas
pada nyatanya, kita membuat realita itu sendiri menjadi sesuai “Kitab-Kitab
Suci” yang kita buat.
Dalam buku ini dikatakan bahwa sains selalu
membutuhkan bantuan agama dalam rangka menciptakan institusi-institusi
kemanusiaan yang tangguh. Para ilmuwan mempelajari bagaimana dunia berfungsi,
tetapi tidak ada metode saintifik untuk memastikan bagaimana manusia harus
diperlakukan. Sains memberi tahu kita bahwa manusia tidak bisa bertahan tanpa
oksigen. Namun apakah boleh mengeksekusi penjahat dengan pembekapan nafas?
Sains tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan semacam itu. Hanya agama yang
bisa memberi kita pedoman yang diperlukan”.
Pada era modern, manusia semakin meninggalkan
keyakikan keyakinan pra-modern mereka. Kultur modern menolak keyakinan tentang
rencana kosmis, yang diatur Tuhan dan dewa-dewa. Kehidupan tidak memiliki
naskah drama, tidak punya pengarang, tidak punya sutradara, tidak punya
produser dan tak punya makna. Karena
itu, perjanjian modern, memberi manusia godaan besar, yang berpasangan dengan
ancaman kolosal. Kemahakuasaan ada di depan kita, tetapi di bawah kita menguap
neraka ketiadaan paripurna. Pada level praktis, kehidupan modern berisi
pemburuan terus menerus kekuasaan dalam sebuah alam tanpa makna. Ya, kita orang
modern telah berjanji untuk membuang makna, ditukar dengan kekuasaan. Seperti
bagaimana manusia modern menyelesaikan permasalahan ekonomi modern, namun
menukarkannya dengan mengeksplorasi dan menaklukkan lahan-lahan baru.
Homo
Sapiens Kehilangan Kendali
Pada bagian ini, dimana sebelumnya dikatakan
bahwa manusia moden telah banyak melakukan penelitian dan penemuan hal-hal baru
namun bagaimana manusia terus menjalankan dunia dan memberinya makna? Kemudian
apakah bioteknologi dan kecerdasan artifisial mengancam humanisme? Dan siapa
yang mungkin mewarisi umat manusia dan apa agama baru yang mungkin menggantikan
humanisme?
Pada abad pertengahan, kita meyakini bahwa homo
sapiens adalah sebuah kotak hitam misterius, yang system kerjanya diluar
jangkauan kita. Namun Ketika sains
modern, membuka kotak hitam itu, mereka menyimpulkan tidak ada “diri”, tidak
ada jiwa, tidak ada kehendak bebas. Yang ada hanyalah gen-gen, hormon-hormon,
dan neuron-neuron yang mematuhi hukum fisika dan kimia yang sama dengan yang
mengatur seluruh realitas lainnya. Apa yang manusia kira selama ini adalah kehendak
bebas ternyata hanyalah, sinyal elektrik yang dikirim oleh neuron untuk
menimbulkan sensasi sensasi biokimiawi, dan membuat manusia mengambil keputusan
berdasarkan sensasi-sensasi itu.
Maka apa implikasinya? Jika manusia mempercayai
akan ketidakadaannya jiwa, maka secara logis, kita bisa mengendalikan kehendak
bebas mereka dengan menggunakan obat, rekayasa genetika, atau stimulasi otak
langsung. Dan Implikasi lain adalah, kesadaran, perasaan rumit seperti cinta,
marah, takut, dan depresi dapat dimanipulasi melalui sinyal sinyal elektrik
pada titik yang tepat.
Setelah kita tahu bahwa sains modern, memiliki
nilai individualisme kita seperti kehendak bebas. Beberapa manusia mulai
mempertanyakan, pertanyaan “siapa saya”. Karena secara biologis, manusia adalah
kumpuluan 37 triliun sel, namun jika sel itu sendiri dipisahkan dari manusia,
ia dapat hidup tanpa manusianya. Sel
manusia itu sendiri mengalami kematian dan berganti setiap detiknya, membuat
bagian penyusun baru di dalam tubuh kita.
Pertanyaan “siapakah saya” ini bergesar dari
pertanyaan filosofis menjadi pertanyaan bioteknolgi dan ilmiah setelah kita
mengetahui bahwa manusia tak ubahnya seperti sebuah algoritma seperti organisme
lain, rubah algoritma itu, maka kita bisa mengubah manusia itu.
Percobaan percobaan neurosains yang ada
membuktikan bahwa pengalaman kesadaran manusia bisa dimanipulasi, pun begitu
dengan memori atau ingatan manusia itu, ia dapat di fabrikasi dengan
cerita-cerita buatan atau false memory. Lalu sebenarnya apa makna
kehidupan? Setelah sains-sains modern melemahkan nilai nilai indvidualisme pada
liberalisme, dengan argumentasi bahwa kehendak bebas hanyalah sebuah fiksi yang
dikarang oleh susunan algoritma biokimia. Setiap saat mekanisme biokimia itu
menciptakan sekilas pengalaman baru, dan kemudian langsung hilang. Diri yang bercerita berusaha memaksakan
keteraturan pada kekacauan ini dengan merajut sebuah cerita tanpa akhir, yang
didalamnya mempunyai pengalaman tersendiri dan memiliki makna yang langgeng,
namun betapapun meyakinkannya dan menggodanya cerita ini, ia hanyalah fiksi.
Kaum liberalis modern percaya bahwa pilihan bebas individu memberi makna bagi
kehidupan. Namun mereka semua sama-sama delusional.
Agama baru tidak mungkin muncul dari gua-gua.
Namun kemungkinan agama baru itu akan muncul dari laboratorium-laboratorium
riset. Sebagaimana sosialisme mengambil alih dunia dengan menjanjikan
penyelamatan melalui mesin uap dan listrik, Agama tekno humanisme menjanjikan
manusia lewat penyerapan melalui algoritma dan gen-gen.
Agama tekno humanisme menganggap, masa Homo
Sapiens di dunia ini telah usai, ia harus segera digantikan oleh
manusia-manuisa super, Homo Deus, ras manusia yang jauh lebih unggul. Yang
mempunyai fitur penting manusia, namun memiliki kemampuan fisik dan mental yang
terbarukan, yang akan memungkinkannya tegak menghadapi algoritma non-kesadaran
yang paling canggih. Menurut mereka, manusia harus secara aktif memperbarui
diri mereka jika ingin menjadi pemain di dunia. Maka agama tekno humanis ini,
secara aktif memodifikasi kemampuan manusia lewat kesadarannya. Namun ini
hanyalah transisi menuju fase agama berikutnya.
Dataisme mendeklarasikan bahwa alam semesta
terdiri dari alian data dan nilai setiap fenomena atau entitas ditentukan oleh
kontribusinya pada pemprosesan data. Bagi manusia, dataisme menawarkan
superpower yang tidak mereka miliki sebelumnya. Menguasai data, berarti kita
menguasai dunia.
Big data mengubah manusia dalam mengambil
keputusan. Seorang ekonom mampu menganalisa prediksi keadaan ekonomi 10 tahun
mendatag dari data-data ekonomi, seorang insinyur mampu menganalisa kerusakan
mesin dari aliran data getaran mesin itu, seorang dokter mampu memprediksi
penyakit pasien dari data-data simpton pasien.
Perang manusia abad-21 tidak lagi didasarkan
perang fisik, namun perang didasarkan, siapa yang paling banyak menguasai data
dan paling cepat pemprosesan datanya. Manusia abad-21 berlomba-lomba
meningkatkan kekuatan komputasi untuk pemprosesan data. [Bersambung] □ AFM